BMKG Prediksi Musim Kemarau Tahun Ini Lebih Basah, Fenomena La Nina akan Muncul

Musim kemarau 2024 diprediksi lebih basah dibandingkan dengan 2023.

Republika/Mardiah
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprakirakan musim kemarau tahun 2024 di Indonesia akan sedikit lebih basah.
Rep: Gumanti Awaliyah Red: Nora Azizah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprakirakan musim kemarau tahun 2024 di Indonesia akan sedikit lebih basah, lantaran fenomena La Nina diprediksi akan muncul. Karena itulah, menurut BMKG, musim kemarau tahun ini tidak akan lebih panas dari tahun 2023.

Baca Juga


Koordinator Bidang Analisis Variabilitas Iklim BMKG, Supari, menjelaskan bahwa hingga saat ini tim BMKG masih melakukan pemantauan fenomena La Nina.

“Kalau betul fenomena La Nina terjadi, maka kemarau tahun 2024 ini akan sedikit lebih basah dan lebih banyak hujan. Artinya, kita akan merasakan suasana yang tidak sepanas tahun 2023. Kalau 2023 kan kemaraunya kering karena bersamaan dengan El Nino, sehingga kemudian suhunya juga terasa jauh lebih panas,” kata Supari saat dihubungi Republika.co.id, dikutip Jumat (1/3/2024).

Supari menjelaskan bahwa prediksi Badan Meteorologi Dunia (WMO) terkait peningkatan suhu panas di tahun 2024 tidaklah keliru, karena El Nino masih akan berlangsung hingga semester pertama tahun ini. Namun demikian, jelas dia, prediksi WMO tersebut merupakan prakiraan suhu rata-rata global, yang mana di wilayah negara-negara termasuk Indonesia tidak selalu mengikuti perilaku suhu global.

“Betul memang suhu panas diprediksi naik di tahun 2024, namun itu kan prediksi suhu rata-rata global. Di wilayah negara masing-masing bisa saja perilakunya berbeda,” kata Supari.

Lebih lanjut Supari mengatakan bahwa bulan depan BMKG akan merilis informasi prakiraan musim kemarau 2024, untuk dibagikan ke instansi dan kementerian terkait, juga presiden. Menurut Supari, langkah ini menjadi upaya BMKG untuk memberikan informasi sedini mungkin dengan harapan bisa menjadi dasar kebijakan di instansi atau kementerian masing-masing.

“Karena BMKG itu tidak berkaitan langsung dengan kebijakan sektoral. Misalnya, penyesuaian pada sektor pertanian itu yang membuat kebijakannya di Kementerian Pertanian. Kami hanya memberikan informasi bahwa tahun ini misalnya akan sedikit basah, maka Kementerian Pertanian yang akan mendesain kebijakan untuk bagaimana para petani misalnya bisa mengantisipasi tanamannya,” kata Supari.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler