Kejagung Sita Uang Ratusan Miliar Hingga Emas dalam Penyidikan Kasus PT Timah
Penyidik Kejagung juga menyita 55 unit kendaraan berat untuk menambang timah ilegal.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kejaksaan Agung (Kejagung) menyita uang tunai sedikitnya Rp 100 miliar dan satu kilogram (kg) emas dalam penyidikan korupsi bijih timah PT Timah Tbk. Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung, Kuntadi mengatakan, selain uang tunai, jajarannya turut menyita kendaraan berat.
Adapun aset kendaraan itu untuk kegiatan eksplorasi ilegal bijih timah di Provinsi Bangka Belitung. Kuntadi mengatakan, penyitaan uang tunai, terdiri mata uang lokal dan asing. "Untuk penyitaan uang tunai, kita (penyidik) melakukan penyitaan dalam Rupiah (Rp) sebesar Rp 83,83 miliar," kata Kuntadi di gedung Kejagung, Jakarta Selatan, Selasa (6/2/2024).
Adapun penyitaan dalam mata uang, terdiri 1,54 juta dolar AS atau sekitar Rp 24,38 miliar, dan 443,4 ribu dolar Singapura atau sekitar Rp 5,19 miliar, serta 1.840 dolar Australia atau sekitar Rp 18,89 juta. "Penyidik juga melakukan penyitaan terhadap emas logam mulia sebesar 1.062 gram," ujar Kuntadi.
Selain uang dan logam mulia, menurut Kuntadi, dalam proses pengusutan, timnya turut melakukan penyitaan sebanyak 55 unit kendaraan berat yang digunakan untuk eksplorasi pertambangan bijih timah ilegal. Di antaranya, sebanyak 53 unit eskavator dan dua unit buldozer.
Kuntadi menyebut, seluruh barang sitaan tersebut merupakan milik dari tersangka Tamron alias Aon (TN) dan Achmad Albani (AA). TN dan AA ditetapkan tersangka pada Selasa (6/2/2024). Keduanya langsung dilakukan penahanan di Rutan Kejakgung dan di Rutan Kejari Jakarta Selatan.
Tersangka TN dan AA, bukan tersangka pertama dalam pengusutan korupsi bijih timah PT Timah Tbk. Pada akhir Januari 2024, penyidik Jampidsus Kejagung menetapkan Toni Tamsil (TT) sebagai tersangka awalan kasus itu.
Namun, TT ditetapkan tersangka terkait dengan perintangan penyidikan atau obstruction of justice. TT dijerat dengan sangkaan Pasal 21 UU Tipikor Nomor 31 Tahun 1999, dan dilakukan penahanan di Lapas II A Tua Tunu, Kota Pangkal Oinang. Sedangkan TN dan AA, dijerat dengan perkara pokok terkait Pasal 2 ayat (1), dan Pasal 3, juncto Pasal 18 UU Tipikor, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana.
Kasus korupsi bijih timah sudah dalam penyidikan sejak Oktober 2023. Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Ketut Sumedana menyampaikan, sampai Selasa (6/2/2024), tim penyidikan di Jampidsus sudah memeriksa sebanyak 115 saksi.
Jampidsus Kejagung Febrie Adriansyah mengungkapkan, korupsi di PT Timah ditaksir merugikan keuangan negara puluhan triliun. Hal tersebut mengacu penghitungan kerugian keuangan negara dan kerugian perekonomian negara dari dampak kerusakan lingkungan yang terjadi.