Kubu Ganjar: Harusnya Presiden Jokowi Dihadirkan di Sidang MK
Todung ragu majelis hakim MK bakal bersedia memanggil Presiden Jokowi.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Tim Hukum Ganjar-Mahfud, Todung Mulya Lubis mengatakan, Presiden Jokowi seharusnya juga dipanggil untuk hadir dalam sidang sengketa Pilpres 2024 di Mahkamah Konstitusi (MK). Kehadiran Jokowi dianggap perlu guna menguak dugaan penyaluran bansos untuk kepentingan pemenangan Prabowo-Gibran.
"Presiden Jokowi itu kan kepala pemerintahan. Kalau Presiden memang bisa didatangkan oleh ketua majelis hakim MK, itu akan sangat ideal," ujar Todung kepada wartawan usai sidang di Gedung MK, Jakarta Pusat, Rabu (3/4/2024).
Baca: Presiden Jokowi Resmi Tunjuk Marsdya Mohamad Tonny Harjono Jadi KSAU
Todung menjelaskan, keterangan dari Jokowi diperlukan karena memang dia pucuk pimpinan yang menentukan penyaluran bansos. Adapun Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Menteri Sosial Tri Rismaharini, Menko PMK Muhadjir Effendy, dan Menko Perekonomian Airlangga Hartarto merupakan pelaksana atas kebijakan Presiden.
"Jadi, menurut saya, kalau (Presiden Jokowi) bisa dihadirkan, itu sudah sangat bagus, sangat ideal, dan akan menjawab semua pertanyaan-pertanyaan yang ada pada benak publik," ujarnya.
Kendati begitu, Todung ragu majelis hakim MK bakal bersedia memanggil Jokowi. Dia tak melihat ada tanda-tanda, majelis akan memanggil orang nomor satu di RI itu.
Baca: Mengenal Pangdam Jaya Mayjen M Hasan, Eks Pengawal Jokowi
Majelis hakim, kata dia, sepertinya sudah menganggap cukup pemanggilan atas empat menterinya Jokowi. Padahal, lanjut dia, kalau persoalan penyaluran bansos mau tuntas, "harusnya Presiden Jokowi dihadirkan".
Majelis hakim MK memang sudah memutuskan memanggil Menteri Sosial Tri Rismaharini, Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menko PMK Muhadjir Effendy, dan Menko Perekonomian Airlangga Hartarto. Empat pembantu Presiden Jokowi itu dijadwalkan menyampaikan keterangan dalam persidangan pada Jumat (5/4/2024).
Kubu Ganjar-Mahfud menuntut MK memerintahkan KPU melaksanakan pemungutan suara ulang Pilpres 2024 tanpa melibatkan Prabowo-Gibran. Petitum itu diajukan karena mereka yakin bahwa pelaksanaan Pilpres 2024 diwarnai pelanggaran terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) yang dilakukan Presiden Jokowi.
Salah satu bentuk pelanggaran TSM yang dilakukan Jokowi adalah penyaluran berbagai bansos kepada masyarakat jelang hari pencoblosan. "Dalam konteks kebijakan, Presiden Jokowi melakukan abuse of power dengan cara mempolitisasi bantuan sosial ....," kata Ganjar-Mahfud dalam berkas gugatannya halaman 50.