Amerika Serikat Yakin Masih Ada Negosiasi Gencatan Senjata di Gaza Palestina

Amerika Serikat akan dorong Israel dan Palestina berdamai.

AP Photo/Markus Schreiber
Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Antony Blinken.
Rep: Lintar Satria Zulfikar Red: Erdy Nasrul

REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM -- Mediator dari Amerika Serikat (AS), Qatar dan Mesir berusaha meraih kesepakatan gencatan senjata antara Israel dan Hamas untuk mengakhiri perang di Jalur Gaza yang sudah berlangsung selama empat bulan. Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken mengatakan masih ada harapan kesepakatan akan tercapai.

Baca Juga


Blinken mengatakan ia melihat ruang negosiasi dan delegasi Hamas yang dipimpin Khalil Al Hayya akan berkunjung ke Kairo untuk membahas kesepakatan gencatan senjata dengan negosiator Qatar dan Mesir.

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menolak tawaran terbaru Hamas dan menyebutnya "delusional" sementara Hamas mendorong faksi-faksi bersenjata Palestina untuk terus berperang.  

"Jelas ada hal-hal yang tidak bisa diterima dalam apa yang (Hamas) ajukan," kata Blinken di konferensi pers Rabu (7/2/2024) malam di hotel di Tel Aviv, tanpa memerinci apa saja yang tidak bisa diterima itu.

"Namun kami juga melihat adanya ruang untuk melanjutkan negosiasi, untuk melihat apakah kami bisa mencapai kesepakatan. Itulah yang ingin kami lakukan," katanya.

Sebelum pulang ke AS, Blinken akan menggelar pertemuan dengan keluarga korban sandera di Israel. Para keluarga sandera mendesak Netanyahu untuk memprioritaskan pembebasan sandera yang dibawa Hamas ke Gaza dalam serangan mendadak 7 Oktober lalu.

Hamas mengusulkan gencatan senjata berlangsung selama empat setengah bulan. Di saat yang sama mereka akan membebaskan sisa sandera yang masih ditawan. Hamas juga meminta Israel akan menarik pasukannya dari Gaza dan kesepakatan untuk mengakhiri perang.

Tawaran Hamas tersebut merupakan tanggapan dari proposal yang disusun kepala intelijen AS dan Israel yang dikirimkan Qatar dan Mesir ke Hamas pekan lalu.

Pada stasiun NCB News, setengah lusin pejabat dan penasihat senior pemerintah Israel mengatakan Israel akan bersedia mengizinkan pemimpin militer Hamas Yahya Sinwar ke pengasingan untuk ditukar dengan semua sandera. Tapi Israel juga ingin Hamas meninggalkan Gaza.

Menanggapi rencana Hamas tersebut, Netanyahu menegaskan janjinya untuk menghancurkan kelompok perjuangan pembebasan Palestina itu. Ia , mengatakan tidak ada pilihan lain bagi Israel selain menghancurkannya.

"Menyerah pada tuntutan delusi Hamas tidak hanya tidak akan membawa pembebasan para sandera, namun juga akan mengundang pembantaian lain. Ini akan mengundang bencana besar bagi negara Israel yang tidak akan diterima oleh warga negara kami," kata Netanyahu.

 

Lihat halaman berikutnya >>>

 

 

"Melanjutkan tekanan militer adalah syarat yang diperlukan untuk membebaskan para sandera," tambahnya.

Israel memulai serangan militernya setelah serangan mendadak Hamas pada 7 Oktober. Israel mengklaim Hamas membunuh 1.200 orang dan menculik 253 lainnya.

Kementerian Kesehatan Gaza mengatakan hingga Rabu kemarin setidaknya 27.585 warga Palestina dikonfirmasi tewas dalam serangan Israel. Sementara ribuan lainnya dikhawatirkan tertimbun di bawah reruntuhan.

Dalam satu-satunya gencatan senjata yang berlangsung selama satu minggu pada akhir November, Hamas membebaskan 110 sandera dibebaskan dan Israel membebaskan 240 tahanan Palestina.

Masyarakat Israel menekan Netanyahu untuk bekerja sama dengan para mediator internasional demi mencapai kesepakatan di Gaza.

Dalam jajak pendapat yang dirilis lembaga think-tank non-partisan, Israel Democracy Institute, pekan ini, menemukan 51 persen responden percaya pembebasan para sandera seharusnya menjadi tujuan utama perang. Sementara 36 persen mengatakan tujuan utama perang ini adalah untuk menggulingkan Hamas. 

Washington menjadikan kesepakatan penyanderaan dan gencatan senjata sebagai bagian dari rencana penyelesaian konflik Timur Tengah yang lebih luas, yang pada akhirnya mengarah pada rekonsiliasi antara Israel dan negara-negara tetangga Arab dan pembentukan negara Palestina.

Netanyahu menolak Negara Palestina. Arab Saudi menjadikan pendirian negara Palestina sebagai syarat normalisasi hubungan dengan Israel. 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler