Ramadhan Hijau untuk Kesehatan Bumi

Aktivitas konsumsi yang berlebih-lebihan bukan hanya akan berdampak buruk bagi kesehatan jasmani dan rohani, tetapi juga akan membawa dampak buruk bagi lingkungan.

retizen /jok
.
Rep: jok Red: Retizen
Buka bersama di bulan Ramadan. Foto: Anadolu Agency via republika.co.id.

RAMADAN semestinya bisa dijadikan momentum untuk memperbaiki kualitas Bumi yang kita tinggali agar semakin bersih, semakin sehat, dan semakin berkelanjutan.


Bulan suci Ramadan kembali kita lakoni. Ritual shaum wajib tengah dijalankan oleh kaum Muslim di seluruh dunia. Shaum merupakan rukun keempat dari rukun Islam yang harus ditegakkan umat Muslim, di samping syahadat, shalat, zakat, dan ibadah haji.

Ramadan, yang kerap pula disebut-disebut sebagai bulan kemenangan (syahrul fath), sesungguhnya merupakan bulan yang tepat untuk menggembleng diri kita agar semakin mampu melawan segala nafsu duniawi, termasuk menahan nafsu untuk melakukan konsumsi secara berlebih-lebihan.

Aktivitas konsumsi yang berlebih-lebihan bukan hanya akan berdampak buruk bagi kesehatan jasmani dan rohani, tetapi juga akan membawa dampak buruk bagi lingkungan. Dalam Al-Quran sendiri dinyatakan antara lain: “Makan dan minumlah, tetapi jangan berlebihan. Sungguh Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan.” (QS.7:31).

Oleh sebab itu, datangnya Ramadan, yang hanya setahun sekali itu, sesungguhnya bisa dijadikan wahana latihan yang bagus bagi kita untuk berlaku lebih hemat, lebih irit, yakni dengan jalan mengkonsumsi sebatas apa yang menjadi kebutuhan dasar kita saja. Bukan mengkonsumsi berdasar apa yang kita inginkan.

Kendatipun demikian, realita justru menunjukkan datangnya Ramadan -- yang kemudian disusul dengan Idul Fitri -- tampaknya malah membuat perilaku kita semakin jauh dari semangat kebersahajaan. Boleh jadi selama bulan Ramadan dan menyongsong Idul Fitri, pengeluaran kebanyakan warga masyarakat kita malah jauh lebih besar dan lebih boros ketimbang bulan-bulan lainnya.

Padahal, Allah SWT secara tegas melarang kita untuk berlaku boros, karena mereka yang boros adalah sahabatnya setan. “Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan hartamu secara boros. Sesungguhnya orang-orang yang pemboros itu adalah sahabat setan, dan setan itu sangat ingkar kepada Tuhannya.” (QS.17: 26-27).

Peningkatan volume sampah

Tingginya tingkat konsumsi masyarakat pada saat Ramadan pada gilirannya berimbas pada melonjaknya volume sampah selama Ramadan. Laporan media menyebut bahwa setiap Ramadan umumnya terjadi peningkatan antara 5 hingga 20 persen volume sampah. Peningkatan tersebut didominasi terutama oleh sampah makanan yang tidak habis dan sampah kemasan makanan.

Menurut kajian yang dilakukan Barilla Centre for Food and Nutrition Foundation, Indonesia termasuk salah satu negara penghasil sampah makanan terbesar kedua di dunia, dengan rata-rata membuang sekitar 300 kilogram sampah makanan per orang per tahun. Ketika sampah makanan yang kita hasilkan itu membusuk, maka ia akan melepaskan metana, gas rumah kaca yang kekuatannya dua puluh lima kali lebih besar daripada karbon dioksida serta berkontribusi terhadap 20 persen dari emisi gas rumah kaca global.

Tentu saja, semakin banyak sampah makanan yang kita hasilkan, semakin berdampak buruk bagi Bumi kita. Kecenderungan melonjaknya jumlah sampah makanan dan sampah kemasan makanan selama bulan Ramadan patut menjadi keprihatinan kita semua.

Kecenderungan terjadinya peningkatan produksi sampah makanan dan sampah kemasan makanan selama Ramadan menunjukkan bahwa perintah Al-Quran agar kita makan-minum secukupnya dan tidak berlebih-lebihan serta tidak boros tampaknya masih jauh dari praktik kehidupan nyata keseharian kita. Padahal, Ramadan seharusnya dapat kita jadikan momentum untuk memperbaiki kualitas lingkungan sehingga semakin bersih dan semakin sehat. Ibadah shaum wajib yang kita jalankan selama sebulan penuh sepanjang bulan Ramadan semestinya dapat turut meredusir jumlah sampah makanan dan sampah kemasan makanan yang kita hasilkan.

Pada titik inilah apa yang diistilahkan sebagai Ramadan hijau agaknya menemui relevansinya. Ramadan hijau dapat dimaknai sebagai setiap ikhtiar, setiap upaya, untuk membuat aktivitas ibadah shaum Ramadan semakin ramah lingkungan. Salah satunya yaitu dengan mengupayakan agar saat kita berbuka puasa dan saat kita melaksanakan sahur tidak sampai menyisakan sampah-sampah makanan dan sampah-sampah kemasan makanan.

Dengan demikian, kita ikut berkontribusi bagi terwujudnya Bumi yang semakin bersih, semakin sehat, dan semakin berkelanjutan.***

--

sumber : https://retizen.id/posts/297582/ramadhan-hijau-untuk-kesehatan-bumi
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Disclaimer: Retizen bermakna Republika Netizen. Retizen adalah wadah bagi pembaca Republika.co.id untuk berkumpul dan berbagi informasi mengenai beragam hal. Republika melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda baik dalam dalam bentuk video, tulisan, maupun foto. Video, tulisan, dan foto yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim. Silakan kirimkan video, tulisan dan foto ke retizen@rol.republika.co.id.
Berita Terpopuler