KemenPPA Dorong Upaya Diversi Selesaikan Kasus Perundungan di Binus School Serpong

KemenPPA memastikan anak bermasalah dengan hukum dan korban didampingi.

ANTARA FOTO/Muhammad Iqbal
Kasat Reskrim Polres Kota Tangerang Selatan AKP Alvino Cahyadi (tengah) bersama Komisioner KPAI Diah Puspitarini (kiri) dan Asdep Layanan anak dan ibu Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Lany Ritonga (kedua kanan) memberikan keterangan pers terkait penetapan tersangka kasus perundungan anak SMA Bina Nusantara (Binus) Internasional di Mapolres Tangerang Selatan, Serpong, Tangerang Selatan, Banten, Jumat (1/3/2023). Dalam keterangannya, kepolisian menetapkan 4 orang tersangka, 7 anak berkonflik terhadap hukum (ABH) kasus pengeroyokan dan 1 anak ABH kasus pelecehan seksual dengan ancaman 7 tahun kurungan dan 9 bulan kurungan.
Rep: Ali Mansur Red: Friska Yolandha

REPUBLIKA.CO.ID, TANGERANG SELATAN -- Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) mendorong Polres Tangerang Selatan melakukan upaya diversi untuk menyelesaikan proses hukum kasus dugaan tindak pidana perudungan atau bulliying di Binus School Serpong, Tangerang Selatan. Diversi merupakan salah satu fungsi dari pembimbing kemasyarakatan dalam melaksanakan pendampingan terhadap anak yang berkonflik dengan hukum (ABH).

Baca Juga


“Kami mendorong upaya Polres Tangsel untuk upaya diversi sesuai dengan undang-undang sistem peradilan pidana anak. Karena memang ancaman pidananya juga di bawah tujuh tahun, sehingga kita berpatokan dengan aturan tersebut,” ujar Plt KemenPPA Atwirlany Ritonga, saat konferensi pers di Polres Tangerang Selatan, Jumat (1/3/2024).

Karena itu, Atwirlany mengatakan pihaknya akan mengawal dan memastikan anak berhadapan dengan hukum dan juga anak korban (laki-laki 17 tahun) mendapatkan pendampingan hukum sampai dengan tuntas. Termasuk pemenuhan hak-hak pendidikan anak berkonflik dengan dan pemulihan terhada anak korban yang masih duduk di bangku kelas 1 SMA. 

Selain itu, Atwirlany juga mengimbau kepada masyarakat dan media untuk tidak mempublikasikan kembali identitas anak korban dan anak berkonflik dengan hukum. Karena bagaimana pun menurutnya, trauma yang berkepanjangan tentu akan menanti pada diri mereka. Kemudian juga pihaknya membutuhkan sinergi dan kolaborasi bersama untuk melakukan upaya pencegahan dan penanganan agr kekerasan di satuan pendidikan tidak terjadi kembali.

“Tentu ini butuh kerjasama kita semua. Kasus perundungan ini alarm keras bagi kita semua yang menyentuh dunia pendidikan dan satuan pendidikan khususnya,” kata Atwirlany.

Sebelumnya Penyidik Polres Tangerang Selatan telah menetapkan empat tersangka kasus dugaan perundungan atau bulliying yang terjadi sekolah elit Binus School Serpong, Tangerang Selatan beberapa waktu lalu. Kemudian penyidik juga menetapkan delapan orang sebagai anak yang berkonflik dengan hukum (ABH). Keempat tersangka berinisial E (18 tahun), R (18 tahun), J (18 tahun) dan G (19 tahun). 

“Empat orang saksi ditingkatkan status saksi menjadi tersangka yang diduga melakukan tindak pidana kekerasan terhadap anak di bawah umur,” ujar Kasat Reskrim Polres Tangsel, Ajun Komisaris Alvino Cahyadi.

Akibat perbuatannya keempat tersangka dan delapan anak yang berkonflik dengan hukum dikenakan Pasal 76C Jo. Pasal 80 UU No.35 Th. 2014 atas perubahan UU No. 23 Th. 2002 tentang Perlindungan Anak menjadi Undang-undang dan/atau Pasal 170 KUHP tentang pengeroyokan. Namun dalam konferensi pers pihak kepolisian tidak menampilkan para tersangka dan delapan ABH di depan awak media.

“Akibat kekerasan tersebut berdasarkan hasil visum et reperdum anak korban (laki-laki 17 tahun) mengalami luka-luka, memar, luka lecet di leher, luka bekas sundutan rokok pada leher bagian belakang dan luka bakar pada lengan tangan kiri,” beber Alvino Cahyadi.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler