PM Palestina Mundur, Desak Konsensus Nasional
Langkah selanjutya adalah memberikan perhatian lebih atas kenyataan di Gaza.
RAMALLAH – Perdana Menteri Palestina Mohammad Shtayyeh memutuskan mundur dari jabatannya. Ia menginginkan dengan mundur terbentuk konsensus luas di antara Palestina mengenai pengaturan politik menyusul perang Israel di Gaza.
‘’Keputusan untuk mundur datang di tengah eskalasai ri Tepi Barat dan Yerusalem serta perang, genosida, dan kelaparan di Gaza,’’ kata Shtayyeh, yang menyerahkan surat pengunduran dirinya kepada Presiden Otoritas Palestina, Mahmoud Abbas, Senin (26/2/2024).
Dalam pernyataannya kepada kabinet, Shtayyeh, akademisi yang menjabat sejak 2019, mengatakan langkah selanjutya adalah memberikan perhatian lebih atas kenyataan di Gaza yang selama lima bulan menjadi sasaran Israel.
Menurut dia, tahap berikutnya’’Kita memerlukan pemerintahan dan pengaturan politik yang baru untuk memperhatikan realitas yang ada di Gaza, pembicaraan soal persatuan nasional, dan konsensus di antara orang-orang Palestina.’’
Ia menambahkan,’’Perlu perluasan otoritas yang dimiliki Pemerintah Palestina atas seluruh wilayah Palestina.’’Otoritas Palestina terbentuk 30 tahun lalu berdasarkan Kesepakatan Oslo, yang hanya berkuasa atas beberapa wilayah Tepi Barat secara terbatas.
Mereka kehilangan kekuasaan atas Gaza menyusul kemenangan Hamas dalam pemilu 2007. Fatah yang kini berkuasa di Tepi Barat dan Hamas yang berwenang di Gaza telah beberapa kali berupaya mewujudkan pemerintahan bersatu.
Dalam upaya mewujudkannya kembali, pada Rabu ini, kedua faksi itu akan bertemu di Moskow, Rusia. ‘’Pengunduran diri pemerintahan Shtayyeh masuk akal jika dilakukan dalam konteks menuju konsensus nasional,’’ kata pejabat senior Hamas, Sami Abu Zuhri.
Shtayyeh mundur di tengah meningkatnya tekanan dari AS pada Presiden Palestina Mahmoud Abbas untuk merombak Otoritas Palestina. Ini seiring pula intesifnya upaya internasional untuk menghentikan perang di Gaza.
Selain itu Abbas diminta pula untuk mulai membangun struktur politik untuk menjalankan pemerintahan di Gaza setelah perang selesai. Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dalam berbagai kesempatan menolak Abbas memerintah negara Palestina dan Gaza.
Pekan lalu, anggota parlemen Israel mendukung penolakan Netanyahu atas pengakuan unilateral terhadap negara Palestina. ‘’Pendirian negara Palestina tidak hanya akan gagal membawa perdamaian tetapi juga membahayakan Israel,’’ klaim Netanyahu seperti dilansir laman berita Aljazirah.
Namun, Kementerian Luar Negeri Palestina menuding Israel membelanggu hak warga Palestina dengan terus menjajah wilayah Palestina. Surat pengunduran diri harus disetujui Abbas yang mungkin akan tetap memintanya sebagai pelaksana tugas hingga ada PM baru. reuters/han