Kanada Sumbang 800 Drone untuk Ukraina
Drone bisa digunakan Ukraina dalam membantu misi pengintaian.
REPUBLIKA.CO.ID, KANADA -- Pemerintah Kanada menyumbang 800 drones untuk membantu Ukraina dalam perang melawan Rusia, demikian menurut keterangan Menteri Pertahanan Bill Blair. Drone tersebut dapat membawa kamera pengintai untuk membantu misi pengintaian Ukraina.
“Drone ini akan membantu pasukan garis depan Ukraina menilai target dan ancaman dengan cepat, akurat dan efektif,” katanya dalam konferensi pers di Toronto, mengutip Anadolu, Selasa (20/2/2024).
Lebih lanjut dia menjelaskan bahwa drone-drone itu dapat mendeteksi target dengan pasti yang sangat penting dalam pertahanan Ukraina melawan Rusia.
"Kanada akan mendukung Ukraina selama diperlukan,” kata Blair.
Pemberitahuan tersebut disampaikan pada saat yang tepat ketika Blair sebelumnya mendesak sekutunya untuk meningkatkan bantuan kepada negara yang terkepung itu karena rancangan undang-undang bantuan luar negeri Amerika Serikat senilai 95 miliar dolar AS (sekitar Rp1,5 kuadriliun) yang mencakup sekitar 60 miliar dolar AS (Rp939 triliun) untuk mendukung Ukraina terjebak dalam pertikaian politik.
Drone-drone tersebut bernilai sekitar 95 juta dolar Kanada (Rp1,1 triliun) dan biayanya ditanggung oleh paket bantuan sebesar 500 juta dolar Kanada (Rp5,8 triliun) yang telah diumumkan oleh Perdana Menteri Justin Trudeau pada musim panas lalu. Hal ini menjadikan jumlah yang dihabiskan Kanada untuk mendukung Ukraina sejak perang dimulai pada 24 Februari 2022 menjadi 9,7 miliar dolar Kanada (Rp112,6 triliun).
Sementara untuk drone SkyRanger R70 diperkirakan akan dikirim pada awal April. Balir juga mengatakan ia ingin meningkatkan produksi peralatan militer Kanada.
“Satu-satunya cara menanggapi tiran seperti (Presiden Rusia) Vladimir Putin adalah dengan kekuatan dan ketangguhan,” katanya.
“Kami tidak akan melupakan Ukraina. Kami tidak akan pernah meninggalkan Ukraina, sampai Ukraina memenangi perang ini,” ujarnya.
Hal ini menandai dua tahun sejak Rusia menginvasi Ukraina. PBB memperkirakan pada Januari bahwa sebanyak 10 ribu warga sipil tewas, yang sebagian besar anak-anak dan 19 ribu lainnya luka-luka.