KPPPA Ingatkan Rektor Universitas Pancasila Kooperatif

Relasi kuasa bisa jadi faktor pememicu tindak pidana kekerasan seksual.

Republika/Ali Mansur
Ratusan mahasiswa Universitas Pancasila berunjuk rasa menuntut rektor nonaktif Rektor Universitas Pancasila (UP) Jakarta Prof Dr Edie Toet Hedratno alias ETH dicopot dari jabatannya, Selasa (27/2/2024).
Rep: Rizky Suryarandika Red: Indira Rezkisari

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) prihatin terhadap dugaan kasus kekerasan seksual yang menimpa dua orang pegawai Universitas Pancasila (UP) oleh rektornya sendiri Prof Edie Toet Hendratno. KPPPA meminta terduga pelaku untuk mematuhi prosedur hukum.

Tercatat, Edie mangkir dari panggilan pertamanya oleh Polda Metro Jaya pada Senin, 26 Februari 2024. Deputi Perlindungan Hak Perempuan KPPPA, Ratna Susianawati mendukung penyelidikan Polda Metro Jaya yang telah tanggap menindaklanjuti pengaduan korban.

"Utamakan keberpihakan terhadap korban dan berharap terduga pelaku dapat bersikap kooperatif dengan mematuhi pemanggilan pemeriksaan polisi," kata Ratna dalam keterangannya pada Selasa (27/2/2024).

Prof Edie baru saja dinonaktifkan dari jabatannya sebagai Rektor UP buntut dari kasus ini. Ratna berharap hal ini dapat mempercepat proses penyelidikan polisi.

"Kami menyambut baik penonaktifan terduga pelaku untuk lebih menjaga independensi proses penyelidikan oleh kepolisian," ujar Ratna.

Kasus dugaan kekerasan seksual yang melibatkan pimpinan tinggi dari perguruan tinggi menurut Ratna sangat memprihatinkan. Ratna menyebutkan kasus ini membuktikan relasi kuasa terduga pelaku yang memicu tindak pidana kekerasan seksual.

"Jika terduga pelaku terbukti melakukan kekerasan seksual, hal ini menjadi contoh nyata adanya relasi kuasa di lingkungan kerja benar terjadi tidak terkecuali di lingkungan kerja para akademisi," ucap Ratna.

Kemen PPPA melalui Tim Layanan Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) 129 telah berkoordinasi dengan UPTD PPA Provinsi DKI Jakarta dan Itjen Kemendikbudristek untuk proses pengawalan kasus, memastikan perlindungan dan upaya pemenuhan hak korban. Upaya pendampingan yang akan dilakukan antara lain persiapan asesmen, pendampingan psikologis serta pengawalan proses hukum.

Pada kasus ini, korban RZ terlebih dahulu melaporkan kasus dugaan pelecehan ke Polda Metro Jaya pada 12 Januari 2024. Sedangkan korban D melapor ke Mabes Polri pada 28 Januari 2024, tapi dilimpahkan ke Polda Metro Jaya.



Baca Juga


BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler