KPAI Minta Kasus Kekerasan yang Merenggut Nyawa Santri di Ponpes Kediri Diusut Tuntas
Seorang santri di Kediri meninggal dianiaya seniornya.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) meminta polisi mengusut tuntas kasus kekerasan terhadap anak yang berujung kematian di Kabupaten Kediri, Jawa Timur. Korban merupakan santri di Pondok Pesantren Hanifiyyah di Dusun Kemayan, Desa Kranding, Kecamatan Mojo.
"Polres Kota Kediri agar mengusut secara tuntas kasus kekerasan yang berakibat kematian BM, dan memastikan keadilan bagi korban dan keluarganya," kata Anggota KPAI Aris Adi Leksono saat dihubungi di Jakarta, Jumat (1/3/2024).
KPAI juga meminta polisi mempedomani Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dalam memproses hukum kasus ini mengingat dua dari empat tersangka kasus ini masih usia anak. Kemudian Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3APKB) Kabupaten Kediri diminta memastikan pemulihan keluarga korban.
"Kami menekankan pentingnya pendampingan pondok pesantren se-Kabupaten Kediri untuk mencapai standar Pesantren Ramah Anak," kata Aris.
KPAI pun meminta Kementerian Agama Kabupaten Kediri secara intensif dan konsisten melakukan edukasi pengarusutamaan hak anak dalam kurikulum seluruh pondok pesantren dan bekerja sama dengan DP3APKB memastikan pencapaian standar Pesantren Ramah Anak di seluruh Kediri. Kementerian Agama Kabupaten Kediri juga diharapkan memberikan perhatian atas peristiwa kekerasan di Ponpes Hanifiyyah.
Lebih lanjut, KPAI meminta Pemkab Kediri agar menjadikan upaya penghapusan kekerasan terhadap dan atau oleh anak sebagai salah satu agenda penting untuk mencapai standar Kabupaten Layak Anak. Sebelumnya, seorang santri berinisial BM (14) meninggal dunia di Pondok Pesantren Hanifiyyah, Kediri, Jawa Timur.
Informasi awal yang diungkapkan pihak pesantren terkait penyebab meninggalnya santri tersebut adalah karena terjatuh di kamar mandi. Belakangan diketahui bahwa BM menjadi korban penganiayaan yang diduga dilakukan para seniornya.
Polisi selanjutnya menangkap empat pelaku yang diduga terlibat dalam penganiayaan. Dua dari empat pelaku masih usia anak.
Menurut Rini Puspitasari selaku pengacara dari empat tersangka, mengungkapkan pelaku penganiayaan adalah sepupu dan tiga senior korban. Keempatnya disebut jengkel lantaran korban sulit dinasihati untuk shalat berjemaah.
"Anak-anak (empat tersangka) mengakui memukul dan tidak niat biar korban sampai gimana (meninggal). Itu benar-benar emosi sesaat karena korban diomongin tidak manut (nurut)" kata Rini, Rabu (28/2/2024).
Berda sarkan keterangan para tersangka, Rini menjelaskan penganiayaan dimulai saat para tersangka mengetahui korban tidak sholat, tepatnya pada Rabu (21/2/2024). AK yang merupakan seniornya dan AF yang merupakan sepupunya merupakan yang pertama mengetahui hal tersebut.
"Korban itu baru sembuh dari sakit. Kemudian beberapa hari tidak sekolah dan tidak sholat jamaah. Mereka ini kan satu kamar. Ditanyai, kamu kenapa tidak sholat? Korban jawabnya itu tidak nyambung," ujar Rini
Setelah itu, lanjut Rini, para pelaku mengaku menasihati korban. Mereka memerintahkan supaya korban ikut sholat berjemaah. Tidak puas dengan jawaban korban, tersangka kemudian memukul dan menampar korban.
"Kamu sholat tho (harus shalat). Waktu diomongi itu, jawabnya cuma iyo-iyo (iya-iya). Mungkin karena jawabannya itu, sempat emosi. Kemudian dipukul dengan tangan kosong dan ditampar," ucap Rini.
Keesokan harinya, lanjut Rini, pada Kamis (21/2/2024) para pelaku kembali mendapat informasi bahwa korban kembali tidak sholat berjamaah. Para pelaku kembali menyuruh korban untuk shalat, dan mandi terlebih dahulu. Korban langsung bergegas ke kamar mandi.
"Keluar dari kamar mandi korban itu telanjang. Kemudian oleh salah satu pelaku dirangkul dan dibawa ke kamar. Kemudian diomongi lagi dan korban jawabannya iya-iya gitu tok (saja), tapi tidak dilaksanakan. Terus sempat melotot, akhirnya dipukul lagi," kata Rini.
Malamnya, pelaku sempat mengobati luka-luka korban akibat pemukulan. Mereka juga sempat berniat untuk membawa korban ke rumah sakit, namun tidak dilaksanakan. Kemudian pada Jumat (22/2/2024) pukul 03.00 WIB pagi, tersangka AF dibangunkan tersangka lainnya.
"Diomongi kok korban tambah pucat. Lalu dibawa ke rumah sakit. Terus di rumah sakit ternyata kan meninggal," kata Rini.
Jenazah korban kemudian dibawa ke pondok, lalu dimandikan dan dikafani. Selanjutnya, jenazah korban diantarke rumahnya di Kabupaten Banyuwangi pada hari yang sama, tepatnya setelah sholat Jumat.