IDI: Perubahan Iklim Berisiko untuk Kesehatan Kerumunan Mudik

Berkerumun adalah saat dimana orang perlu meningkatkan kewaspadaan.

ANTARA FOTO/Teguh Prihatna
Sejumlah penumpang angkutan kapal laut tujuan Tanjung Priok, Jakarta menunggu keberangkatan di terminal keberangkatan Pelabuhan Batu Ampar, Batam, Kepulauan Riau, Rabu (27/3/2023). PT Pelni (Persero) Cabang Batam menyiapkan tiket mudik lebaran gratis sebanyak 1.172 lembar untuk kuota keberangkatan 27 Maret, 7 dan 13 April 2024 menggunakan KM Kelud kelas ekonomi rute Batam-Belawan, Sumatera Utara dan Batam-Tanjung Priok, Jakarta.
Red: Gita Amanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Bidang Kajian Penanggulangan Penyakit Menular Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Prof Dr dr Erlina Burhan SpP(K) mengatakan perubahan iklim berisiko untuk kesehatan kerumunan mudik.

Baca Juga


"Kalau anda berisiko untuk mudah terinfeksi seperti orang tua, orang dengan 'komorbid', punya risiko untuk tertular kan? Kita sadar diri saja untuk memakai masker," kata Erlina dalam diskusi daring "Menjelang Mudik Lebaran" di Jakarta, Rabu.

Erlina mengatakan musim hujan juga berpotensi menurunkan sistem imun pada sebagian orang.

Oleh karena itu, menurut Erlina, berkerumun adalah saat dimana orang perlu meningkatkan kewaspadaan, termasuk menjaga tubuhnya tidak tertular penyakit yang dapat menyerang saluran pernapasan seperti Covid-19, contohnya, atau penyakit Flu Singapura yang kasusnya sedang meningkat oleh adanya infeksi Coxsackievirus.

Terkait Coxsackievirus, modus penularan cukup banyak. Umumnya adalah kontak langsung dengan penderita lewat ruam lenting pada kulit yang terbuka (pecah) atau cairan droplet menyentuh mulut dan rongga mulut kita, atau lewat makanan yang masuk ke mulut.

Penyakit itu membuat penderitanya demam, batuk dan sakit tenggorokan dengan masa inkubasi rata-rata 10 sampai 14 hari. Kematian akibat penyakit ini masih sangat jarang terjadi, tingkatnya masih di bawah penyakit Monkey Pox atau cacar monyet yang angka kematiannya antara tiga sampai enam persen.

Prinsip penanganannya adalah bersifat suportif dan pemberian obat sesuai gejala. Karena belum ada vaksin untuk Flu Singapura, pastikan melakukan etika ketika batuk dan kurangi kontak langsung dengan individu lain serta sterilisasi tangan dan jaga higienitas tubuh dengan mandi setiap hari.

Hingga pekan ke-11 2024, menurut Erlina, Kementerian Kesehatan melaporkan terdapat 5.461 orang terjangkit Flu Singapura di Indonesia. Dia menambahkan, Dinas Kesehatan Banten melaporkan 738 kasus Flu Singapura di kawasan tersebut terjadi sejak Januari hingga Maret 2024.

Sementara itu, kata Erlina, Dinkes Depok melaporkan 45 kasus suspek Flu Singapura di kawasan tersebut terjadi sejak Januari hingga Maret 2024, 10 pasien di antaranya dirawat di satu rumah sakit. "Di negara lain ternyata Flu Singapura atau Hand, Foot, and Mouth Disease itu juga dari waktu ke waktu meningkat," kata Erlina.

sumber : Antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler