Flu Singapura Berbeda dengan Cacar Air, Orang Bisa Kena Berkali-kali

Flu singapura berbeda dengan sariawan meskipun sama-sama menyebabkan lesi di mulut.

EPA/LUONG THAI LINH
Bayi berusia satu tahun yang menderita hand, foot and mouth disease (HFMD) alias flu singapura dirawat di rumah sakit di Hanoi, Vietnam, 1 September 2011.
Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hand, Foot and Mouth Disease (HFMD) berbeda dengan sariawan biasa meskipun sama-sama menyebabkan lesi di mulut. HFMD sering disebut sebagai flu singapura oleh masyarakat awam.

"Sariawan biasa hanya di mulut, wujudnya hampir sama, maka kadang-kadang orang tua ke dokter anaknya nggak mau makan pas dilihat karena ada lesinya di mulutnya," kata Prof. Dr. dr. Edi Hartoyo Sp.A(K) dalam diskusi daring yang diikuti, Selasa (2/4/2024).

Lesi di mulut pada HFMD sama seperti sariawan yang juga dapat menyebabkan anak malas makan dan kesulitan menelan. Lesi dan lentingan juga bisa muncul di sekitar mulut bagian luar dan bibir.

Selain sariawan, penyakit lain yang juga kerap disamakan dengan flu singapura adalah cacar air dan campak. Namun, Prof Edi menegaskan bahwa keduanya berbeda dengan flu singapura dilihat dari lokasi munculnya lesi.

"Cacar air, lesinya di badan baru keluar, lesi lentingan tepi kulitnya merah kalau flu singapura tidak, dari lokasinya flu singapura paling sering di telapak kaki, telapak tangan, dan mulut, kalau cacar jarang di telapak tangan," jelas dokter spesialis anak lulusan Universitas Gajah Mada ini.

Lesi atau luka pada kulit akibat lentingan pada kasus penyakit cacar bisa membekas pada kulit. Lain dengan halnya pada flu singapura, lesi akan hilang dengan sendirinya tanpa menyebabkan bekas.

Hal ini karena lesi lentingan pada flu singapura tidak sedalam cacar yang bisa menembus hingga lapisan kedua jaringan kulit. Perbedaan lainnya, menurut Prof Edi, flu singapura tidak menyebabkan kekebalan dan bisa terkena kembali jika daya tahan tubuh menurun.

Baca Juga


Itu juga pembeda flu singapura dengan cacar. Pada penderitanya, jika sudah terkena cacar maka tubuh bisa membentuk kekebalan, sehingga orang jarang bisa terkena kembali di kemudian hari.

"Virus ini tidak menyebabkan kekebalan, beda dengan cacar atau campak bisa kebal, tapi virus ini nggak, kalau musim ini kena besoknya bisa kena lagi kalau dia ada kontak, jadi masih bisa kena," kata Prof Edi.

Sementara itu, Prof Edi menjelaskan kasus flu singapura tercatat cukup tinggi di usia di bawah enam tahun pada anak di Indonesia. Itu terjadi karena kurangnya kepekaan orang tua pada penyakit ini.

Sering kali, saat anak demam, sulit makan, dan muncul bintik merah, orang tua tetap menyekolahkan anak dan tidak isolasi di rumah. Alhasil, penyebaran pada anak sangat tinggi dan cepat.

Meskipun tergolong penyakit ringan yang bisa sembuh dalam tujuh hari, Prof Edi mengharapkan orang tua bisa mematuhi protokol kesehatan untuk mencegah penyebaran flu singapura. Caranya ialah dengan mengisolasi anak jika demam dan muncul bintik merah pada telapak kaki, tangan, dan mulut.

"Kalau anak kena flu singapura diisolasi dan cegah kontak dengan anak lain karena ini menular, masa infeksius tiga hingga lima hari, tujuh hari dia sudah tidak menular walaupun lesinya dalam tahap penyembuhan tapi tidak menular," jelas Prof Edi.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler