Kejagung Pastikan Pengusutan Aliran Uang Korupsi BTS 4G Bakti Masih Berjalan
Kejagung menegaskan penyebutan nama di persidangan belum kuat dijadikan bukti.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) memastikan pengusutan aliran uang hasil korupsi Based Transciever Station (BTS) 4G Bakti di Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) masih terus berjalan. Masih ada dua nama yang terungkap di persidangan disebut turut menerima aliran dana korupsi BTS 4G Bakti.
Keduanya, adalah Dito Ariotedjo yang disebut menerima Rp 27 miliar dan Nistra Yohan yang disebut menerima Rp 70 miliar. Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kuntadi mengaku, timnya belum dapat meningkatkan status hukum terhadap Dito dan Nistra lantaran kecukupan alat bukti.
Dia menerangkan satu pengakuan yang terungkap di persidangan, belum kuat untuk dijadikan alat pembuktian dalam penetapan tersangka. “Satu alat bukti belum cukup untuk menetapkan seseorang menjadi tersangka,” kata Kuntadi di Kejagung, Jakarta, Selasa (20/2/2024).
Sebab itu, kata Kuntadi menjelaskan, tim penyidikannya hingga saat ini masih terus melakukan pencarian alat bukti untuk dapat menjerat Dito dan Nistra. “Kita butuh alat bukti yang lain. Jadi sampai saat ini kita masih terus mencari dua alat bukti yang cukup untuk menersangkakan. Tunggu saja, kita semua masih terus mendalami,” tegas Kuntadi.
Keberadaan Nistra...
Khusus Nistra, kata Kuntadi, tim penyidikannya, pun masih terus melakukan koordinasi dengan otoritas lain untuk mencari keberadaannya. Sejak namanya terungkap dalam skandal penerimaan uang hasil korupsi BTS 4G Bakti tersebut, Nistra tak diketahui keberadaan batang hidungnya.
Sepanjang akhir 2023 lewat tiga kali pemanggilan untuk diperiksa oleh penyidik, staf anggota Komisi I DPR itu pun selalu mangkir. “Semua upaya intelijen kita lakukan untuk pencarian. Ya, kita tunggu saja,” kata Kuntadi.
Dia memastikan, tim penyidiknya tak akan membiarkan satu pihak pun yang lolos dari jerat hukum dalam penanganan korupsi selama alat buktinya memadai. Kasus korupsi BTS 4G Bakti Kemenkominfo terkait dengan proyek pembangunan 4.200 menara telekomunikasi di seluruh Indonesia sepanjang 2020-2022.
Kerugian negara dalam kasus tersebut, sah di persidangan sebesar Rp 8,03 triliun. Dari penyidikan, Jampidsus total menjerat 16 orang sebagai tersangka. Enam yang sudah diadili menjadi terdakwa saat ini menjalani pemenjaraan.
Termasuk eks Menkominfo Johnny Gerard Plate (JGP) yang dipidana 15 tahun lantaran terbukti turut menerima uang Rp 17,5 miliar dari pihak-pihak yang terlibat proyek tersebut. Juga Dirut Bakti Kemenkominfo Anang Achmad Latif (AAL) yang dipidana 18 tahun penjara.
Di persidangan terungkap, adanya uang setotal Rp 243 miliar yang digelontorkan melalui terpidana Irwan Hermawan, atas perintah Anang Latif untuk dibagi-bagikan ke sejumlah nama penerima. Gelontoran uang tersebut dimaksudkan untuk penghentian penyidikan kasus tersebut.
Pun juga untuk memanipulasi hasil audit. Di persidangan terungkap beberapa nama yang menerima uang haram tersebut, termasuk anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Achsanul Qosasi (AQ) yang menerima Rp 40 miliar melalui terdakwa Windy Purnama (WP), dan perantara tersangka Sadikin Rusli (SDK).
Persidangan...
Juga terungkap adanya penerimaan senilai Rp 15 miliar dalam mata uang asing oleh Naek Parulian Washington Hutahaean (NPWH) yang diketahui sebagai pengacara, sekaligus komisaris di PT Pupuk Indonesia. Penerima lainnya, sebesar Rp 75 miliar adalah Windu Aji Sutanto (WAS) pemilik PT Lawu Agung Mining (LAM).
Nama-nama penerima tersebut, saat ini sudah ditetapkan tersangka oleh penyidik Jampidsus. Kecuali nama Windu Aji yang ditetapkan tersangka oleh tim penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Tenggara (Sultra) lantaran kasus lain terkait penambangan nikel di Konawe Utara.
Di persidangan juga terungkap nama Dito Ariotedjo yang disebut menerima Rp 27 miliar. Dito Ariotedjo, saat ini masih menjabat sebagai Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora).
Di persidangan terungkap politikus muda Partai Golkar itu diduga menerima uang dari Irwan melalui perantara terpidana Galumbang Menak Simanjuntak (GMS) itu sebanyak dua kali saat masih menjadi staf khusus di kementerian perekonomian. Juga nama Nistra Yohan yang menerima uang Rp 70 miliar melalui pengantaran terdakwa Windy.
Dito Ariotedjo, pada Juli 2023 lalu sudah pernah diperiksa oleh tim penyidik Jampidsus-Kejagung terkait penerimaan uang Rp 27 miliar itu. Beberapa hari setelah pemeriksaan Dito Ariotedjo, tim pengacara Irwan, Maqdir Ismail mengungkapkan adanya pihak penerima Rp 27 miliar yang mengembalikan uang tersebut.
Dito Ariotedjo juga sudah pernah dihadirkan di persidangan untuk menjadi saksi atas terdakwa Irwan, dan terdakwa Galumbang Menak Simanjuntak (GMS). Namun di persidangan Dito Ariotedjo membantah ada menerima uang tersebut.
“Itu nggak benar itu. Tidak benar yang mulia (hakim),” kata Dito Ariotedjo di persidangan.
Dito Ariotedjo mengaku tak pernah kenal dengan Irwan. Juga mengaku tak pernah tahu tentang adanya proyek pembangunan menara BTS 4G Bakti. Akan tetapi, Dito Ariotedjo mengaku kenal dengan terdakwa Galumbang. Dito Ariotedjo mengaku pernah bertemu dengan Galumbang di rumah singgah di Jalan Denpasar, Jakarta Selatan (Jaksel).
Jampidsus Febrie Adriansyah pernah menyebut tinggal peran Dito Ariotedjo dan Nistra Yohan yang belum cukup bukti untuk dilanjutkan ke penyidikan lanjutan. “Kalau Dito itu, sampai sekarang ini, yang menyerahkan 27 miliar itu, kita (penyidik) belum ketahuan siapa orangnya. Kita sudah ambil CCTV-nya, tetapi belum tahu siapa orang (yang menyerahkan uang) itu. Belum dapat,” kata Febrie.
“Termasuk Nistra itu. Sampai sekarang, kita belum dapat periksa karena belum dapat orangnya,” ujar Febrie. Febrie memastikan tim penyidikannya tak bakal ragu untuk menjerat tersangka terhadap para penerima uang hasil korupsi BTS 4G Bakti tersebut jika berhasil menemukan bukti-bukti tambahan.