Proyeksi Panen Raya Mundur, Ini Antisipasi Badan Pangan Atasi Persediaan Beras Nasional
Sejak awal Bapanas telah mengantisipasi dampak El Nino berkepanjangan.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pangan Nasional/National Food Agency (NFA) melakukan antisipasi untuk memastikan persediaan beras nasional tidak terganggu jika panen raya mundur. Proyeksi panen raya mundur ini terjadi karena hujan yang belum merata dan krisis air irigasi menghambat aktivitas tanam padi di sebagian besar sentra produksi. Sehingga membuat aktivitas tanam padi baru dimulai pada Januari ini.
Plt Direktur Ketersediaan Pangan Badan Pangan Nasional Budi Waryanto mengatakan, sejak awal Bapanas telah mengantisipasi dampak El Nino berkepanjangan yang berdampak pada pasokan beras.
"Antisipasi kita yakni melalui penguatan cadangan Beras pemeruntah (CBP) di Bulog. Saat ini masih tersedia cadangan beras di bulog," ujar Budi kepada Republika pada Selasa (9/1/2023).
Budi menyebutkan, Bapanas secara bersamaan juga terus mengupayakan persiapan serapan dari dalam negeri pada panen raya nanti. Sebab, meskipun pertanaman padi di sebagian besar wilayah mundur, masih terdapat titik-titik yang panen.
"Sejauh ini aman, setidaknya demikian. Karena masih ada spot-spot masih ada yang panen juga, " ujarnya.
Selain itu, Bapanas juga mendorong berbagai stakeholder terus melakukan pendampingan dan supervisi kepada petani sebagai langkah antisipasi potensi dan dampak krisis pangan secara lebih dini.
"Kita melalui BUMN, Pemda dan lain-lain. Karena domain pembinaan petani di Kementan," ujarnya.
Hujan yang belum merata dan krisis air irigasi menghambat aktivitas tanam padi di sebagian besar sentra produksi padi. Koordinator Koalisi Rakyat Untuk Kedaulatan Pangan (KRKP), Said Abdullah mengatakan, banyak persemaian padi yang gagal akibat hujan yang belum merata dan di beberapa wilayah belum diguyur hujan.
"Ketika di November di beberapa wilayah ada hujan, petani sempat menyemai benih. Karena air tidak ada dan hujan juga berhenti, banyak persemaian petani yang gagal. Dari situasi itu pada sebagian besar petani, terutama di wilayah yang tadah hujan atau pengairannya terbatas menahan diri untuk melakukan persemaian," ujar Said kepada Republika, Senin (8/1/2024).
Said mengatakan, di wilayah garis Pantura Jawa secara umum sebagian besar petani masih menahan untuk melakukan olah lahan. Hal ini karena belum ada kepastian soal ketersediaan air terutama musim hujan yang mundur.
Namun demikian, pantauan KRKP, di beberapa wilayah sentra produksi padi seperti di Subang dan Indramayu mulai melakukan persemaian benih dan pengolahan lahan.
"Pada wilayah yang sudah ada air memang sudah mulai ada yang menyemai dan olah lahan. Namun ini belum semuanya. Para petani cenderung berhati hati karena kegagalan semai di bulan sebelumnya dan juga kegagalan pada musim ke dua dan ketiga," ujarnya.
Mengacu pada jadwal normal, aktivitas tanam biasanya sudah mulai dilakukan pada November-Desember, tetapi akibat perubahan cuaca dampak dari El Nino membuat sebagian besar petani mundur dalam menanam padi yakni pada Januari.
"Pada kondisi normal bulan Januari umumnya pertanaman padi sudah ada yang berusia 1-2 bulan. Karena biasanya petani mulai menanam di awal atau akhir November," ujarnya.
Selai kesediaan air, Said juga menyampaikan keluhan petani dalam proses pertanaman padi kali ini yakni persoalan kelangkaan modal dan input pertanian. Sebab, pada dua musim terakhir pertanaman, petani tidak bisa memproduksi/budidaya panen sehingga terkuras modal awalnya.
Menurutnya, kondisi ini berat terutama bagi petani yang mempunyai pinjalan KUR ke bank. Di Indramayu misalnya, sebagian petani harus mencari berbagai cara untuk dapat melakukan pembayaran cicilan.
"Sejauh ini kendalanya itu, tetapi tentu saja soal air yang menjadi harapan utama selain dukungan pembiayaan dan input pertanian yang belum juga tersedia cukup baik terutama pupuk," ujarnya.