Mengapa Pemilih Kulit Hitam Merapat ke Donald Trump?
Sejarah hubungan pemilih kulit hitam dan Partai Republik bisa ditelisik sejak lama.
REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Pada 2021 lalu Anggota Kongres Amerika Serikat (AS) dari Partai Demokrat Cori Bush menyebut mantan Presiden Donald Trump sebagai "mantan pemimpin supremasi kulit putih." Sebelumnya pada 2018 lalu Hillary Clinton juga menyebut Trump sebagai "bodoh" dan "rasis" setelah ia berulang kali membuat pernyataan yang merendahkan Haiti dan negara-negara Afrika.
Baru-baru ini mantan calon kandidat presiden dari Partai Republik Nikki Haley mengatakan pernyataan Trump mengenai warga Afrika-Amerika "menjijikan." Terlepas dari semua ini dan persaingan ulang Presiden Joe Biden dengan Trump pada November 2024 mendatang, jajak pendapat justru menunjukkan dukungan warga kulit hitam AS pada Trump terus meningkat.
Dikutip dari Aljazirah, Rabu (20/3/2024) pada 2016 lalu berdasarkan exit polls Trump hanya mendapatkan delapan persen suara dari warga kulit hitam, dukungan tertinggi warga kulit hitam pada kandidat Partai Republik sejak George Bush pada tahun 2000. Dalam pemilihan 2020 lalu angka dukungan warga kulit hitam pada Trump naik 12 persen.
Sementara jajak pendapat berbeda-beda tapi survei GenForward baru-baru ini menunjukkan bila pemilihan presiden digelar sekarang maka Trump akan menerima 17 persen suara dari warga kulit hitam. Sementara 20 persen mengatakan mereka memilih orang lain selain Trump atau Biden.
Pemilih kulit hitam di Amerika Serikat (AS) unik, sebab satu-satunya pemilih yang konsisten mengidentifikasi diri mereka sebagai pemilih Partai Demokrat. Pada 2020 lalu hampir 77 persen pemilih kulit hitam yang mendukung Partai Demokrat. Dibandingkan pemilih kulit putih yang sebanyak 42 persen dan pemilih Latin 63 persen.
Namun kini hanya 63 persen pemilih kulit hitam yang mengidentifikasi diri mereka sebagai Partai Demokrat yang mengatakan akan mendukung Biden pada pemilihan presiden tahun ini. Angka ini dapat menimbulkan masalah bagi Partai Demokrat terutama di negara bagian-negara bagian dengan massa mengambang atau yang dikenal sebagai swing state.
Untuk memahami sejarah hubungan pemilih kulit hitam dengan Partai Republik perlu ditelisik pola pemilihan umum sejak abad ke-20. Sebelum 1930-an Partai Republik dan Demokrat sulit mendapat dukungan dari pemilih kulit hitam dan putih. Namun pemilihan Franklin D Roosevelt tahun 1932 memicu perubahan pemilih kulit hitam ke Partai Demokrat.
Menurut dari Joint Center for Political and Economics Studies, Roosevelt mendapatkan 71 persen pemilih kulit hitam dalam pemilihan presiden. Masyarakat kulit hitam AS menjadi kelompok yang paling terdampak Depresi Besar.
Roosevelt meluncurkan program pemulihan ekonomi, New Deal sebagai upaya untuk memperbaiki masalah ekonomi itu. "Di antara warga Amerika, tidak boleh ada orang dan ras yang dilupakan," kata Roosevelt saat itu.
Partai Demokrat akan terus menarik pemilih Partai Republik pada akhir 1940-an ketika Harry S Truman, presiden dari Partai Demokrat lainnya, menandatangani perintah eksekutif pada 26 Juli 1948 yang memerintahkan desegregasi Angkatan Bersenjata AS.
Hal ini membuat marah sekelompok anggota Partai Demokrat, yang dikenal sebagai Dixiecrats, yang menentang undang-undang hak-hak sipil dan ingin mempertahankan segregasi di negara-negara bagian selatan. Pada Juli 1948 kaum Dixiecrats mengadakan konvensi terpisah di Birmingham, Alabama, di mana mereka mencalonkan Gubernur South Carolina Strom Thurmond, seorang pendukung segregasi, sebagai calon presiden dengan apa yang mereka sebut sebagai tiket "Hak-hak Negara Bagian" yang menyerukan hak untuk mempertahankan segregasi.
Meskipun Thurmond memenangkan lebih dari 1,1 juta suara dalam pemilihan presiden 1948, jumlah ini hanya 2,4 persen dari total suara yang masuk dan ia akhirnya dikalahkan oleh Truman, yang memenangkan 303 suara elektoral melawan 39 suara Thurmond.
Thomas Dewey, kandidat dari Partai Republik, meraih 189 suara. Partai Demokrat terus mendapatkan suara warga kulit hitam pada tahun 1964 dengan disahkannya Undang-Undang Hak Sipil dan Undang-Undang Hak Pilih tahun 1965 di bawah Presiden Lyndon B Johnson dari Partai Demokrat.
Setelah menandatangani undang-undang hak-hak sipil menjadi undang-undang, Johnson meramalkan reaksi keras dari blok pemilih kulit putih di Selatan ketika dia mengatakan: 'Kita kehilangan wilayah Selatan selama satu generasi.' Kandidat Presiden Partai Republik Richard Nixon memperparah perpecahan antara pemilih kulit hitam dan kulit putih dengan menerapkan apa yang pada saat itu dikenal sebagai "Strategi Selatan" selama kampanye tahun 1968 dan 1972. Strategi ini dirancang untuk menarik pemilih kulit putih di Selatan yang kecewa dengan sikap Partai Demokrat terhadap hak-hak sipil dan integrasi ras.
Jajak pendapat Gallup menunjukkan proporsi orang dewasa berkulit hitam di AS yang menganggap diri mereka Demokrat turun dari 77 persen pada tahun 2020 menjadi 66 persen di 2023. Kini pemilih kulit hitam lebih independen dibandingkan generasi sebelumnya terutama pemilih muda.
Dalam pemilu sela 2022 lalu Biden masih mendapatkan banyak suara pemilih kulit hitam. Namun terdapat pergeseran dari pemilih kulit hitam yang mulai condong ke Partai Republik. Partai itu hanya mendapatkan delapan persen suara warga kulit hitam di pemilu sela empat tahun sebelumnya menjadi 14 persen pada 2022.
Warisan Partai Demokrat dengan Gerakan Hak-hak Sipil membuatnya populer di kalangan pemilih kulit hitam. Namun, pemilih muda kulit hitam tidak memiliki keterikatan dengan warisan hak-hak sipil yang sama.
"Saya pikir generasi pemilih kulit hitam tertentu tidak memiliki pengalaman langsung dengan gerakan hak-hak sipil atau pengetahuan tentang hal-hal tersebut, karena bagi mereka itu bukan ingatan, melainkan sejarah," kata ilmuwan politik di Winthrop University Adolphus Belk.
"Mereka datang tanpa pemahaman tentang kontur sejarah ini, keterbatasan, peluang, dan rasa frustrasi tersebut menjadi jelas dalam peningkatan persentase pemilih kulit hitam yang melihat Partai Republik secara umum, dan mengeksplorasi beberapa keingintahuan tentang Trump, terlepas dari masalah rasialnya," kata Belk.
Selain itu, Belk menambahkan pemilih kulit hitam frustasi karena mereka hanya menerima sedikit dari Partai Demokrat sebagai imbalan dukungan mereka selama puluhan tahun. Pada umumnya pemilih kulit putih terutama pemilih pria kulit putih, adalah konstituen terbesar yang dimiliki Partai Republik dan mereka cenderung diperlakukan dengan baik oleh Partai Republik.
Anda tidak melihat perayaan yang konsisten, penghormatan dan penghargaan yang sama terhadap pemilih kulit hitam dan perempuan kulit hitam [oleh Partai Demokrat]," kata Belk. Pada Oktober 2023, jajak pendapat New York Times/Siena College juga menemukan 22 persen pemilih kulit hitam di enam negara bagian penting mendukung Trump.
Tim Scott, satu-satunya senator kulit hitam dari Partai Republik masuk dalam daftar calon wakil presiden dan mendapat pujian dari Trump. Scott, yang keluar dari persaingan nominasi calon presiden dari Partai Republik pada bulan November lalu, mendukung Trump pada bulan Januari.
Namun, beberapa pengamat politik melihat upaya Trump untuk menjangkau para pemilih kulit hitam baru-baru ini penuh dengan stereotip warga Amerika keturunan Afrika. Dalam acara yang diselenggarakan Black Conservative Federation (BCF) di Columbia, South Carolina, baru-baru ini Trump mengatakan, ia yakin ia menerima lebih banyak dukungan dari warga kulit hitam karena empat kasus kriminal yang menimpanya, karena warga kulit hitam secara historis diperlakukan tidak adil sistem peradilan pidana.
"Dan kemudian saya didakwa untuk kedua kalinya, ketiga kalinya, dan keempat kalinya. Dan banyak orang mengatakan itulah mengapa orang kulit hitam menyukai saya karena mereka telah disakiti dan didiskriminasi," katanya.
"Mereka benar-benar melihat saya sebagai orang yang didiskriminasi," kata Trump. Namun, BCF tampaknya tidak peduli dengan kritik terhadap Trump yang berusaha menunjukkan ia memiliki hubungan dengan orang kulit hitam. Lewat akun resminya di media sosial X, BCF untuk membela Trump atas kata-katanya di acara tersebut.
Mirip dengan strategi Partai Demokrat pada pertengahan abad ke-19, Trump mencoba menarik para pemilih kulit hitam yang tidak puas dari Partai Demokrat. Trump juga mengklaim warga kulit hitam Amerika bernasib lebih baik secara ekonomi di bawah kepresidenannya dengan tingkat pengangguran yang sangat rendah. Namun, beberapa ahli berpendapat ini adalah kelanjutan dari tren penurunan yang dimulai dengan pemerintahan Obama.