Siti Zuhro Pertanyakan Kemenangan PDIP di Bali tak Sebanding dengan Ganjar-Mahfud

Peneliti BRIN Siti Zuhro pertanyakan kemenangan PDIP di Bali tapi tidak dengan Ganjar

Prayogi/Republika.
Peneliti Utama Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Siti Zuhro. Peneliti BRIN Siti Zuhro pertanyakan kemenangan PDIP di Bali tapi tidak dengan Ganjar.
Rep: Eva Rianti Red: Bilal Ramadhan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pengamat senior dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Siti Zuhro menilai adanya anomali pada teori efek ekor jas atau coat tail effect di Pemilu serentak 2024 yang terjadi di Bali yang menempatkan PDIP juara sementara paslon capres-cawapres Ganjar-Mahfud kalah. Menurut Siti, anomali itu terjadi seiring dengan kuatnya dugaan pelanggaran hukum dalam Pemilu 2024.

Baca Juga


Siti turut mempertanyakan fenomena tersebut karena teori efek ekor jas atau coat tail effect ternyata tidak berlaku di Provinsi Bali dalam Pilpres dan Pileg 2024. Hasil Pileg yang menempatkan PDIP berada di posisi unggul rupanya tidak satu jalan dengan perolehan suara Pilpres paslon yang diusungnya, Ganjar-Mahfud.

Pasalnya, berdasarkan studi empirik Pilkada di ribuan provinsi, kabupaten, dan kota menunjukkan bahwa dalam Pilkada yang menentukan kemenangan adalah sosok calon kepala daerah. Sosok calon sangat menentukan, sedangkan parpol hanya menyempurnakan kemenangan.

Namun, dalam Pemilu serentak 2024 terkesan menunjukkan anomali. Sebab, asumsinya dengan teori tersebut, dalam Pemilu serentak 2024 semestinya partai-partai yang mengusung atau mendukung calon pemimpin bisa memenangkan Pilpres akan mendapatkan efek ekor jas.

“Kejadian di Bali menunjukkan hal yang tidak seiring dengan teori atau asumsi tersebut,” kata Siti kepada Republika, Senin (11/3/2024).

Menurut analisis Siti, ada permasalahan yang mendasari terjadi anomali efek ekor jas tersebut. Dia menyinggung adanya kemungkinan faktor banyaknya dugaan terjadi pelanggaran hukum dalam keberjalanan Pemilu 2024.

“Apakah politik di Indonesia memang sangat kontekstual, ataukah karena Pemilu 2024 terlalu banyak pelanggaran hukumnya sebagaimana yang disampaikan banyak kalangan saat ini sehingga kompetisinya tidak sehat dan politik menghalalkan semua cara, pokoknya menang,” ungkapnya.

Saat ditegaskan kembali bahwa sebab terjadi anomali efek ekor jas di Provinsi Bali, Siti pun menegaskan soal kompetisi yang berjalan secara tidak sehat dalam Pemilu serentak 2024 diduga kuat menjadi faktornya.

“Realitasnya seperti itu (kompetisi tidak sehat),” tuturnya.

Sebelumnya diketahui, PDIP menang telak dalam Pileg DPR di Provinsi Bali. Kendati begitu, pasangan capres-cawapres yang diusung PDIP, Ganjar-Mahfud, ternyata kalah di Pulau Dewata.

Raihan suara PDIP dan Ganjar-Mahfud itu diketahui setelah KPU menetapkan hasil Pemilu 2024 Provinsi Bali dalam rapat rekapitulasi penghitungan suara tingkat nasional yang digelar di Kantor KPU RI, Jakarta Pusat, Ahad (10/3/2024).

PDIP dan sembilan calegnya total meraih 1.290.884 suara. Partai pimpinan Megawati Soekarnoputri itu unggul telak hampir empat kali lipat dibandingkan peraih suara terbanyak kedua, yakni Partai Golkar yang mendulang 333.521 suara.

Dengan raihan suara sebesar itu, PDIP akan memenangkan lima kursi anggota DPR dari total sembilan kursi yang diperebutkan di Daerah Pemilihan (Dapil) Bali. Empat kursi lainnya didapatkan masing-masing satu oleh Partai Golkar, Gerindra, Demokrat, dan Nasdem.

Raihan kursi itu diketahui setelah Republika mengonversi total suara PDIP menjadi perolehan kursi menggunakan metode Sainte Lague, rumus resmi yang diatur dalam UU Pemilu.

Namun, saat PDIP mendominasi Pileg 2024 di Bali, Ganjar-Mahfud justru kalah. Pasangan nomor urut 3 itu tercatat meraih 1.127.134 suara atau 42,04 persen dari total suara sah.

Pemenang Pilpres 2024 di Bali adalah pasangan Prabowo-Gibran yang mendulang 1.454.640 suara atau 54,25 persen. Sementara itu, pasangan Anies-Muhaimin hanya mendapatkan 99.233 suara atau 3,7 persen.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler