Pakar Sebut Isu Pelanggar HAM dan Orde Baru tak Laku ke Prabowo

Narasi yang disampaikan Prabowo-Gibran cenderung mudah dipahami anak muda.

Republika/Thoudy Badai
Paslon capres dan cawapres nomor urut 2, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka menyampaikan pidato kemenangan quick count di hadapan pendukungnya di Istora Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (14/2/2024).
Rep: Eva Rianti Red: Erik Purnama Putra

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hitung cepat (quick count) lembaga survei dan real count KPU hingga saat ini menempatkan paslon nomor urut 2, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka berada di posisi unggul di angka kisaran 56-60 persen, yang menunjukkan Pilpres 2024 akan berlangsung hanya sekali putaran.

Meski sepanjang masa kampanye Prabowo diserang isu pelanggaran hak asasi manusia (HAM) hingga otoritarianisme karena dikaitkan dengan Orde Baru, namun bentuk serangan itu tidak mempan. Pemilih muda, terutama generasi Z mayoritas tetap memilih pasangan Prabowo-Gibran pada Pilpres 2024.

"Mereka ini generasi yang sama sekali tidak pernah mengalami zaman Orde Baru, jadi kalau kita lihat mayoritas mereka ini generasi yang lahir pasca-1998, sehingga mereka tidak punya kenangan memori sama sekali dengan Orde Baru," kata pendiri Alvara Research Center, Hasanuddin Ali saat dihubungi Republika.co.id di Jakarta, Sabtu (17/2/2024).

Baca Juga



Hasanuddin menjelaskan, generasi muda merasa tidak berhubungan atau relate dengan peristiwa sejarah yang terjadi di era sebelum kelahiran mereka. Sehingga ramainya isu Prabowo dalam kasus pelanggaran HAM atau gaya otoriternya tidak menjadi hal yang diperhatikan dan dipermasalahkan pemilih muda.

"Mereka mungkin mendapatkan berita atau cerita atau informasi dari generasi yang lebih tua tapi secara emosional mereka tidak punya pengalaman terhadap otoritariasnisme, terhadap Orde Baru," ucap Hasanuddin.

Menurut dia, malahan pasangan Prabowo-Gibran berhasil mengemas diri mereka dengan komunikasi politik yang berhasil menggaet pemilih muda. Hasanuddin menilai, komunikasi yang dijalankan Prabowo-Gibran terlihat kreatif melalui berbagai inovasi yang bisa diserap oleh pemilih muda.

Di antaranya, menggunakan avatar, pesan sederhana yang straightforward, dan komunikasi yang mudah dipahami. Sehingga serangan isu HAM dan otoritarianisme teralihkan dengan sendirinya.

"Sehingga karena mereka tidak punya memori sama sekali (tentang Orde Baru ya dengan mudah bisa dipatahkan dengan bantahan atau cara-cara yang kreatif itu. Beda dengan generasi X misalnya punya pengalaman di memori kita itu tajam banget soal otoritarianisme dan itu membekas sampai sekarang, tapi anak-anak muda kita generasi Z sama sekali enggak punya," ucap Hasanuddin.

Mengutip lembaga survei, berdasarkan segmen usia terdapat lima klasifikasi generasi, yaitu generasi Z (usia di bawah 26 tahun), gen Y-muda (usia antara 26-33 tahun), gen Y-madya (34-41 tahun), dan gen X (42-55 tahun), serta baby boomers (56—74 tahun). Hasilnya, sebanyak 65,9 persen gen Z memilih Prabowo-Gibran.

Adapun gen Y-muda memilih Prabowo-Gibran sebanyak 59,6 persen, gen y-madya 54,1 persen, gen X 49,1 persen, dan baby boomers 43,1 persen. Pasangan Prabowo-Gibran unggul di semua segmen pemilih.

Strategi pamungkas...

Hasanuddin Ali melanjutkan, komunikasi politik Prabowo-Gibran menjadi faktor utama yang membuat paslon yang diusung Koalisi Indonesia Maju (KIM) itu unggul. Apalagi pada Pemilu 2024, pemilih dominan dari kalangan muda.

"Sebetulnya keunggulan pasangan 02 di generasi Z tidak mengejutkan karena memang dari berbagai survei yang ada sejak Desember keunggulan paslon 02 selalu ada di pemilih muda gen Z itu tidak pernah bergeser dari angka 55 persen, artinya memang dari sisi komunikasi politik paslon 02 ini berhasil menarik simpati dari anak-anak muda," katanya di Jakarta, Sabtu.

Hasanuddin menjelaskan, keunggulan Prabowo-Gibran memang bukan karena faktor gagasan yang mereka usung. Bukan juga karena esensi dari setiap kampanye yang mereka jalankan selama 75 hari masa kampanye pada 28 November 2023 hingga 10 Februari 2024.

"Saya melihat bukan karena faktor gagasan atau karena faktor substansi campaign (kampanye) ya tapi karena lebih kepada paslon 02 berhasil mendekati pemilih muda dengan berbagai komunikasi politik yang mereka bikin," ucap Hasanuddin.

Misalnya, kata dia, komunikasi melalui media digital kemudian menggunakan avatar. "Kemudian juga menggunakan pesan-pesan yang sederhana yang straightforward yang itu sebetulnya lebih mudah dipahami oleh generasi Z," jelas Hasanuddin.

Menurut Hasanuddin, jika melihat karakteristik gen Z, memang sebagian besar informasi yang diperoleh berasal dari media digital. Terutama, media sosial yang berbasis pada visual, seperti Tiktok, Instagram, dan Youtube.

"Paslon 02 berhasil memanfaatkan itu," tuturnya. Faktor lainnya yakni berkenaan dengan narasi yang pas untuk pemilih muda. Menurut Hasanuddin, narasi yang disampaikan Prabowo-Gibran kepada anak muda cenderung mudah dipahami.

"Dari sisi narasi anak-anak muda pemilih pemula ini lebih menyukai bahasa-bahasa yang sederhana yang lugas. Bukan bahasa yang mengawang-awang kan kalau kita bicara demokrasi, bicara perubahan, bicara HAM kan itu bahasa generasi tua, nah itu tidak mereka lakukan di anak-anak muda," kata Hasanuddin.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler