Salahkan Rekapitulasi di KPU Jabar, Ketua KPU Dinilai tak Konsisten
Direktur DEEP menilai Ketua KPU tidak konsisten dengan salahkan rekapitulasi di Jabar
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP) Indonesia memantau rekapitulasi perolehan suara di provinsi yang belum tuntas yaitu Jawa Barat. Hasil pemantauan DEEP Indonesia menunjukkan banyak problematika di salah satu provinsi yang terbesar jumlah pemilihnya itu.
Direktur DEEP Indonesia, Neni Nur Hayati menilai keterlambatan rekapitulasi disebabkan karena permasalahan yang kompleks di lapangan terkait permasalahan teknis rekapitulasi dan penghitungan suara, kualitas data pemilih, profesionalitas penyelenggara pemilu, problem sirekap serta kejadian khusus saat rekapitulasi.
"Problem tersebut dipicu karena banyaknya TPS yang dilakukan pemungutan suara ulang (PSU), tidak sinkronnya data c hasil, c salinan dan Sirekap yang terjadi di seluruh daerah, dugaan penggelembungan suara dari PPP ke PSI seperti yang terjadi di Kabupaten Tasikmalaya, pergeseran suara caleg di Kabupaten Majalengka," kata Neni kepada Republika, Senin (18/3/2024).
"Diberhentikannya 5 anggota PPK Karawang karena terbukti melakukan penggeseran suara baik dari partai ke partai, partai ke caleg, caleg ke caleg dan pemindahan surat suara tidak sah ke suara caleg, jumlah TPS yang gemuk seperti di Tambun Selatan sejumlah 1222 TPS serta dinamika rekapitulasi di tingkat PPK karena ketidakpuasan saksi," lanjut Neni.
Neni menambahkan kondisi ini diperparah dengan Bawaslu yang tidak memiliki data kuat secara berjenjang. Sehingga proses pengawasan dan penanganan pelanggaran yang kurang maksimal di lapangan dan potensi pelanggaran tidak dapat terhindarkan.
Melalui surat KPU RI Nomor 454/PL.01.8-SD/05/2024 tentang Pelaksanaan Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara Pemilu 2024 menyatakan bahwa jadwal rekapitulasi dan penetapan rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara di tingkat provinsi dilaksanakan pada tanggal 19 Februari 2024-10 Maret 2024.
Tetapi dalam point tiga dinyatakan dengan memperhatikan situasi dan kondisi pelaksanaan rekapitulasi hasil penghitungan suara di berbagai tingkatan dalam hal tidak dapat terlaksana karena rentang waktu ditentukan terjadi force majeur maka dilakukan penyesuaian.
"Pernyataan Ketua KPU RI yang menyalahkan KPU Provinsi Jawa Barat karena terlambat proses rekapitulasi di tingkat provinsi menjadi inkonsisten dan penuh anomali dengan surat keputusan KPU yang telah diterbitkan dan dijadikan acuan oleh KPU sesuai dengan tingkatannya. Semestinya KPU RI juga melakukan monitoring agar diketahui bagaimana kondisi di lapangan yang terjadi. Ketika melempar permasalahan ke penyelenggara pemilu tingkat bawah justru malah terlihat KPU RI lepas tanggungjawab," ujar Neni.
Neni juga menemukan permasalahan pada sirekap yang membuat rekapitulasi berjenjang berlangsung lama. Saat melakukan pemantauan di KPU Provinsi Jawa Barat, DEEP menemukan berkali-kali Sirekap mengalami server down sehingga harus menunggu beberapa saat.
"Sirekap ini yang tadinya hanya sebagai alat bantu malah menjadi alat kerja utama. Tidak menyelesaikan permasalahan tetapi justru yang terjadi adalah membuat permasalahan baru dan menjadi ruang gelap dalam pemilu. Di tingkat pusat kebijakan sirekap yang buka tutup justru semakin jauh dari asas transparansi dan akuntabilitas," ucap Neni.
Ke depan, Neni mendorong problematika rumit yang terjadi terutama berkaitan teknis dan tata kelola manajemen pemilu harus dilakukan evaluasi secara komperhensif.
"Agar ada perbaikan dan kejadian serupa tidak kembali terulang," ucap Neni.
DEEP Indonesia sempat mendorong KPU untuk bisa melaksanakan rekapitulasi sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan. Karena keterlambatan rekapitulasi di tingkat provinsi akan berimplikasi pada terlambatnya rekapitulasi di tingkat nasional.
Sebelumnya, KPU Jawa Barat mendapatkan sindiran dari Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari, karena tak kunjung menghadiri rapat pleno rekapitulasi penghitungan suara Pemilu 2024 di tingkat nasional hingga Sabtu (16/4). Padahal, KPU Jabar berada di Pulau Jawa dan bukan di klaster Papua. Sementara, semua provinsi di Pulau Jawa lainnya telah selesai melakukan rekapitulasi di tingkat nasional.