Syekh Nawawi Ungkap Dampak Buruk Perut Terlalu Kenyang
Perkara yang dapat mengekang syahwat tidak lain hanyalah rasa lapar.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Syekh Muhammad Nawawi bin Umar al-Banteni dalam kitab Nashaihul Ibad dengan mengutip pernyataan Yahya bin Mu’adz ar-Razi mengungkapkan dampak buruk akibat perut terlalu kenyang. Untuk diketahui, Yahya bin Mu’adz ar-Razi mendapat julukan sebagai lautan kebenaran, pembimbing ulama, dan penjelajah jalan menuju Tuhan.
مَنْ كَثُر شَبَعُهُ كَثرُ الحَمُهُ وَمَنْ كَثرُ لَحَمُهُ كَثْرَ شَهْوَتُهُ وَمَنْ كَثَرُتْ شَهْوَتُهُ كَثُرَتْ ذُنُوبُهُ وَمَنْ كَثُرَتْ ذُنُوبُهُ قَسَى قَلْبُهُ وَمَنْ قَسَى قَلْبُهُ عَرِقَ فِي آفَاتِ الدُّنْيَا وَزِينَتِهَا.
Diriwayatkan dari Yahya bin Mu’adz ar-Razi, "Siapapun yang banyak kenyangnya, maka akan banyak dagingnya. Siapapun yang banyak dagingnya, maka akan besar syahwatnya. Siapapun yang besar syahwatnya, maka banyak dosanya. Siapapun yang banyak dosanya, maka akan keras hatinya. Siapapun yang keras hatinya, maka ia akan tenggelam dalam bahaya-bahaya dunia dan hiasannya."
Siapapun yang banyak makan (hanya menuruti nafsu perut), maka akan banyak dagingnya. Berbeda dengan orang yang banyak makan karena ketajaman zikir.
Hal ini tidak akan membahayakan, karena sebagian dari para wali, tarekatnya adalah dengan banyak makan karena cepat tercernanya makanan dengan panasnya bekas zikir. Sesungguhnya bekas zikir itu bagaikan api, berbeda dengan bekas shalawat kepada Nabi Muhammad SAW maka akan terasa sejuk.
Siapapun yang banyak dagingnya, maka akan besar syahwatnya. Sedang perkara yang dapat mengekang syahwat tidak lain hanyalah rasa lapar. Orang yang besar syahwatnya, maka ia akan besar dosanya, karena syahwat dapat menghalanginya dari mengingat Allah SWT.
Sedang orang yang sudah banyak dosanya, pasti akan memiliki hati yang keras. Sehingga sangat sulit menerima petunjuk (nasihat).
Jika orang itu sudah memiliki hati yang keras, maka ia akan tenggelam ke dalam bahaya dunia dengan segala hiasannya. Dilansir dari kitab Nashaihul Ibad yang diterjemahkan Abu Mujaddidul Islam Mafa dan diterbitkan Gitamedia Press, 2008.