Korban Sindikat Pornografi Sesama Jenis Berusia 12-16 Tahun, Mengapa Remaja Bisa Terjerat?

Anak-anak korban sindikat pornografi akan mendapatkan pendampingan psikososial.

Antara/Azmi Samsul Maarif
Wakapolresta Bandara Soetta AKBP Ronald F.C Sipayung menunjukan sejumlah barang bukti hasil pengungkapan kasus pornografi anak online di Tangerang, Banten.
Rep: Rizky Suryarandika Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) siap untuk memberikan pendampingan psikososial kepada anak-anak yang menjadi korban jaringan internasional pelaku tindak pidana kekerasan seksual sesama jenis. Sebanyak delapan orang anak yang berstatus di bawah umur dengan rentang usia 12 sampai 16 tahun menjadi korbannya.

"Para korban cenderung menunjukkan kecemasan dan memiliki rasa percaya diri yang kurang," kata Plh Deputi Perlindungan Khusus Anak Kementerian PPPA Rini Handayani saat dikonfirmasi di Jakarta, Selasa (27/2/2024).

Rini menyebut, usia anak korban tengah memasuki tahap remaja awal. Di fase perkembangan tersebut, anak belum memiliki kematangan secara emosional dan sosial.

"Para anak korban pun mudah dirayu, dibujuk, dan dipengaruhi oleh para pelaku karena mereka memiliki tingkat intelegensi yang cenderung rendah," ujar Rini.

Untuk membuat korban terjerat, lanjut Rini, para terduga pelaku mendekati anak-anak dengan mencoba berteman. Mereka sering memberikan makanan dan mengajak korban untuk bermain game online.

"Setelah itu para anak korban diberikan akun game online tersebut dan diiming-imingi akan diberikan uang berkisar antara Rp 200 ribu-Rp500 ribu dengan syarat para anak korban mau melakukan tindakan seksual," ujar Rini.

Baca Juga



Aktivitas seksual para terduga pelaku dengan korban direkam secara sengaja. Para korban pun sadar rekaman video akan disebar luaskan oleh para terduga pelaku.

Tidak hanya direkam, ketika sedang melakukan aktivitas seksual tersebut, para terduga pelaku pun beberapa kali melakukan video call melalui salah satu aplikasi percakapan instan dengan klien terduga pelaku yang berasal dari luar negeri. Terduga pelaku juga mengirimkan video-video anak korban kepada kliennya.

"Aksi tersebut kerap kali dilakukan di kamar hotel ataupun kontrakan," ungkap Rini.

Kementerian PPPA berkoordinasi dengan Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Kota Tangerang dan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kota Tangerang untuk mengecek kondisi fisik dan psikologis anak korban serta memberikan pendampingan psikologis kepada anak korban. Pihaknya bertekad mengawal kasus tersebut dan menyerahkan seluruh proses hukumnya kepada pihak berwajib.

Pihaknya mengapresiasi kerja cepat Polresta Bandara Soekarno-Hatta dalam mengungkap sindikat internasional yang memperjualbelikan konten eksploitasi anak di bawah umur berupa pornografi anak ini. Dalam kasus ini polisi telah menangkap salah seorang pelaku dan berbagai barang bukti berupa file yang berisi materi muatan kekerasan seksual terhadap anak yang secara sengaja diunduh dan disimpan oleh pelaku.

Polisi juga telah menangkap tiga pelaku lainnya. Polisi mengidentifikasi delapan anak korban berinisial MAHAF, FM, RN, NF, HS, S, AFB, dan DP.

"Kami menuntut agar para pelaku mendapatkan hukuman berat sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku," kata Rini.

Pengungkapan kasus tersebut berawal dari laporan masyarakat kepada Polresta Bandara Soekarno-Hatta pun telah bekerja sama dengan sejak 21 Agustus 2023 mengenai tindak pidana pornografi jaringan internasional. Selanjutnya, pihaknya melakukan penyelidikan dan berkoordinasi dengan International Task Force of Violent Against Children milik Federal Bureau of Investigation (FBI) Amerika Serikat.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler