Tren Penyakit DBD di Jatim Naik, Tiga Bulan Sudah 6.515 Kasus

Orang tua diimbau segera memeriksakan anak yang mengalami gejala DBD.

ANTARA FOTO/Yusuf Nugroho
(ILUSTRASI) Pasien demam berdarah dengue (DBD).
Rep: Dadang Kurnia Red: Irfan Fitrat

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA — Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Jawa Timur (Jatim) melaporkan pada tiga bulan pertama 2024 ini sudah terdata ribuan kasus penyakit demam berdarah dengue (DBD). Trennya disebut cenderung naik dibandingkan tahun lalu.

Baca Juga


Sejak awal Januari hingga Maret ini, dilaporkan sudah terdata 6.515 kasus DBD, yang tersebar di berbagai wilayah Jatim. Adapun pada 2023, selama satu tahun, terdata 9.401 kasus DBD. “Trennya naik karena 9.000 itu setahun, sedangkan ini baru tiga bulan sudah mencapai 6.000 kasus,” kata Kepala Dinkes Provinsi Jatim Erwin Astha Triyono, Rabu (27/3/2024).

Dari ribuan kasus DBD tersebut, menurut Erwin, angka kematiannya kurang dari satu persen. Ia tidak menyebutkan angka pastinya. Namun, kata dia, kebanyakan dialami anak-anak yang terlambat mendapatkan penanganan.

Menurut Erwin, sebenarnya penyakit DBD bisa sembuh sendiri dalam waktu tujuh hari. Akan tetapi, ia mengatakan, dalam rentang waktu menuju kesembuhan tersebut ada dua hari yang mengancam.

“Kematian lebih banyak terjadi pada anak-anak karena DBD ini ‘menipu’. Hari ketiga dan keempat demamnya menurun, tapi ancamannya di situ, bisa terjadi //syok// dan pendarahan karena trombositopenia,” ujar Erwin.

Erwin mengatakan, karena pada hari ketiga dan keempat itu kondisi demam turun, anak-anak biasanya sudah diperbolehkan keluar untuk bermain. Padahal, saat itu merupakan masa kritis.

Dalam penanganan kasus DBD ini, Erwin menekankan soal deteksi dini. Para orang tua pun diminta segera memeriksakan anaknya jika mengalami gejala terkena DBD, seperti panas dingin, lemas, hingga pendarahan.

“Pencegahan penting dan deteksi dini juga penting karena terapinya tidak ada yang lebih baik dari cairan. Penyakit ini bisa sembuh dalam tujuh hari, tapi ada dua hari ancaman tadi, sehingga perlu monitoring,” kata Erwin.

Masyarakat pun diajak untuk menggencarkan pemberantasan sarang nyamuk melalui gerakan 3M, yaitu menguras dan menutup tempat penampungan air, serta mengolah atau membuang barang-barang yang berpotensi menjadi sarang nyamuk. Diharapkan jumlah kasus DBD bisa ditekan. “Kami harap sisanya bisa dicegah dengan upaya 3M,” kata Erwin.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler