50 Tokoh Surati Ketum Partai Koalisi Perubahan dan PDIP-PPP untuk Gulirkan Hak Angket

Surat yang dikirim dari sejumlah tokoh ini tertanggal 8 Maret 2024.

Republika/Putra M. Akbar
Direktur Amnesty International Indonesia Usman Hamid menyampaikan orasi saat melakukan aksi Trisakti Bergerak di Tugu Reformasi, Jakarta, Jumat (9/2/2024). Sivitas akademika Universitas Trisakti yang terdiri dari guru besar, pengajar, mahasiswa, dan alumni menggelar Trisakti Bergerak untuk menyatakan maklumat trisakti melawan tirani sebagai bentuk penolakan berbagai pelanggaran etika kehidupan berbangsa yang dilakukan oleh penyelenggara negara jelang pemilu 2024.
Rep: Eva Rianti Red: Agus raharjo

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Sebanyak 50 tokoh masyarakat melayangkan surat kepada pimpinan partai politik (parpol) untuk menggulirkan hak angket kecurangan pemilu. Ada lima ketua umum parpol yang dituju, mulai dari Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri, Ketum Partai Nasdem Surya Paloh, Ketum PKB Muhaimin Iskandar, dan Presiden PKS Ahmad Syaikhu, hingga Ketum PPP Muhammad Mardiono.

Baca Juga


Surat tersebut tertanggal 8 Maret 2024. Isi perihal adalah 'permintaan penggunaan hak angket DPR RI terhadap pelaksanaan pemilihan umum 2024'. Beberapa tokoh yang melayangkan surat tersebut berasal dari berbagai kalangan yang notabene aktivis HAM dan antikorupsi hingga seniman.

Diantaranya Usman Hamid dari Amnesty International Indonesia, akademisi STHI Jentera Bivitri Susanti, akademisi Universitas Andalas Feri Amsari, akademisi UGM Zainal Arifin Mochtar, dan Pendiri Watchdoc Dandhy Laksono, serta pendiri Lokataru Foundation Haris Azhar. Ada pula tokoh yang pernah menjabat di KPK, seperti Novel Baswedan, Abraham Samad, Abdullah Hehamahua, serta Saut Situmorang. Selain itu juga kalangan seniman, seperti komika Pandji Pragiwaksono dan penulis Okky Madasari. 

Dalam surat yang diterima Republika.co.id, dikemukakan di dalamnya bahwa ada berbagai peristiwa dan fakta yang mengonfirmasi proses pelaksanaan tahapan penyelenggaraan Pemilu 2024. Secara gamblang disebutkan terjadinya praktik-praktik kecurangan dalam Pemilu 2024. 

“Di dalam pantauan kami, dugaan kecurangan penyelenggaraan pemilu yang dipersoalkan oleh masyarakat, terjadi bukan hanya pada saat hari pencoblosan, 14 Februari 2024, tetapi juga sejak awal proses penyelenggaraan pemilu hingga pasca pelaksanaan proses perhitungan suara yang dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan aparatur kekuasaan lainnya,” bunyi surat tersebut yang diberikan oleh salah satu tokoh, Usman Hamid kepada Republika.co.id, Senin (11/3/2024). 

Kecurigaan kecurangan pemilu...

 

Peristiwa itu dinilai tidak hanya menyakiti hati nurani rakyat tetapi juga menimbulkan keresahan yang meluas di masyarakat. Sebab ada banyak diskursus dengan berbagai ekspresi di kalangan masyarakat maupun di media sosial, juga pernyataan sikap dari guru besar dan dosen-dosen dari berbagai perguruan tinggi di seluruh Indonesia.

“Kini ekspresi itu sudah bermetamorfosa menjadi berbagai bentuk aksi demonstrasi berupa tolak kecurangan pemilu,” lanjutnya.

Antusiasme rakyat untuk memilih dan menyambut pemimpin baru (presiden dan wakil presiden) serta anggota dewan dianggap seolah menjadi runtuh, ambruk, dan roboh karena dugaan kecurangan makin sempurna. Sehingga menimbulkan masifitas kecurigaan di sebagian besar tahapan dalam penyelenggaraan Pemilu 2024.

Jika dilakukan pembiaran atas fakta kecurangan itu, menurut pada tokoh, hal itu akan membuat hukum dan penegakannya dihinakan serta demokrasi makin terjungkal dan menjadi terperosok hingga tidak lagi dari, untuk, dan oleh rakyat. Sementara itu pelaku kecurangan pemilu terus merajalela dan menjadi kian bengis, tak lagi sekedar menghidupkan preseden busuk dan bejat di dalam suatu proses pemilu.

“Akibat lebih lanjutnya akan berdampak pada hadirnya ketidakpatuhan masyarakat pada pimpinan kekuasaan dan berbagai kebijakan negara yang dihasilkannya. Itu sebabnya, tidak ada pilihan lain, kami menilai bahwa kita harus menyelamatkan hukum, penegakan hukum serta demokrasi dan demokratisasi di Indonesia melalui pemilu jujur, adil, dan bersih dari praktik kecurangan,” jelasnya.

Lantas, di dalam surat, disinggung mengenai peran parpol dalam sistem demokrasi, yakni sebagai roh sekaligus marwah dari demokrasi, serta kendaraan dari dan untuk menjadi anggota DPR. Disebutkan, anggota DPR menurut Pasal 20A ayat (2) UUD 1945 dan Pasal 79 ayat (1) huruf b jo. Ayat (3) UU MD3 memiliki fungsi untuk melakukan hak angket guna melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan undang-undang dan kebijakan pemerintah.

Peran partai politik...

 

“Dalam konteks pelaksanaan pemilu, hak penyelidikan ditujukan pada pelaksanaan terhadap Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu, pemilihan presiden dan wakil presiden, pemilihan anggota DPR selaku wakil rakyat pada pelaksanaan pemilu tahun 2024. Hak di atas merupakan suatu yang penting, strategis, dan berdampak pada kehidupan masyarakat luas dalam konteks bernegara,” terangnya.

Lebih lanjut, parpol disebut memiliki peran penting untuk mengkonsolidasi, mengaktivasi pengerahan dan menggerakkan fraksi-fraksi anggota DPR untuk mengajukan dan melakukan hak angket kecurangan Pemilu 2024.

“Kami sangat meyakini dan mempunya harapan yang sangat besar. Para partai politik akan menyelamatkan bangsa ini sehingga dengan sengaja terlihat intensif untuk menjaga hukum, penegakan hukum dan demokrasi serta demokratisasi di Indonesia dengan menyelamatkan Pemilu 2024,” tegasnya.

Di bawah surat tersebut, tertera 50 tokoh masyarakat yang mengajukan surat tersebut. Surat itu telah dilayangkan kepada para pimpinan parpol pada Sabtu (9/3/2024).

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler