Perang Gaza dan Semakin Surutnya Jamaah Sholat Jumat di Masjid Al-Aqsa 

Israel menggunakan Perang Gaza untuk kuasai penuh Masjid Al-Aqsa

AP Photo/Mahmoud Illean
Militer Zionis Israel berjaga di Kompleks Masjid Al-Aqsa (ilustrasi). Israel menggunakan Perang Gaza untuk kuasai penuh Masjid Al-Aqsa
Rep: Mabruroh, Dwina Agustina   Red: Nashih Nashrullah

REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM — Jumat ke-17, Masjid Al-Aqsa semakin lenggang karena pembatasan Israel terhadap para Muslim yang ingin melaksanakan sholat Jumat. 

Baca Juga


Tentara Israel yang terus berjaga di sepanjang waktu, mencegah puluhan ribu Muslim Palestina menghadiri sholat Jumat, sejak perang dimulai di Jalur Gaza.

“Hanya 13 ribu orang yang dapat memasuki Masjid untuk melakukan sholat, dibandingkan dengan lebih dari 50 ribu Muslim pada hari Jumat biasa,” kata seorang pejabat di Departemen Wakaf Islam di Yerusalem, dilansir dari Middle East Monitor, Sabtu (3/2/2024).

Saksi mata mengatakan, bahwa Masjid itu tampak hampir kosong dari umat Muslim karena pembatasan Israel.

Polisi telah memberlakukan pembatasan untuk memasuki Masjid Al-Aqsa sejak awal perang di Gaza pada 7 Oktober 2023, dan mereka lebih-lebih sangat ketat pada hari Jumat.

Polisi Israel memasang penghalang di pintu masuk Kota Tua dan di gerbang luar Masjid Al-Aqsa dan hanya mengizinkan orang tua atau lansia untuk lewat, sedangkan para pemuda dilarang.

Pembatasan Israel memaksa ratusan jamaah Muslim Palestina melakukan sholat Jumat di jalan-jalan dekat Kota Tua. "Polisi Israel secara signifikan dikerahkan di sekitar lokasi sholat,” kata saksi mata.

Dilansir dari WAFA, Kamis (11/1/2024), sejak 2003, otoritas pendudukan Israel telah mengizinkan pemukim Yahudi Israel masuk ke kompleks hampir setiap hari. Pengecualian hanya Jumat, hari istirahat dan ibadah sholat Jumat bagi umat Muslim.

Israel merebut Yerusalem Timur, di mana Masjid Al-Aqsa berada, dalam Perang Enam Hari pada 1967. Sebuah langkah yang tidak pernah diakui oleh komunitas internasional.

Selama perang yang dimulai pada 7 Oktober lalu, Israel semakin membatasi Muslim memasuki Masjid Al-Aqsa. Termasuk pada hari jumat, banyak umat Muslim yang dilarang mendirikan sholat jumat di dalam masjid.

Kini, Israel tak hentinya memberlakukan pembatasan ketat pada jamaah sejak meluncurkan serangan militer mematikan terhadap Jalur Gaza, setelah serangan lintas batas oleh Hamas di mana Israel mengatakan 1.200 orang Israel tewas terbunuh. 

Namun, sejak itu, telah diungkapkan Haaretz, bahwa helikopter dan tank tentara Israel, pada kenyataannya, telah menewaskan lebih banyak dari 1.139 tentara dan warga sipil, yang diklaim oleh Israel telah dibunuh oleh Perlawanan Palestina.

Setidaknya 27.131 orang Palestina gugur terbunuh, sebagian besar wanita dan anak-anak, dan 66.287 lainnya terluka, menurut otoritas kesehatan Palestina.

 

Direbut Israel

Area masjid ini sudah menjadi titik pertengkaran yang konstan dalam konflik Palestina-Israel. Situs ini telah menjadi wilayah yang paling diperebutkan di Tanah Suci sejak Israel menduduki Yerusalem Timur, termasuk Kota Tua, pada 1967, bersama dengan Tepi Barat dan Jalur Gaza. Namun, konflik lebih jauh ke belakang, ke sebelum penciptaan Israel.

Al-Aqsa adalah nama masjid yang memiliki kubah berwarna perak di dalam kompleks seluas 35 hektare yang disebut sebagai al-Haram al-Sharif oleh umat Islam dan sebagai Temple Mount oleh orang Yahudi.

Tempat ini ini terletak di kota tua Yerusalem, yang telah ditetapkan sebagai situs warisan dunia oleh Badan Budaya PBB UNESCO, dan penting bagi tiga agama Abraham.

Pada 1947, PBB menyusun rencana partisi untuk memisahkan sejarah Palestina. Kemudian di bawah kendali Inggris, wilayah ini menjadi dua negara, satu untuk orang Yahudi, terutama dari Eropa, dan satu untuk warga Palestina. Negara Yahudi diberikan 55 persen dari tanah itu, dan 45 persen sisanya adalah untuk negara Palestina.

Yerusalem yang menampung kompleks Al Aqsa milik komunitas internasional di bawah administrasi PBB. Area ini diberikan status khusus ini karena pentingnya bagi tiga agama Abraham.

Perang Arab-Israel pertama pecah pada 1948 setelah Israel menyatakan kenegaraan, mencaplok sekitar 78 persen tanah Palestina. Daerah yang tersisa di Tepi Barat, Yerusalem Timur, dan Gaza berada di bawah kendali Mesir dan Yordania.

Peningkatan pencaplokan Israel di tanah Palestina yang diintensifkan pada 1967, setelah Perang Arab-Israel kedua. Peristiwa ini mengakibatkan pendudukan Israel di Yerusalem Timur dan akhirnya aneksasi ilegal Israel di Yerusalem, termasuk Kota Lama dan Al Aqsa.

Baca juga: Hadiahkan Bacaan Surat Al Fatihah untuk Orang Meninggal, Ini Penjelasan Prof Quraish

 

Pengaturan ilegal Israel atas Yerusalem Timur, termasuk Kota Tua, melanggar beberapa prinsip hukum internasional. Aturan ini menguraikan bahwa kekuatan pendudukan tidak memiliki kedaulatan di wilayah yang ditempati.

Selama bertahun-tahun, pemerintah Israel telah mengambil langkah lebih lanjut untuk mengendalikan dan menguasai kota tua dan Yerusalem Timur secara keseluruhan. Pada 980, Israel mengeluarkan undang-undang yang menyatakan Yerusalem sebagai ibu kota Israel. Tindakan ini melanggar hukum internasional.

Saat ini, tidak ada negara di dunia yang mengakui kepemilikan Israel atas Yerusalem atau upayanya untuk mengubah geografi dan susunan demografis kota. Meski beberapa negara telah menempatkan perwakilan dan kedutaan besar di wilayah itu.

Sumber: middleeastmonitor

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler