Waspada, Hujan Disusul Cuaca Panas Terik Berpotensi Tingkatkan Kasus DBD
Dari sisi epidemiologi, lebih aman jika hujan terus daripada hujan diselingi panas.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Kesehatan menyoroti bahaya cuaca panas dan terik beberapa hari terakhir. Kondisi itu berpotensi menyebabkan peningkatan jumlah kasus demam berdarah dengue.
"Akhir-akhir ini hujan deras kemudian tiga-empat hari belakangan panas. Ini yang menyebabkan genangan yang ada dari hujan itu berpotensi menimbulkan banyak sarang nyamuk untuk berkembang biak," kata Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kemenkes Imran Pambudi dalam gelar wicara di Jakarta, Kamis (21/3/2024).
Imran menuturkan cuaca panas yang tiba-tiba datang menyebabkan air dalam tempat-tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti itu semakin kotor. Kubangan tidak terbilas dengan air yang baru.
"Sebetulnya, dari sisi epidemiologi, lebih aman kalau hujan terus ada karena airnya akan terganti. Kalau sekarang hujannya berbahaya untuk terkait dengue," kata dia.
Data kumulatif sebaran kasus dengue dari Kementerian Kesehatan per 18 Maret 2024 memperlihatkan total ada 35.556 kasus. Enam provinsi yang menyumbang kasus terbanyak adalah Jawa Barat (10.428 kasus), Jawa Timur (3.638 kasus), Sulawesi Tenggara (2.763 kasus), Kalimantan Tengah (2.309 kasus), Kalimantan Selatan (2.068 kasus), dan Lampung (1.761 kasus).
Data yang sama mengungkap, total kasus kematian yang diakibatkan oleh dengue pun sudah mencapai 290 kasus. Kemenkes pun telah melakukan enam langkah strategis dalam memberantas penyakit dengue makin berkembang dalam masyarakat.
Imran menjelaskan strategi pertama yang dilakukan adalah fokus pada manajemen vektor, yakni mengendalikan kasus sebelum masa penularan dengan memberdayakan masyarakat. Contohnya melalui Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik dan pemeriksaan jentik secara berkala.
Strategi kedua, yakni menerbitkan berbagai aturan seperti
Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran (PNPK) terkait tata laksana infeksi dengue pada dewasa dan anak-anak serta remaja. Selain itu, pihaknya juga menggalakkan penggunaan rapid diagnostik test (RDT) sebagai alat bantu penegakan diagnosis dini dengue.
Upaya selanjutnya, yakni mewujudkan surveilans dengue secara data seketika (realtime) melalui pengembangan SIARVI (Sistem Informasi Arbosirosis), membentuk tim gerak cepat dalam penanggulangan Kejadian Luar Biasa (KLB), dan sistem kewaspadaan dini KLB.
Strategi keempat Kemenkes ialah melakukan diseminasi dan sistem kewaspadaan dini KLB dan revitalisasi kelompok kerja operasional. Masyarakat pun didorong untuk melakukan gerakan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) 3M Plus.
Dalam strategi kelima, Kemenkes menjalankan manajemen program, kemitraan dan komitmen pemerintah dan melakukan penyusunan Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPM) Penanggulangan Dengue. Kemenkes juga mengajak pemerintah daerah untuk membuat peraturan tentang pencegahan dan pengendalian dengue.
Strategi keenam mencakup pengembangan kajian serta penelitian dan inovasi. Pemerintah mengembangkan teknologi Wolbachia yang sudah diaplikasikan setidaknya di lima kota, yakni Semarang (Jawa Tengah), Bontang (Kalimantan Timur), Kupang (Nusa Tenggara Timur), Bandung (Jawa Barat), dan Jakarta Barat (DKI Jakarta).
"Memang beberapa kegiatan ini tidak bisa kita lakukan sendiri-sendiri. Kita semua harus bersama-sama mengatasi penyakit dengue," ujar Imran.