Antisipasi Petugas KPPS Tumbang, Ini Saran Dokter Spesialis
Anggota KPPS diimbau menjaga kecukupan gizi dan tak disarankan pakai dopping.
REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Pakar ilmu penyakit jantung dan pembuluh darah Universitas Airlangga (Unair), dr Andrianto mewanti-wanti untuk memperhatikan kesehatan Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) menjelang pencoblosan Pemilu 2024. Hal itu untuk mengantisipasi adanya petugas KPPS yang meninggal dunia, seperti yang terjadi pada 2019.
Saat itu, ada sekitar 894 anggota KPPS yang meninggal dunia. Berdasarkan hasil analisis Komisi Pemilihan Umum (KPU), penyebab utama meninggalnya para petugas KPPS tersebut adalah riwayat penyakit bawaan dan beratnya beban kerja.
Meskipun tahun ini anggota KPPS diwajibkan menunjukkan surat keterangan sehat saat mendaftar, kata Andrianto, bukan berarti kejadian tersebut tidak akan terulang. Menurut Andrianto, surat tersebut tidak banyak menjamin mengingat kebanyakan penyakit bawaan, terutama kardiovaskular bersifat asymptomatic.
"Penyakit-penyakit kardiovaskular sendiri banyak asymptomatic atau tanpa gejala. Itulah yang harus menjadi kewaspadaan," kata Andrianto, Selasa (13/2/2024).
Andrianto menjelaskan, seseorang untuk bisa melakukan pekerjaan ekstra, harus memiliki kesiapan fisik dan mental. Andrianto pun mengingatkan petugas KPPS agar jangan sampai kelelahan sebelum hari pelaksanaan. Maka dari itu, perlu manajemen waktu istirahat yang baik, tahu kapan waktu kerja, dan kapan waktunya istirahat.
Meskipun waktu istirahat dan beban saat penyelenggaraan Pemilu tidak seimbang, lanjut Andrianto, petugas KPPS bisa menyiasati waktu sedemikian rupa untuk memulihkan tenaga walau sebentar. "Harus juga mengatur beban agar tidak berlebihan. Pengaturan jam istirahat harus sedemikian rupa sehingga tubuh ada fase untuk recovery," ujarnya.
Anggota KPPS tidak disarankan menggunakan....
Selain itu, jata dia, kecukupan gizi juga menjadi penunjang. Ia sangat tidak menyarankan penggunann dopping, istilah yang masyarakat kenal dengan mengonsumsi obat-obatan tertentu untuk memperkuat tubuh selama bertugas.
"Tidak perlu dopping. Justru kalau sistem dopping, tubuh tidak dalam keadaan fit, dan teraktivasi berlebihan, nantinya juga akan kontraproduktif," ucapnya.
Andrianto menambahkan, ketika ada anggota KPPS yang pingsan, untuk memeriksa terlebih dahulu nafas dan denyut nadinya. Jika keduanya terdeteksi, pasien hanya perlu berbaring dengan posisi kaki lebih tinggi dari kepala selama 10 hingga 15 menit. Pasien seperti ini harus istirahat dan berlanjut pada pemeriksaan lebih detail di fasilitas kesehatan.
Kondisi tersebut, kata dia, akan berbeda ketika pasien berhenti bernafas dan nadi tidak terdeteksi, terlebih akibat henti jantung. Ia mengungkapkan jika angka harapan hidup dari henti jantung sangat rendah. Maka, upaya penanganannya harus segera terlaksana.
"Ketika upaya penyelamatan henti jantung bisa dilakukan dalam 20 menit, 1 dari 5 bisa selamat. Kalau berhubungan dengan kegawatan jantung, pembuluh darah, dan saraf, sangat berhubungan dengan kecepatan dan ketepatan penanganan," ucapnya.