Pelajaran yang Kerap Dilupakan dari  Kisah Nabi Musa dan Khidir Alaihimassalam

Allah SWT memberikan pelajaran berharga untuk Nabi Musa bertemu Nabi Khidir

MgIt03
Ilustrasi Nabi Musa. Allah SWT memberikan pelajaran berharga untuk Nabi Musa bertemu Nabi Khidir
Rep: Imas Damayanti Red: Nashih Nashrullah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Kisah Nabi Musa dan Khidir sesungguhnya adalah kisah mengenai orang-orang yang beriman. Namun sayangnya, umat Islam kerap abai terhadap pelajaran dan hikmah penting dari perjalanan kisah kedua makhluk Allah tersebut.  

Baca Juga


Syekh Aidh Al-Qarni dalam buku Sentuhan Spiritual menjelaskan, sebelum Khidir menjelaskan tentang rahasia-rahasia di balik perbuatannya yang membingungkan bagi Nabi Musa, ada baiknya umat Islam memperhatikan beberapa pelajaran penting dari kisah pertemuan mereka.    

Dalam Alquran dan hadits diterangkan mengenai awal mula perjumpaan Nabi Khidir dengan Nabi Musa AS.

Pertama-tama, saat sedang berceramah di depan kaumnya, Nabi Musa ditanya seseorang. “Wahai Musa, adakah orang di bumi ini yang lebih pintar daripada engkau?” Yang ditanya untuk sesaat terdiam, lalu berkata, “Tidak ada.” 

Ternyata Allah SWT tidak ridha dengan jawaban Musa. Lalu Allah SWT mengutus Jibril untuk menegaskan kepadanya, “Wahai Musa, tidakkah engkau mengetahui di mana Allah SWT meletakkan ilmu-Nya?” 

Mendengar firman Allah SWT yang dibawa Jibril, Nabi Musa sadar bahwa dia terburu-buru menyampaikan jawaban. 

Jibril kembali berkata kepadanya, "Sesungguhnya Allah SWT mempunyai seorang hamba yang berada di Majma al-Bahrain (bertemunya dua lautan) yang dia lebih alim daripada kamu." 

Mendengar perkataan itu, Nabi Musa penasaran dan ingin segera menemuinya untuk menimba ilmu kepada orang yang disebut Jibril tadi. 

Lalu timbullah keinginan dalam dalam hatinya untuk pergi dan menemui hamba yang alim itu. Namun, Musa bertanya-tanya bagaimana dia dapat menemui orang alim itu.

Seketika dia mendapatkan perintah untuk pergi dan membawa ikan di keranjang. Ketika ikan itu hidup dan melompat ke lautan maka di tempat itulah Musa akan menemui hamba alim yang dimaksud. 

Akhirnya, Musa pergi guna mencari ilmu dan beliau ditemani oleh seorang pembantunya yang masih muda, dikisahkan pembantunya itu bernama Yusya bin Nun. 

Bersama pemuda itu Nabi Musa membawa ikan di keranjang. Kemudian mereka berdua pergi untuk mencari hamba yang alim dan saleh tersebut.  

Tempat yang mereka cari adalah tempat yang sangat samar. Namun, tekad bulat menguatkan hati Musa untuk tetap menemuai sosok misterius itu. Tiba-tiba ketika mereka sedang istirahat, ikan yang mereka bawa loncat dari tempatnya. 

Entah apa penyebab, tiba-tiba ikan yang mati itu bergerak seperti hidup terbang melayang menuju sumber air tenang. Peristiwa itu tidak diketahui Musa karena sedang beristirahat. Yusya bin Nun itu heran bagaimana bisa ikan mati itu hidup kembali dan melompat ke laut. 

Yusya terus memikirkan peristiwa tadi sampai melanjutkan perjalanan yang sangat jauh. Setelah mendapati tempat istirahat lagi, mereka berdua merasa lapar. Musa menyarankan untuk membuka perbekalannya berupa ikan yang matang. 

Nabi Musa berkata kepadanya, “Coba bawalah perbekalan yang kita bawa, kita akan makan siang di sini. Sungguh kita telah merasakan keletihan akibat perjalanan ini.” 

 

 

Pembantunya tidak bisa menjawab ketika Nabi Musa meminta perbekalan berupa ikan itu. Dengan perasaan bersalah dia menceritakan tentang apa yang terjadi terhadap perbekalan berupa ikan yang telah hidup dan lompat ke lautan luas. 

Melompatnya ikan itu ke lautan adalah sebagai tanda bahwa di tempat itulah mereka akan bertemu dengan seseorang lelaki yang alim. Nabi Musa dan pembantunya kembali dan menelusuri tempat mereka beristirahat. Akhirnya, Musa sampai di tempat ikan melompat. Di sanalah mereka mendapatkan hamba Allah SWT yang alim dan saleh, Khidir. (QS al-Kahfi [18] :61-65).  

"Siapa kamu?" Musa menjawab, "Aku adalah Musa." Khidir berkata, "Bukankah engkau Musa dari Bani Israil? Bagimu salam wahai Nabi dari Bani Israil."

Musa berkata, "Dari mana engkau mengenalku?" Khidir menjawab, "Sesungguhnya yang mengenalkan engkau kepadaku adalah yang juga memberitahuku siapa engkau." 

“Lalu, apa yang engkau inginkan wahai Musa?" tanya Khidir lagi. Musa berkata dengan penuh kelembutan dan kesopanan, "Apakah aku dapat mengikutimu agar engkau dapat mengajariku sesuatu yang engkau telah memperoleh karunia dari-Nya." 

Khidir berkata, "Tidakkah cukup di tanganmu Taurat dan bukankah engkau telah mendapatkan wahyu. Sungguh wahai Musa, jika engkau ingin mengikutiku, engkau tidak akan mampu bersabar bersamaku." 

Karena Musa memaksa untuk ikut, akhirnya Khidir mengajukan persyaratan agar Musa tidak bertanya sesuatu pun sehingga pada saatnya nanti ia akan mengetahuinya atau dia Nabi Khidir sendiri yang akan menjelaskannya. "Jika engkau mengikutiku, maka janganlah kamu menanyakan kepadaku tentang sesuatu pun, sampai aku sendiri menerangkannya kepadamu." (QS al-Kahfi[18]: 66-70). 

Pelajaran kerap luput diamalkan

Syekh Aidh Al Qarni menjabarkan tiga pelajaran penting yang bisa dipetik dari kisah Nabi Musa dan Khidir. Berikut penjabarannya:  

1. Musa dengan ketegarannya dan kewibawaannya rela meninggalkan negeri dan bangsanya menuju perjalanan panjang. Yakni menuntut ilmu yang bermanfaat dari Khidir meskipun tanpa diragukan lagi bahwa Musa lebih baik dari Khidir 

Baca juga: 5 Pilihan Doa Ini Bisa Jadi Munajat kepada Allah SWT Perlancar Rezeki

 

2. Ilmu itu adalah firman Allah SWT dan sabda Rasulullah SAW. Apapun buku karangan yang kosong dari firman Allah dan sabda Nabi, kata Syekh Aidh, maka kerugiannya lebih besar daripada manfaatnya. Karena dia kehilangan cahaya Alquran dan hadits.  

Sebab agama Nabi Muhammad SAW adalah sebuah kabar yang paling berharga bagi seseorang. Syekh Aidh berkata, "Engkau takkan menolak hadits dan ahlinya karena pendapat itu adalah malam sedangkan hadis adalah siang hari. Ilmu itu firman Allah dan sabda Rasulullah, dan perkataan para sahabat yang tinggi keilmuannya." 

3. Apa sikap kita selaku umat pemimpin yang ditugaskan untuk memimpin seluruh manusia menuju keesaan dan keimanan. Buku-buku telah dicetak dengan cetakan yang istimewa. 

Hadits-hadits telah dikukuhkan kebenarannya. Telah dibuat katalog daftar isi ilmiah hingga mempermudah seorang pelajar untuk mencari suatu hadits atau permasalahan tertentu.  

 

Sehingga tidak ada udzur bagi kita untuk tidak mendalami ilmu syariat. Allah SWTT akan menanyakan tentang segala waktu yang tidak kita gunakan untuk menuntut ilmu.

Infografis tentang Nabi Khidir - (Dok Republika)

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler