Cina Tuduh Kapal Filipina Mendarat Ilegal di Second Thomas Shoal di Laut Cina Selatan
Cina dan Filipina berebut klaim di wilayah perairan tersebut.
REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Pemerintah Cina menuding sebuah kapal sipil Filipina mendarat secara "ilegal" di atol Kepulauan Spartly, Laut Cina Selatan (LCS). Beijing dan Manila diketahui terlibat persengketaan klaim di wilayah perairan tersebut.
Lewat sebuah keterangan yang diunggah di platform Weixin pada Sabtu (3/2/2024), Penjaga Pantai Cina mengungkapkan, kapal sipil tersebut berada di sana untuk keperluan pasokan. Filipina diketahui menempatkan sejumlah kecil pasukan di sebuah kapal perang era Perang Dunia II yang rusak dan sudah terapung di Second Thomas Shoal sejak 1999.
Kapal perang itu berfungsi sebagai pos terdepan untuk menjaga klaim maritim Filipina di LCS. Filipina secara rutin mengirim pasokan logistik kepada pasukannya di kapal tersebut.
Bulan lalu, Panglima Angkatan Bersenjata Filipina Jenderal Romeo Brawner mengatakan, negaranya akan mengembangkan sembilan pulau di LCS yang masuk teritorial Filipina. Hal itu disampaikan ketika Filipina masih terlibat ketegangan dengan Cina perihal persengketaan klaim di wilayah perairan tersebut.
Selain Second Thomas Shoal, yang secara lokal dikenal sebagai Ayungin, Filipina menempati delapan wilayah lain di LCS dan menganggapnya sebagai bagian dari zona ekonomi eksklusifnya.
"Kami ingin meningkatkan kesembilan pulau tersebut, terutama pulau-pulau yang kami duduki," kata Brawner kepada awak media setelah menghadiri konferensi komando yang dipimpin Presiden Filipina Ferdinand Marcos Jr., 15 Januari 2024 lalu, dikutip laman the Globe and Mail.
Thitu, pulau terbesar dan paling strategis penting di LCS, termasuk ke dalam sembilan pulau yang hendak dibangun oleh Filipina. Dikenal secara lokal sebagai Pag-asa, Thitu terletak sekitar 480 kilometer sebelah barat provinsi Palawan, Filipina.
Brawner mengungkapkan, pihaknya juga ingin menghadirkan mesin desalinasi untuk tentara Filipina yang tinggal di kapal perang rusak di Second Thomas Shoal.
Akhir tahun lalu, Filipina mengatakan negaranya tidak memprovokasi konflik di LCS. Hal itu disampaikan setelah Cina menuduh Manila melanggar batas wilayahnya di LCS yang dipersengketakan.
"Filipina tidak memprovokasi konflik. Kami mengikuti hukum internasional dan kami hanya menerapkan hukum domestik, yang berarti batas wilayah perairan dan zona ekonomi eksklusif di mana kami memiliki hak kedaulatan,” kata juru bicara militer Filipina, Medel Aguilar, saat diwawancara stasiun televisi pemerintah negara tersebut, PTV, pada 26 Desember 2023 lalu.
Aguilar menekankan, Filipina tidak melakukan aktivitas yang membahayakan kapal dan pelaut. Dia justru menuduh Cina yang melakukan manuver berbahaya dan terkadang mengakibatkan insiden tubrukan di laut.
"Merekalah (Cina) yang melakukan semua pelanggaran," ujarnya.
Pada 25 Desember 2023, People’s Daily, media corong Partai Komunis Cina, menulis bahwa Filipina, dengan dukungan Amerika Serikat (AS), terus memprovokasi Beijing dengan perilaku "sangat berbahaya". Cina menuduh Manila secara serius membahayakan perdamaian dan stabilitas regional.
Cina diketahui mengeklaim sebagian besar LCS sebagai teritorialnya. Klaim itu ditentang sejumlah negara ASEAN yang wilayahnya turut mencakup perairan tersebut, seperti Filipina, Vietnam, Brunei Darussalam, dan Malaysia. Wilayah Laut Natuna Utara Indonesia juga bersinggungan langsung dengan klaim Cina di LCS.
Filipina sebenarnya memenangkan putusan arbitrase internasional melawan Cina pada 2016. Putusan itu menganulir klaim kedaulatan Cina atas sebagian besar wilayah LCS. Kendati demikian Beijing menolak mematuhi putusan tersebut.