Hizbullah: Laut Merah Telah Jadi Zona Konflik 

Apa yang dilakukan Amerika di Laut Merah akan membahayakan keamanan navigasi maritim.

Anadoulu
Kapal terlihat dari kejauhan di Laut Merah.
Rep: Kamran Dikarma Red: Setyanavidita livicansera

REPUBLIKA.CO.ID, BEIRUT – Pemimpin Hizbullah Hassan Nasrallah mengatakan, saat ini Laut Merah telah menjadi zona konflik. Dia menuduh Amerika Serikat (AS) bertanggung jawab atas hal tersebut.

Baca Juga


“Yang lebih berbahaya adalah apa yang dilakukan Amerika di Laut Merah akan membahayakan keamanan seluruh navigasi maritim, bahkan kapal-kapal yang tidak menuju Palestina, bahkan kapal-kapal yang bukan milik Israel, bahkan kapal-kapal yang tidak ada hubungannya dengan persoalan tersebut. Hal ini karena laut tersebut telah menjadi arena pertempuran, rudal, drone, dan kapal perang,” kata Nasrallah, Ahad (14/1/2024).

Nasrallah mengingatkan, meskipun AS dan Inggris baru-baru ini meluncurkan serangan ke Yaman, hal itu tidak akan menghentikan kelompok Houthi menyerang kapal-kapal dagang di Laut Merah yang dimiliki Israel atau berlayar menuju Israel. Houthi memang telah menyatakan akan membalas serangan AS dan Inggris. “Agresi Amerika dan Inggris tidak akan luput dari ganjaran,” kata Houthi dalam sebuah pernyataan, dikutip laman Middle East Monitor.

Pernyataan itu dirilis setelah AS melancarkan serangan kedua ke Yaman pada Sabtu (13/1/2024). “Agresi terang-terangan Amerika dan Inggris, yang datang untuk mendukung entitas Zionis, tidak akan menghalangi Yaman untuk melanjutkan operasi militernya melawan musuh Israel dan mencegah kapal-kapalnya serta kapal-kapal lain menuju pelabuhan-pelabuhan Palestina yang diduduki,” ungkap Houthi.

“Agresi ini, yang tentunya tidak akan terjadi tanpa hukuman dari angkatan bersenjata kami, menyoroti dampak signifikan dari operasi militer Yaman terhadap musuh Israel dan mencegah lewatnya kapal-kapal Yaman dan kapal-kapal lain dari negara lain yang membawa barang ke sana,” tambah Houthi dalam pernyataannya.

Pada Sabtu lalu, AS kembali meluncurkan serangan ke Yaman. Seperti sebelumnya, serangan terbaru membidik situs atau fasilitas milik kelompok Houthi. Komando Pusat AS (CENTCOM) mengonfirmasi serangan tersebut di X (Twitter). “Pada pukul 03.45 (waktu Sanaa) tanggal 13 Januari, pasukan AS melakukan serangan terhadap situs radar Houthi di Yaman,” ungkap CENTCOM dalam unggahannya.

“Serangan ini dilakukan oleh USS Carney (DDG 64) dengan menggunakan Rudal Serangan Darat Tomahawk dan merupakan tindakan lanjutan terhadap sasaran militer tertentu yang terkait dengan serangan yang dilakukan pada 12 Januari yang dirancang untuk menurunkan kemampuan Houthi dalam menyerang kapal maritim, termasuk kapal komersial,” tambah CENTCOM.

CENTCOM mengungkapkan, sejak 19 November 2023, kelompok Houthi yang didukung Iran telah berusaha menyerang dan mengganggu kapal-kapal di Laut Merah serta Teluk Aden sebanyak 28 kali. “Insiden ilegal ini termasuk serangan yang menggunakan rudal balistik anti-kapal, kendaraan udara tak berawak, dan rudal jelajah,” kata CENTCOM.

“Serangan ini tidak ada hubungannya dan terpisah dari Operation Prosperity Guardian, sebuah koalisi pertahanan lebih dari 20 negara yang beroperasi di Laut Merah, Selat Bab al-Mandeb, dan Teluk Aden,” tambah CENTCOM.

Pada Kamis (11/1/2024), AS dan Inggris sudah melancarkan serangan udara ke beberapa wilayah di Yaman, termasuk ibu kota Sanaa. Mereka membidik fasilitas-fasilitas milik kelompok Houthi. Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin mengungkapkan, dalam serangan tersebut militer negaranya menargetkan fasilitas yang terkait dengan kendaraan udara tak berawak atau drone, rudal balistik dan jelajah, serta kemampuan radar pesisir dan pengawasan udara milik Houthi.

Presiden AS Joe Biden mengatakan, negaranya meluncurkan serangan ke Yaman karena kelompok Houthi yang berbasis di negara tersebut telah membahayakan personel AS, perdagangan, dan mengancam kebebasan navigasi di Laut Merah. Dia menekankan, AS tidak akan ragu mengambil langkah lebih lanjut untuk melindungi kepentingannya.

“Serangan (ke Yaman-red) ini merupakan respons langsung terhadap serangan-serangan Houthi yang belum pernah terjadi sebelumnya terhadap kapal maritim internasional di Laut Merah, termasuk penggunaan rudal balistik anti-kapal untuk pertama kalinya dalam sejarah,” kata Biden dalam sebuah pernyataan yang dirilis Gedung Putih, Jumat (12/1/2024).

“Serangan-serangan ini telah membahayakan personel AS, pelaut sipil, dan mitra kami, membahayakan perdagangan, dan mengancam kebebasan navigasi,” tambah Biden. Sejak pertengahan 19 November 2023, kelompok Houthi telah meluncurkan puluhan serangan rudal dan drone ke kapal-kapal komersial yang melintasi Laut Merah.

Houthi mengklaim mereka hanya membidik kapal-kapal milik atau menuju pelabuhan Israel. Serangan terhadap kapal-kapal tersebut merupakan bentuk dukungan Houthi terhadap perjuangan dan perlawanan Palestina.

Sejak Houthi aktif menyerang kapal-kapal di Laut Merah, sejumlah perusahaan kargo memutuskan untuk menghindari wilayah perairan tersebut. Perubahan jalur laut dengan menghindari pelayaran melintasi Laut Merah dapat menyebabkan penundaan pengiriman kargo dan memicu kenaikan ongkos pengiriman.

Hal itu karena Laut Merah merupakan jalur terpendek antara Asia dan Eropa melalui Terusan Suez. Laut Merah adalah salah satu jalur laut yang paling sering digunakan di dunia untuk pengiriman minyak dan bahan bakar.

Pada 18 Desember 2023 lalu, Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin mengumumkan peluncuran Operation Prosperity Guardian (OPG). Dia mengatakan, OPG dibentuk sebagai respons atas serangan Houthi terhadap kapal-kapal komersial di Laut Merah. Negara-negara yang tergabung dalam satgas maritim OPG antara lain Inggris, Bahrain, Kanada, Prancis, Italia, Belanda, Norwegia, Seychelles, dan Spanyol. Sementara itu, kelompok Houthi menyampaikan, pembentukan satgas maritim oleh AS dan sekutunya tidak akan mengubah sikap serta dukungan mereka untuk Palestina.

sumber : reuters
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler