Fraksi Golkar Yakin Parpol Pengusul Hak Angket tak Kompak
Anggota Fraksi Golkar meyakini partai politik pengusung hak angket tidak kompak.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota DPR Fraksi Partai Golkar Ace Hasan Syadzily menanggapi usulan pembentukan panitia khusus (pansus) hak angket yang digulirkan oleh partai politik yang berada di kubu 1 dan 3. Namun, ia meyakini bahwa ada ketidakkompakan dari mereka yang ingin mengusulkan hak angket untuk menyelidiki indikasi kecurangan pemilihan umum (Pemilu) 2024.
"Saya kira demikian (partai politik pendukung hak angket kecurangan Pemilu 2024 tak kompak), kita lihat saja," ujar Ace di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (27/2/2024).
Keyakinannya tersebut beralasan, karena ia melihat partai politik yang berada di kubu 1 dan 3 juga objektif melihat hasil Pemilu 2024. Apalagi mayoritas dari mereka juga merupakan partai politik pendukung pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
"Saya yakin para ketua umum partai, terutama partai pendukung pemerintah akan objektif terhadap bagaimana seharusnya hak angket itu ditempatkan," ujar Ace.
"Tentu Partai Golkar menolak terhadap hak angket tersebut," sambung Wakil Ketua Komisi VIII DPR itu.
Calon wakil presiden (cawapres) nomor urut 3, Mahfud MD menjelaskan bahwa ada dua cara resmi untuk menyelesaikan permasalahan pemilihan umum (Pemilu) 2024. Pertama adalah jalur hukum melalui Mahkamah Konstitusi (MK).
"Jalur hukum adresatnya KPU yang vonisnya hasil pemilu bisa dibatalkan oleh MK, asal ada bukti yang valid dan signifikan, bukan bukti sembarangan. Validasi bukti nanti dilakukan di sidang MK," cuit Mahfud dalam akun X/Twitter pribadinya yang sudah dikonfirmasi, Senin (26/2/2024).
Kedua melalui pembentukan panitia khusus (pansus) hak angket di DPR. Adapun adresat atau subjek hukum yang ditujukan oleh upaya tersebut adalah Presiden Joko Widodo (Jokowi).
"Keputusan angket adalah politik. Jadi jika dipersonifikasikan, jalur hukum itu untuk menggugat kemenangan Pak Prabowo," ujar Mahfud.
"Sedang jalur angket untuk mengadili Pak Jokowi secara politik. Keduanya jalur yang terpisah," sambung mantan ketua MK itu.
Lanjutnya, Hasil dari hak angket dijelaskannya dapat memberikan sanksi pemakzulan untuk presiden. Selama terbukti melakukan perbuatan yang melanggar peraturan perundang-undangan.
Kemudian ia mendapatkan tanggapan dari salah satu pengikutnya, bahwa pemakzulan akan memakan waktu yang lama. Namun, Mahfud mengamini jika hal tersebut akan melewati berbagai proses yang panjang dan kehati-hatian.
"Tetapi jika ada akibat hukum pidana dari temuan dan keputusan politik angket, betapa pun lambatnya, masih bisa terus ditindaklanjuti tanpa terikat periode," ujar Mahfud.