Pemda Pegang Peran Penting untuk Pajak Hiburan, Ini Saran dari Ekonom
Pemda yang mengetahui kondisi riil di lapangan.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ekonom dari Center of Reform on Economics (CORE) Yusuf R Manilet mengatakan, kenaikan pajak hiburan akan dikembalikan kepada pemerintah daerah (pemda). Yusuf menyebut pemda yang mengetahui kondisi riil di lapangan terkait perubahan dari tarif pajak hiburan, terutama untuk batas atas.
"Karena pemda punya kapasitas fiskal yang berbeda dan tentu peningkatan atau penambahan PAD dari pajak asli daerah itu dibutuhkan oleh pemda yang memiliki kapasitas fiskal kecil dan juga sangat kecil," ujar Yusuf saat dihubungi Republika di Jakarta, Rabu (17/1/2024).
Namun, ucap Yusuf, pemerintah harus melibatkan pelaku usaha dalam membuka ruang diskusi dan negosiasi. Hal ini bertujuan agar kebijakan baru tidak justru mematikan pelaku usaha hiburan.
Yusuf menilai, pemerintah juga harus cermat melihat kontribusi usaha hiburan selama ini terhadap daerah. Apabila memiliki kontribusi yang besar, Yusuf menyebut pemda harus mencari jalan lain untuk meningkatkan PAD, baik dari objek pajak yang sama dengan melakukan penyesuaian tarif atau dengan mendorong penerimaan pajak dari pos pajak daerah yang lain.
"Saya belum melihat untuk semua daerah, tetapi kalau kita mengacu pada Jakarta, share pajak hiburan terhadap penerimaan pajak daerah itu hanya berkisar di angka satu persen. Dugaan saya daerah lain pun kisaran angkanya tidak akan berbeda jauh, terutama untuk daerah-daerah provinsi yang sifatnya besar," sambung Yusuf.
Untuk itu, Yusuf mengatakan, ruang dialog menjadi hal yang krusial. Pemda, ucap dia, bisa menilai terlebih dahulu keluhan dari pelaku usaha dan mensosialisasikan informasi terkait penerapan pajak hiburan yang baru. Di saat yang bersamaan, sambung Yusuf, pemda yang punya keleluasaan juga bisa mengkompensasi kenaikan tarif pajak hiburan dengan memberikan insentif tertentu bagi mereka yang terdampak dengan kenaikan pajak ini.
"Insentif ini bisa dilakukan melalui instrumen fiskal di daerah atau pun instrumen fiskal di pusat. Namun, kalau kita bicara konteks pusat, maka sekali lagi, koordinasi dengan pemerintah pusat dibutuhkan untuk menjalankan kebijakan insentif ini," kata Yusuf.