Terjebak Macet dan Lelah, Bolehkah tidak Puasa Saat Mudik Lebaran?
Islam mengatur tentang berpuasa saat perjalanan jauh, speerti mudik Lebaran.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mudik lebaran sering kali membuat kita kelelahan di perjalanan. Perjalanan yang panjang, terjebak macet, kadang membuat kita terpaksa harus membatalkan puasa di tengah hari.
Mudik lebaran sendiri merupakan agenda tahunan bagi para perantau. Sehingga setahun sekali mereka akan pulang ke kampung halaman untuk bertemu dan berkumpul dengan keluarga.
Dalam kondisi seperti ini apakah kita boleh tidak berpuasa? Apakah ada aturannya dalam Islam?
Dilansir dari About Islam pada Ahad (24/3/2024) Profesor Fiqh di Universitas Al-Azhar ‘Abdur-Rahman Al-‘Adawi mengatakan, dalam Islam, seseorang yang sedang bepergian mendapatkan keringanan untuk membatalkan puasanya jika sudah tidak kuat.
Allah Yang Mahakuasa berkata, “...dan siapa pun di antara kamu yang sakit atau dalam perjalanan, (lalu tidak berbuka), maka (wajib menggantinya) sebanyak hari (yang ditinggalkannya) pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesukaran. Hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu agar kamu bersyukur.” (QS Al Baqarah ayat 187).
Dalam ayat ini, Allah membolehkan bagi musafir (orang yang bepergian) untuk berbuka plasa di bulan Ramadhan. Nabi saw bersabda, “Sesungguhnya Allah swt meringankan setengah sholat untuk musafir dan meringankan puasa bagi musafir, wanita hamil, dan menyusui.” (HR An Nasai)
Meski berbuka puasa dibolehkan bagi musafir, namun jika dia mampu untuk menyelesaikan puasanya, itu lebih utama. Seperti yang pernah ditanyakan Hamzah Al-Aslami kepada Nabi (saw), "Wahai Rasulullah, saya merasa bisa berpuasa ketika bepergian, apakah saya akan berdosa (jika saya berpuasa saat bepergian)?" Nabi (saw) berkata, "Ini adalah keringanan dari Allah, dia yang memanfaatkannya berbuat baik dan dia yang suka berpuasa, tidak ada salahnya." (HR Muslim)
Adapun keringanan dibolehkannya tidak berpuasa...
Adapun keringanan dibolehkannya tidak berpuasa dalam Islam adalah apabila jarak atau lamanya perjalanan itu mencapai 85 kilometer. Selain itu, seseorang tidak dianggap sebagai seorang musafir kecuali dia melampaui daerah berpenghuni dari lokasi di mana dia tinggal.
Jadi, seseorang yang berniat bepergian, tetapi tidak memulai perjalanan atau melampaui daerahnya tidak diizinkan berbuka puasa. Jika seseorang yang merasa sulit untuk berpuasa saat bepergian atau bahwa puasa secara fisiologis akan merugikannya, lebih baik baginya untuk berbuka.
Jabir telah berkata, “Sekali Nabi (saw) melewati seorang pria yang berbaring di bawah pohon sementara air disemprotkan ke wajahnya (karena apa yang dia rasakan karena puasa). Nabi bertanya, 'Bagaimana dengan pria ini?' Mereka berkata, "Dia sedang berpuasa." Nabi (saw) berkata, 'Puasa tidak dianjurkan saat bepergian.'” (An-Nasa'i)
Berbuka puasa lebih baik daripada berpuasa jika musafir berada di antara tentara Muslim. Dalam kasus seperti itu, puasa tidak disukai, terutama jika secara fisiologis melemahkannya sehingga dia mungkin tidak dapat bergabung dalam pertempuran.
Orang tersebut diperbolehkan untuk berbuka puasa baik di siang hari atau di tengah hari, selama dia memenuhi syarat untuk menjadi seorang musafir. Ini karena jika perjalanan dimulai di malam hari dan berlanjut sampai siang hari, itu adalah alasan untuk berbuka puasa.
Ini sama seperti jika ada alasan untuk...
Ini sama seperti jika ada alasan untuk berbuka puasa di siang hari, yaitu penyakit dan bepergian. Dua kondisi tersebut merupakan kondisi yang dinyatakan boleh berbuka puasa
Juga diperbolehkan baginya untuk berbuka puasa jika dia bepergian di siang hari. Musafir tersebut harus mengganti puasanya dengan jumlah hari yang ditinggalkan setelah bulan Ramadhan.