117 Kejadian Bencana di Jatim, 24 Ribu KK Terdampak, 5 Orang Meninggal
Kejadian bencana yang terjadi pada 2023 juga mengakibatkan ribuan rumah rusak.
REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA — Sebanyak 117 kejadian bencana dilaporkan terjadi di wilayah Provinsi Jawa Timur (Jatim) pada 2023. Kejadian bencana ini berdampak terhadap puluhan ribu keluarga.
Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Jawa Timur (Jatim) Adhy Karyono mengatakan, kejadian bencana pada 2023 menurun sekitar 47,9 persen dibandingkan tahun sebelumnya, yang mencapai 244 kejadian bencana.
Menurut dia, ada 14 jenis kejadian bencana yang terjadi di Jatim pada rentang waktu 2022-2024. “Beberapa di antaranya adalah banjir bandang, tanah longsor, cuaca ekstrem, kekeringan, hingga kebakaran hutan dan lahan,” kata Adhy, Selasa (16/1/2024).
Pada 2023, Adhy mengatakan, kejadian bencana berdampak terhadap 24 ribu kepala keluarga (KK), serta mengakibatkan lima orang meninggal dunia dan delapan orang terluka. Selain itu, kejadian bencana juga menyebabkan 3.485 rumah mengalami kerusakan.
Sementara pada 2022, menurut Adhy, kejadian bencana berdampak terhadap 110.202 KK. Bencana juga mengakibatkan 13 orang meninggal dan sekitar 43 orang terluka. Dilaporkan juga 4.289 rumah yang mengalami kerusakan akibat bencana pada 2022.
Meskipun kejadian bencana pada 2023 menurun dibandingkan tahun sebelumnya, Adhy mengimbau semua pihak tetap waspada dan siaga akan potensi bencana. Termasuk pada musim hujan kali ini. Masyarakat di Jatim diminta mewaspadai kemungkinan terjadinya cuaca ekstrem dan bencana hidrometeorologi.
Adhy mengatakan, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jatim sudah menetapkan status darurat bencana hidrometeorologi tahun 2023-2024, yang dituangkan dalam Keputusan Gubernur Nomor 188/698/KPTS/013/2023. Status itu diberlakukan selama 155 hari.
Selain itu, pada akhir Desember 2023, menurut Adhy, sebanyak 28 kabupaten/ kota di Provinsi Jatim sudah menetapkan status siaga darurat bencana dan tiga kabupaten lainnya menetapkan status tanggap darurat bencana.
“Adanya status ini salah satunya untuk menjamin kecepatan dan ketepatan dalam pengerahan sumber daya saat bencana terjadi,” kata Adhy.