Novel Baru tentang Said Nursi, Akhir Hidup Seorang Kesatria Terakhir 

Said Nursi merupakan seorang alim yang banyak teladan.

Muhyiddin
Novel tentang Said Nursi
Rep: Muhyiddin Red: Erdy Nasrul

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Said Nursi (1877-1960) adalah ulama pembaharu Turki dan seorang ahli ilmu kalam masyhur dalam dunia Islam. Ia merupakan salah satu ulama besar yang mendapat julukan Badiuzzaman, yang artinya Keajaiban Zaman.  Julukan ini merujuk pada keilmuan dan kealiman dari Said Nursi.

Baca Juga


Sejak umur tujuh tahun, Said Nursi sudah hafal Alquran. Bahkan, pada usia 15 tahun, sudah hafal lebih dari 80 kitab kasik karya ulama terkemuka. saat usianya masih remaja, puluhan ulama menguji kemahirannya dalam ilmu Alquran dan masalah-masalah hukum Islam.

Semua pertanyaan yang diajukan para alim ulama Turki pada masa itu pun dijawab tuntas dengan jawaban yang sangat memuaskan. Kealiman dan kemampuannya yang di atas rata-rata manusia itu, membuatnya untuk terus mengabdikan diri pada dakwah Islam dan negerinya. 

Banyak pelajaran yang bisa diambil dari perjalanan hidup dan dakwahq sosok Said Nursi. Semua itu ditemukan dalam novel terbaru berjudul "Ksatria Terakhir" yang diterjemahkan dari buku Akhirul Fursan karya Syekh Farid al-Anshory. 

Penerjemah buku itu, Astri Katrini Alafta menjelaskan, Syekh Farid al-Anshory merupakan seorang ulama sekaligus sastrawan asal Maroko. Dia mengibaratkan sosok Syekh Farid ini dengan ulama dan sastrawan ternama di Indonesia, yaitu Buyaa Hamka. 

"Karya beliau salah satunya adalah Akhirul Fursan yang sudah diterjemahkan kita dan diterbitkan oleh Republika Penerbit ini. Judul aslinya dalam bahasa Turki son şövalye," ujar Astri dalam diskusi daring yang digelar Forum Akselerasi Masyarakat Madani Indonesia (WAG FAMMI) dan Forum Studi Kebudayaan FSRD ITB, Kamis (18/1/2024) malam. 

Pemimpin Redaksi Majalah Mata Air ini menuturkan, Said Nursi memberikan julukan bagi dirinya sendiri dengan dua periode, yaitu periode Said Lama dan periode Said Baru. Dalam periode Said Lama, menurut dia, Said Nursi masih menjadi ulama biasa.

"Lalu periode Siad Baru adalah periode ketika beliau mulai mendapatkan ilham untuk menuliskan tafsir-tafsir Alquran yang nantinya akan dikenal dengan Risalah Nur," ucap Astri.

 

Lihat halaman berikutnya >>>

 

 

Risalah Nur adalah kitab agung Said Nursi yang terhimpun sebanyak 130 buah risalah dalam 14 jilid besar. Menurut Astri, dalam Risalah Nur, Said Nursi menafsirkan sekitar 300 ayat Alquran.

Kitab Risalah Nur ini lah yang menjadi salah satu referensi Syekh Farid al-Anshory dalam menulis novel "Kesatria Terakhir" ini. Selain itu, Syekh Farid juga merujuk pada kitab Ar-Rajulu Al Qadri karya Orkhan Muhammad Ali yang berisi tentang sejarah Kesultanan Usmaniyah.

"Dua buku besar ini kemudian menjadi rujukan bagi novel ini. Jadi bisa dibayangkan, buku-buku besar, buku hebat, kitab hebat jadi rujukan untuk sebuah novel," kata Astri. 

Novel Kesatria Terakhir ini diterbitkan dengan bahasa sastra yang luar biasa indah. Ketika menerjemahkan buku ini, Astri pun mengaku tidak bisa menahan diri untuk terharu dan menangis, khususnya ketika Said Nursi Nursi diadili di sebuah mahkamah pengadilan.   

Ketika Said Nursi akan diadili, menurut Astri, jendela ruang sidang di belakangnya sengaja dibuka untuk memperlihatkan para ulama Turki yang telah digantung di tiang gantungan dan dibiarkan membusuk di tiang itu. Orang-orang dzalim itu seakan-akan ingin menegaskan kepada Said Nursi bahwa dia akan digantung seperti para ulama lainnya itu. 

Astri mengatakan, para ulama tersebut digantung setelah diajukan sebuah pertanyaan dan pertanyaan tersebut juga diajukan kepada Said Nursi. "Pertanyaannya cuma satu, yang juga diajukan kepada ulama yang diadili, yaitu apakah kamu pendukung syariat atau bukan? Dan setiap yang menjawab iya, pasti digantung," kata Astri. 

Nursi pun selalu menjawab "iya" atas pertanyaan yang diajukan tersebut. Ketika berada di dalam pengadilan itu, Nirsi menjawab dengan sangat bahwa dirinya adalah seorang pendukung syariat. Bahkan, Nursi menegaskan bahwa jika nyawanya ada 100 sekalipun, maka semua nyawanya itu akan mendukung syariat.

Namun, seperti apa syariat yang didukung Said Nursi? Menurut Astri, Said Nursi menyatakan bahwa Said Nursi mendukung syariat yang tidak memecah belah, yang mencerdaskan umat, dan syariat yang tidak anarkis. 

"Itu jawaban beliau. Maka saat itu luar biasa ajaib beliau bisa lolos dari tiang gantungan berulang kali. Walaupun tetap mempertahankan prinsipnya. Ini yang luar biasa," jelas Astri. 

Di kala Perang Durua I hingga menyelang detik-detik runtuhnya Kekhalifahan Turki Utsmani, Said Nursi terus berjuang hingga titik darah penghabisan. Puluhan penjara di jalaninya, puluhan kota dan negara disinggahinya, ribuan kilometer jarak harus ditempuhnya demi mempertahankan negerinya dari gerakan sekularisme dan kekejaman penjajah.

Menurut Astri, Said Nursi ditangkap berulang kali, diasingkan, dan bahkan dimasukkan ke rumah sakit jiwa. Hingga akhirnya Nursi pun wafat di pengasingan. Bagian akhir novel "Ksatria Terakhir" ini pun membuat Astri merinding.  

"Jadi saya paling merinding ketika menerjemahkan bagian terakhir adalah saat detik-detik terakhir sebelum wafatnya beliau, bagaimana beliau dijauhkan dari Istanbul, disiksa batinnya," ucap Astri.

 

Lihat halaman berikutnya >>>

 

Said Nursi wafat pada Rabu dini hari pukul 03:00 pada 23 Maret 1960 M atau bertepatan dengan 25 Ramadan 1379 H. Menariknya, sebelum meninggal, Said Nursi sempat berpesan kepada murid-muridnya untuk meneruskan khidmah dan usahanya untuk menegakkan dan mengembalikan lagi Alquran ke dalam qalbu umat Islam.

"Lalu beliau juga mengatakan kepada murid-muridnya, jika nanti saya wafat tolong biarkan makam saya tidak diketahui oleh orang banyak," kata Astri.  

Keinginan terakhir Said Nursi itu pun dikabulkan oleh Allah SWT melalui tangan orang-orang dzalim. Bagian ini diterjemahkan Astri menjelang waktu Subuh, sehingga dia pun merasakan hal yang luar biasa ketika membaca novel berbahasa Turki itu.

"Saya menyelesaikan penerjemahan ini sebelum Subuh. Jadi waktu itu saya merasakan luar biasa ketika makam itu dibongkar dan ditemukan jasad beliau masih dalam kondisi yang sangat bagus, sangat baik, tidak ada rusak sama sekali, bahkan tersenyum dan wangi," jelas Astri.  

Lalu, setelah beberapa bulan kemudian, semua orang yang berpartisipasi dalam proses pemindahan makam Said Nursi itu meninggal semua. Sehingga, tidak ada satu orang pun yang mengetahui letak makam Said Nursi sekarang ini.

Buku novel ini penuh hikmah dan ibrah, sehingga sangat cocok untuk dibaca oleh semua kalangan. Tidak hanya itu, buku ini juga kaya literasi sastra, sehingga sangat cocok untuk dibaca generasi penerus bangsa. Dengan membaca buku ini, anak-anak juga akan mendapatkan pelajaran sejarah yang luar biasa, khususnya tentang Kekhalifan Turki Usmani. 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler