Tuduhan Pemerkosaan Oleh Hamas yang tak Pernah Terbukti dan Reaksi Para Aktivis
Hamas dituding lakukan pemerkosaan massal pada 7 Oktober lalu
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Para aktivis, pengacara, dan akademisi mengatakan penggambaran media dan politisi Barat mengenai laporan PBB yang menuduh Hamas dan pejuang Palestina lainnya melakukan kekerasan seksual selama serangan mendadak 7 Oktober lalu tidak akurat. Sehingga mendorong "siklus propaganda pemerkosaan massal" terhadap warga Palestina.
Pada 4 Maret lalu perwakilan khusus kekerasan seksual dalam konflik PBB, Pramila Patten mengeluarkan laporan yang menuduh adanya kekerasan seksual selama serangan mendadak Hamas.
Laporan tersebut dirilis menyusul serangkaian artikel di surat kabar Barat yang menggambarkan pemerkosaan massal dan kekerasan seksual yang dilakukan para pejuang Palestina terhadap warga Israel.
Namun, laporan-laporan tersebut dibantah para aktivis dan pegiat pro-Palestina sebagai laporan yang bias.
"Laporan tersebut tidak mencapai banyak kesimpulan yang dipuji oleh media Barat, dan beberapa temuannya justru melemahkan narasi Israel," kata Jaringan Solidaritas Feminis untuk Palestina, sebuah kelompok Pro-Palestina, dalam ulasan mengenai laporan PBB tersebut seperti dikutip Middle East Eye, Selasa (12/3/2024).
Jaringan ini menggambarkan dirinya sebagai "kelompok internasional yang terdiri dari para akademisi, pengacara, dan organisator feminis anti-imperialis, anti-kolonial, dan bekerja melawan propaganda kolonialisme pemukim zionis dan menuju Palestina yang merdeka".
Jaringan Solidaritas Feminis untuk Palestina mengatakan media-media Barat melakukan penyesatan dengan mengkarakterisasikan pekerjaan Patten sebagai "investigasi" sebab sebenarnya mandat kantornya hanya "mengumpulkan informasi" dan terlibat dalam "advokasi."
Mereka mencatat Israel menolak bekerja sama dengan tim investigasi PBB lain yang beroperasi di bawah Dewan Hak Asasi Manusia PBB mengenai tuduhan tersebut.
Termasuk melarang para dokter dan petugas kesehatan yang merawat korban serangan 7 Oktober untuk berbicara dengan tim PBB.
"Ironisnya ketiadaan kemampuan atau kekuatan untuk menyelidiki kemungkinan besar mendorong Israel memperluas undangan Patten," kata para aktivis.
“Mereka sudah mengetahui sebelumnya misi tersebut tidak dapat, bahkan tidak akan, melakukan penyelidikan terlalu jauh," tambah mereka.
Para aktivis mengatakan Israel memuji laporan Patten sebagai "dukungan PBB atas klaimnya Hamas melakukan kekerasan seksual sistematis pada 7 Oktober."
Namun mereka mencatat dalam laporannya Patten membantah banyak klaim yang diajukan pemerintah Israel.
Patten membantah artikel NBC yang menyatakan seorang wanita ditemukan di Kibbutz Be'eri dengan "benda-benda seperti pisau yang dimasukkan ke dalam alat kelaminnya", dan mengatakan tim misi PBB yang meninjau foto-foto tempat kejadian "tidak menemukan hal seperti itu".
Patten juga mengatakan laporan-laporan yang diberikan tim cepat tanggap dari serangan 7 Oktober yang dipimpin Hamas berisi "contoh-contoh interpretasi forensik yang tidak dapat diandalkan dan tidak akurat dari orang-orang yang tidak terlatih".
Media-media Barat seperti the Financial Times, The Guardian, dan The Washington Post mengangkat laporan Patten. Dengan mengatakan terdapat "dasar yang masuk akal" Hamas melakukan kekerasan seksual dalam serangan 7 Oktober lalu.
Namun, Jaringan Solidaritas Feminis untuk Palestina mencatat misi Patten mengakui laporan itu "tidak bersifat investigasi" dan "tidak mengumpulkan informasi dan/atau menarik kesimpulan atas atribusi dugaan pelanggaran yang dilakukan kelompok-kelompok bersenjata tertentu".
Para aktivis menyoroti pernyataan Patten dalam konferensi pers setelah laporan tersebut dipublikasikan.
"Mengingat banyaknya pelaku, Hamas, Jihad Islam Palestina, ada kelompok-kelompok bersenjata lainnya, ada warga sipil, bersenjata dan tidak bersenjata, saya tidak menyebutkan siapa saja yang terlibat, karena waktu itu saya tidak sedang melakukan investigasi," kata Patten saat itu.
Namun para aktivis juga membidik kesimpulan Patten ada "alasan yang masuk akal untuk meyakini telah terjadi beberapa insiden pemerkosaan, termasuk pemerkosaan berkelompok" pada tanggal 7 Oktober.
Secara khusus, mereka mempertanyakan bagaimana ia bisa mencapai kesimpulan ini mengingat tim PBB tidak mewawancarai satu pun penyintas kekerasan seksual, atau menemukan bukti foto.
"Perwakilan Khusus PBB Pramila Patten menyatakan dalam laporannya misinya telah melihat 5.000 foto dan 50 jam rekaman serangan 7 Oktober yang diberikan kepadanya oleh pemerintah Israel dan tersedia dalam sumber terbuka," kata seorang pakar konflik Israel-Palestina Norman Finkelstein di media sosial X.
"Bukti digital yang ditinjau PBB termasuk kamera tubuh, kamera dasbor, ponsel individu, CCTV, dan kamera pengawas lalu lintas," tetapi tidak menemukan satupun contoh kekerasan seksual yang terjadi, catat Finkelstein.
"Bukankah sudah saatnya Sekretaris Jenderal PBB (Antonio) Guterres menunjuk Perwakilan Khusus untuk menyelidiki Pramila Patten?" katanya.