Menteri Israel: Pemerintah Netanyahu Menolak Pendirian Negara Palestina

Negara Palestina merupakan ancaman eksistensial bagi Israel.

EPA-EFE/RONEN ZVULUN
Benjamin Netanyahu.
Rep: Lintar Satria Red: Friska Yolandha

REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV -- Menteri Keuangan Israel Bezalel Smotrich mengatakan pemerintah Perdana Menteri Benjamin Netanyahu menolak pendirian negara Palestina. Hal ini disampaikan setelah surat kabar Washington Post melaporkan Amerika Serikat (AS) yang merupakan sekutu utama Israel mendorong rencana pendirian negara Palestina.

Baca Juga


"Kami tidak mungkin setuju dengan rencana ini, yang mana Palestina pantas mendapatkan hadiah dari pembantaian mengerikan yang mereka lakukan pada kami: negara Palestina dengan Yerusalem sebagai ibukotanya," kata Smotrich, Kamis (15/2/2024).

"Negara Palestina merupakan ancaman eksistensial bagi Negara Israel seperti yang sudah terbukti pada 7 Oktober," tambahnya.

Smotrich mengatakan ia akan meminta kabinet keamanan Israel untuk mengambil posisi yang jelas dalam menolak pendirian negara Palestina. Washington Post melaporkan AS sedang bekerja sama dengan negara-negara Arab termasuk Mesir, Yordania, Uni Emirat Arab, Qatar dan Arab Saudi mengenai rencana pasca-perang bagi kawasan yang mencakup kerangka waktu pendirian negara Palestina.

Kementerian Luar Negeri Palestina mengatakan setiap inisiatif politik yang dimulai tanpa negara Palestina sebagai anggota penuh PBB "akan ditakdirkan mengalami kegagalan."

Menteri Keamanan Nasional Israel Itamar Ben-Gvir, Menteri Urusan Diaspora Amachia Chiliki, Menteri Pendirikan Yoav Kisch dan anggotan parlemen Matan Kahanan juga menyuarakan penolakan serupa.

"Adalah bencana untuk menghadiahkan Palestina setelah peristiwa 7 Oktober, sebuah negara," kata  kata Chikli dari partai Likud yang dipimpin Netanyahu di Army Radio, Israel.

Kementerian Kesehatan Gaza mengatakan serangan balasan Israel atas serangan mendadak Hamas pada 7 Oktober lalu sudah menewaskan lebih dari 28.600 orang. Israel mengklaim Hamas membunuh 1.200 orang dan menculik 253 orang lainnya dalam serangan mendadak itu.

Serangan dari udara, laut dan darat Israel ke Gaza mengubah kantong pemukiman itu menjadi reruntuhan dan memaksa sebagian besar 2,3 juta populasinya mengungsi. Jutaan orang Palestina hidup di bawah berbagai tingkat kekuasaan Israel, namun hanya sebagian kecil yang menjadi warga negara.

Sudah bertahun-tahun Otoritas Palestina menyerukan diakhirinya pendudukan Israel dan perluasan pemukiman di Tepi Barat salah satu wilayah-wilayah yang direbut Israel dalam perang Timur Tengah 1967. Palestina ingin mendirikan sebuah negara yang mencakup Yerusalem Timur dan Gaza.

Warga Palestina dan masyarakat internasional menganggap pemukiman tersebut ilegal. Israel membantah hal ini, dengan alasan adanya hubungan historis, alkitabiah, dan politis dengan Tepi Barat dan Yerusalem Timur. 

sumber : Reuters
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler