Studi: Perubahan Iklim Sebabkan Kekeringan Ekstrem di Amazon   

Kekeringan ekstrem ini berdampak pada jutaan orang di lembah Amazon.

AP Photo/Edmar Barros
Warga berjalan di danau Puraquequara yang mengering untuk mencari air di tengah kekeringan parah, di Manaus, negara bagian Amazonas, Brazil, Kamis, (5/10/2023).
Rep: Gumanti Awaliyah Red: Friska Yolandha

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perubahan iklim merupakan penyebab utama kekeringan dahsyat yang melanda Amazon tahun lalu, demikian menurut studi dari para ilmuwan di kelompok World Weather Attribution (WWA). Kekeringan pertanian yang bersejarah ini berdampak pada jutaan orang di seluruh lembah Amazon, memicu kebakaran hutan yang sangat besar, menyusutkan saluran air utama, dan berdampak buruk bagi satwa liar.

Baca Juga


Beberapa ahli berpendapat bahwa datangnya fenomena cuaca El Nino yang terjadi secara alamiah merupakan penyebab dari kondisi tinderbox tersebut. Namun studi terbaru dari para ilmuwan WWA, menemukan bahwa perubahan iklim yang disebabkan oleh polusi karbon yang memanaskan bumi adalah penyebab utamanya. 

Menurut peneliti, hal tersebut telah membuat kekeringan 30 kali lebih mungkin terjadi dari bulan Juni hingga November 2023. Peneliti juga memperingatkan bahwa situasi ini akan semakin memburuk seiring dengan memanasnya iklim, mendorong Amazon menuju titik kritis iklim.

Para ilmuwan khawatir bahwa perubahan iklim dan deforestasi yang terjadi secara bersamaan dapat mengintensifkan kekeringan dan pemanasan di Amazon. Selain itu juga dapat memicu percepatan transisi dari hutan tropis menjadi sabana dan mengurangi kapasitasnya untuk menyimpan karbon.

Dilansir Phys, Senin (29/1/2024), Amazon diperkirakan menyimpan lebih dari 100 miliar ton karbon di pepohonan dan tanahnya, lebih dari dua kali lipat emisi tahunan seluruh dunia dari semua sumber.

"Amazon dapat membuat atau menghancurkan perjuangan kita melawan perubahan iklim. Namun, jika kita membiarkan emisi yang disebabkan oleh manusia dan deforestasi mendorongnya melewati titik kritis, hutan akan melepaskan karbon dioksida dalam jumlah besar, yang akan semakin memperumit perjuangan kita melawan perubahan iklim,” kata Regina Rodrigues, Profesor Oseanografi Fisik dan Iklim di Federal University of Santa Catarina.

Kondisi kekeringan di lembah Amazon telah terjadi sejak pertengahan tahun 2023 akibat curah hujan yang rendah dan suhu yang tinggi. Permukaan sungai berkurang secara dramatis, menghancurkan wilayah yang bergantung pada labirin saluran air untuk transportasi dan kebutuhan dasar.

Tanaman gagal panen dan masyarakat menghadapi kekurangan makanan dan air minum. Suhu air yang sangat hangat juga dikaitkan dengan kematian sekitar 150 lumba-lumba dalam kurun waktu seminggu di sebuah danau di Amazon, Brazil.

Untuk menyelidiki peran perubahan iklim....

 

 

 

 

 

Untuk menyelidiki peran perubahan iklim dalam kekeringan tersebut, para ilmuwan menggunakan data cuaca dan simulasi model komputer. Mereka membandingkan iklim saat ini dengan situasi sebelum pemanasan global. Mereka menemukan bahwa perubahan iklim telah membuat curah hujan yang rendah 10 kali lebih mungkin terjadi dan kekeringan pertanian sekitar 30 kali lebih mungkin terjadi.

Para peneliti memperingatkan bahwa meskipun kekeringan saat ini terjadi sekali dalam 50 tahun, dengan pemanasan global sebesar 2 derajat Celcius, Amazon akan mengalami kondisi seperti ini setiap 13 tahun sekali.

 

"Hasil ini sangat mengkhawatirkan. Perubahan iklim dan deforestasi telah merusak bagian dari ekosistem terpenting di dunia. Pilihan kita dalam memerangi perubahan iklim tetap sama di tahun 2024, terus menghancurkan kehidupan dan mata pencaharian dengan membakar bahan bakar fosil, atau mengamankan masa depan yang sehat dan layak huni dengan segera menggantinya dengan energi terbarukan yang bersih,” kata Friederike Otto, Dosen Senior Ilmu Iklim di Grantham Institute di Imperial College London.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler