Dewan Aglomerasi di Bawah Wapres, Anies Wanti-Wanti Munculnya Kerumitan Baru di Jakarta

Anies sepakat perlu adanya kelonggaran Jakarta melakukan pembangungan di penyangga.

Republika/Fuji E Permana
Calon presiden (capres) nomor urut 01, Anies Baswedan
Rep: Eva Rianti Red: Teguh Firmansyah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Calon presiden (capres) nomor urut 01 dalam Pilpres 2024 yang juga merupakan mantan Gubernur DKI Jakarta periode 2017—2022 Anies Baswedan menanggapi polemik Rancangan Undang-Undang Daerah Khusus Jakarta (RUU DKJ) soal dibentuknya dewan aglomerasi dinahkodai oleh wakil presiden. Ia mewanti-wanti agar rencana dalam beleid tersebut tidak memunculkan kerumitan baru di kawasan aglomerasi Jakarta.

Baca Juga


“Kalau dari pengalaman kita di Jakarta sebenarnya kerja sama antardaerah itu bisa terjadi dengan baik,” kata Anies kepada wartawan di kawasan Jakarta Selatan, Rabu (13/32024).

Ia menjelaskan, memang perlu ada kelonggaran untuk Jakarta bisa melakukan kegiatan pembangunan di luar Jakarta atau di kawasan penyangga. Secara riil, ia mencontohkan beberapa persoalan di antaranya banjir dan masalah transportasi publik.

Persoalan banjir misalnya, Anies menyebut perlu dibangun waduk-waduk di luar Jakarta untuk bisa mengendalikan volume air yang masuk ke Jakarta. Sementara jika ingin membangun waduk di luar Jakarta, uang dan kemauannya bisa tersedia tetapi mengalami kendala pada kegiatan pembangunan atau proses pengerjaan yang di luar kendali Pemprov DKI Jakarta.

Kemudian contoh dari segi transportasi publiknya. Anies menilai memang perlu ruang bagi Pemprov DKI Jakarta untuk melakukan kegiatan di luar wilayah Jakarta dalam hal memperluas layanan transportasi umum. Sehingga terbentuklah Perseroan Terbatas Transportasi Jakarta (PT Transjakarta).

Lebih lanjut menanggapi soal dewan aglomerasi yang diwacanakan akan dipimpin wakil presiden, Anies menekankan adanya lembaga baru itu harus bisa mengakomodasi seluruh kebutuhan dari Jakarta dan wilayah sekitarnya, agar bisa berjalan dengan sinkron.

“Sehingga tidak menimbulkan kerumitan baru. Kadang-kadang kita membuat lembaga baru tapi lembaga baru ini belum tentu menyelesaikan masalah yang sesungguhnya ada,” kata dia.

“Jadi kalau saya boleh usul sebaiknya prosesnya lebih bottom up, kumpulkan yang selama ini mengelola Jakarta dan sekitarnya, tanyakan apa yang menjadi kebutuhannya, dari situ UU ini dibuat menyesuaikan,” lanjutnya.

 

DPR RI diketahui telah membahas persoalan RUU DKJ dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) pada Rabu (13/3/2024) siang. Usai menghadiri rapat dengan anggota dewan di Senayan, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menjelaskan isu krusial RUU DKJ.

Salah satunya adalah polemik aglomerasi Jakarta dan daerah sekitarnya yang nantinya akan diserahkan kewenangannya kepada wakil presiden.

Ia menjelaskan, aglomerasi Jakarta akan berkesinambungan dengan daerah lain, yakni Bekasi, Depok, Bogor, Tangerang, dan Cianjur. Kewenangan wakil presiden tersebut juga dijelaskannya tak mengambil alih kewenangan pemerintah daerah. Sebab RUU RKJ itu tidak terikat dalam satu undang-undang tentang pemerintah daerah. 

“Saya sampaikan lagi jangan sampai kita berpikir seolah-olah wapres mengambil alih kewenangan pemerintahan daerah, tidak. Nggak punya kewenangan, tidak bisa mengambil alih kewenangan,” ujar Tito di Gedung Nusantara I, Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (13/3/2024).

Tito menyebut, kewenangan aglomerasi Jakarta ke wakil presiden tak berkaitan dengan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024. Sebab, pembahasannya mengenai harmonisasi Jakarta dan daerah sekitarnya dilakukan sejak April 2022.

 

Dalam berbagai pembahasan dan focus group discussion (FGD), muncul isu tentang pentingnya penataan atau harmonisasi pembangunan, mulai dari perencanaan hingga evaluasi yakni Jakarta dan kota satelit di sekitarnya karena sudah menjadi satu kesatuan.a

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler