Kritisi Masalah Pinjol untuk Biaya Kuliah, Anies Sebut Negara Lepas Tangan
Capres Anies Baswedan meminta kampus tidak melihat mahasiswa sebagai costumer
REPUBLIKA.CO.ID, BREBES -- Calon presiden (capres) nomor urut 1 Anies Baswedan mengkritisi ihwal masalah cicilan biaya kuliah mahasiswa yang menggunakan pinjaman online (pinjol). Anies menyampaikan bahwa negara harus bertanggung jawab dalam menangani permasalahan tersebut karena menurutnya itu terjadi akibat kesalahan negara.
"Negara yang salah sampai ini bisa terjadi, tidak boleh ada situasi dimana anak putus sekolah karena tidak bisa membayar kuliah, lalu kampusnya dan negaranya lepas tangan, 'silahkan Anda urus sendiri cari sendiri'. Di negara kapitalis paling ekstrem saja nggak begitu," ujar Anies usai melakukan kegiatan kampanye akbar di Brebes, Jawa Tengah, Selasa (30/1/2024).
Menurut Anies, hal terpenting jika mahasiswa mengalami kesulitan tidak mampu membayar biaya kuliah, seharusnya diajak untuk berdialog. Negara mesti berupaya bagaimana masyarakat yang butuh pendidikan bisa menuntaskan kuliahnya.
"Itu nomor satu paling penting, kampus itu melihat mahasiswa bukan sebagai customer jasa pendidikan tapi pandang siswa itu sebagai anak bangsa yang nanti akan membawa kemajuan bagi bangsa ini. Tapi kalau mereka dipandang sebagai customer, customer tidak bisa bayar karena tidak mampu bukan karena tidak mau. Kemudian dihentikan maka negara menjadi transaksi murahan sama rakyat," ungkapnya.
Anies tidak sepakat bahwa pinjol untuk biaya kuliah mahasiswa dimaksudkan memudahkan pembayaran uang kuliah. Pandangan itu dinilai tidak tepat karena ada bunga yang mengalir dalam proses transaksi tersebut.
"Apalagi bunganya lebih tinggi daripada bunga normal di tempat lain, ini yang namanya tidak berkeadilan, akar masalahnya apa? akar masalahnya karena negara tidak mau mengalokasikan uang yang cukup untuk biaya pendidikan tinggi," ujar eks Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI periode pertama Presiden Joko Widodo.
Menurut Anies, biaya pendidikan secara prinsip mestinya ditanggung oleh dua pihak, yakni orang tua dan negara. Dia menyebut ada pergeseran preferensi pengambilan tanggung jawab dari pihak negara.
"Porsi yang ditanggung oleh negara dulu besar, orang tua dulu membayarnya sedikit, sehingga semua orang bisa kuliah. Sekarang terbalik, orang tua yang harus menanggung biaya negara, nanggungnya kecil ini akar masalahnya. Jadi selama akar masalah ini tidak diselesaikan ini akan berulang terus dan peristiwa ini ironis," ujarnya.
Anies memyebut, letak ironisnya adalah ketika keputusan dari pengelola universitas justru bicara tentang cari pinjaman dari tempat lain. Bukannnya mengutamakan proses pendidikan untuk dirampungkan terlebih dahulu.
"Ini Universitas terkemuka di Republik ini, institut yang menghasilkan dua presiden. Kewibawaan itu dijaga dengan membuat institusi ini menjadi eskalator sosial ekonomi jangan menjadi institusi penjajah ilmu yang menjual kepada orang yang mampu membeli itu yang sedang terjadi, ini yang harus berubah," lanjutnya. Eva Rianti
Sebelumnya diberitakan, jagad media sosial X dihebohkan oleh postingan akun ITBfess berisi tentang kampus ITB yang menawarkan mahasiswa membayar uang kuliah tunggal (UKT) menggunakan pinjaman online (pinjol) dan berbunga. Sontak postingan tersebut direspons negatif oleh kalangan warganet.
Seperti dilihat pada postingan tersebut, terdapat foto selembaran berisi informasi tentang program cicilan kuliah bulanan di Institut Teknologi Bandung (ITB). Program itu bekerja sama dengan pihak ketiga.
Disebutkan di selembaran tersebut, pihak ketiga merupakan mitra resmi ITB. Selain itu, terdapat program cicilan enam bulan hingga 12 bulan. Proses pengajuan tanpa down payment (DP) dan tanpa jaminan apa pun.