Polemik Pengeras Suara Masjid, Menko PMK: Silakan Gunakan, Tapi Proporsional

Pengaturan pengeras suara masjid bukan pembatasan

AP/Matthias Schrader
Ilustrasi pengeras suara masjid. Pengaturan pengeras suara masjid bukan pembatasan
Rep: Ronggo Astungkoro, Dessy Suciati Saputri Red: Nashih Nashrullah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy menilai pengeras suara masjid yang saling bersahutan dapat membuat ibadah puasa menjadi tidak khusyuk. Dia juga menekankan soal tenggang rasa antarumat beragama.

Baca Juga


"Karena kalau kita menggunakan pengeras suara berdekatan, apalagi masjidnya banyak, saling bersahut-sahutan, itu kan jauh lebih tidak membuat khusyuk dalam ibadah puasanya kan," kata Muhadjir di Kemenko PMK, Jakarta, Rabu (13/3/2024).

Muhadjir menjelaskan, membaca Alquran atau berdzikir secara keras atau tidak sejatinya hanya soal adab. Dia mengatakan, sebaiknya tenggang rasa antarumat beragama perlu dikedepankan dan dijaga. Sebab itu, kata dia, silakan saja pengeras suara digunakan, tapi dengan volume yang proporsional.

"Karena itu menurut saya silahkan menggunakan pengeras suara tetapi yang proporsional, yang memang itu diperlukan misalnya untuk mengundang orang untuk hadir atau memberitahukan sesuatu yang sangat penting," jelas dia.

Sebelumnya, Juru Bicara Kementerian Agama (Kemenag) Anna Hasbie menegaskan bahwa edaran pedoman penggunaan pengeras suara tidak melarang penggunaannya dan membatasi syiar Ramadhan. Surat edaran yang dimaksud adalah Surat Edaran Nomor: SE. 05 Tahun 2022.

"Edaran ini tidak melarang menggunakan pengeras suara. Silakan Tadarrus Al Quran menggunakan pengeras suara untuk jalannya syiar. Untuk kenyamanan bersama, pengeras suara yang digunakan cukup menggunakan speaker dalam," kata Anna Hasbie dalam keterangannya di Jakarta, Senin (11/3/2024).

Anna menjelaskan bahwa Kementerian Agama pada 18 Februari 2022 telah menerbitkan Surat Edaran Nomor: SE. 05 Tahun 2022 tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Mushala. Edaran itu bertujuan untuk mewujudkan ketenteraman, ketertiban, dan kenyamanan bersama dalam syiar di tengah masyarakat yang beragam baik agama, keyakinan, latar belakang, dan lainnya.

Edaran itu sendiri mengatur tentang penggunaan pengeras suara dalam dan pengeras suara luar. Salah satu poin edaran tersebut mengatur agar penggunaan pengeras suara pada Ramadhan, baik dalam pelaksanaan salat tarawih, ceramah/kajian Ramadan, dan tadarus Alquran menggunakan pengeras suara mengarah ke dalam.

Anna juga memaparkan bahwa edaran itu bukanlah pedoman yang baru, mengingat sudah ada sejak 1978 dalam bentuk Instruksi Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Nomor: Kep/D/101/1978. "Di situ juga diatur bahwa saat Ramadan, siang dan malam hari, bacaan Alquran menggunakan pengeras suara ke dalam," katanya.

Baca juga: Rasulullah SAW Ungkap Kondisi Islam dan Muslim Akhir Zaman Seperti Ini, Sudah Terjadi?

Dia menambahkan, edaran itu dibuat tidak untuk membatasi syiar Ramadan dengan giat tadarus, tarawih, dan qiyamul-lail selama Ramadhan sangat dianjurkan. Penggunaan pengeras suaranya saja diatur, katanya, justru agar suasana Ramadhan menjadi lebih syahdu.

"Kalau suaranya terlalu keras, apalagi antarmasjid saling berdekatan, suaranya justru saling bertabrakan dan menjadi kurang syahdu. Kalau diatur, Insya Allah menjadi lebih syahdu, lebih enak didengar, dan jika sifatnya ceramah atau kajian juga lebih mudah dipahami," jelas Anna Hasbie.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler