Iran Serang Israel, Pakar: Akhirnya Wakili Perang Bela Palestina Saat Arab tak Berani
Iran lakukan serangan balasan ke Israel
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Iran melancarkan serangan militer langsung pertamanya terhadap Israel pada Sabtu (13/4/2024) kemarin. Serangan ini merupakan serangan balasan atas tragedi serangan konsulat jenderal di Suria yang menewaskan tujuh anggota korps garda revolusi Iran.
Pengamat Timur Tengah, Yon Machmudi mengatakan, serangan Iran tersebut juga mewakili perang bela Palestina.
Pada akhirnya, kata dia, Iranlah yang mewakili perlawanan melawan Israel, ketika negara-negara Arab yang lain tidak berani atau tidak ingin terlibat peperangan dengan Israel.
"Akhirnya Iran mewakili perang bela Palestina melawan Israel," ujar Yon saat dihubungi Republika.co.id, Ahad (14/4/2024).
Yon menuturkan, dalam melakukan serangan balasan tersebut Iran tentu sudah memeprtimbangkan berbagai aspek geopolitik yg ada di kawasan maupun secara global. "Artinya, Iran sendiri sudah menimbang bahwa apayang terjadi dj kawasan ini dalam skop kemamapuan Iran untuk bisa menyelesaikannya," ucap Yon.
Selain itu, menurut dia, serangan ke Israel tersebut juga bagian dari titik kesabaran Iran ketika berhadapan dengan Israel dan Amerika.
Karena, kata dia, sebelumnya Jenderal Top Iran Qasem Soleimani ju dibunuh atas operasi Amerika Serikat sendiri, dan Iran tidak memberikan balasan yang setimpal. "Dan kali ini dua jenderal mereka terbunuh atas operasi yang dilakukan oleh Israel (di Suriah)," kata Yon.
Dalam hal ini, lanjut dia, konsultasi Iran dengan Rusia juga sudah cukup intensif. Dia juga melihat China juga berada di balik kemungkinan dukungan terhadap Iran guna melawan Israel yang di belakangnya dipastikan akan menarik Amerika Serikat untuk terlibat.
"Nah, kalau kita lihat potensi yang terjadi apakah ini akan semakin meluas? Ya negara-negara yang melawan Amerika Serikat dan Israel yang terdiri dari Iran, Irak, Suriah, Lebanon dan Yaman tampaknya kompak untuk memberikan perlawanan, walaupun negara-negara Arab cenderung absen di dalam mendukung tapi tidak mau terdampak secara langsung," jelas dia.
Maka, menurut Yon, jika Amerika Serikat kemudian ikut turun membantu Israel secara penuh, maka juga bisa dipastikan bahwa Rusia dan China juga akan membackup Iran, karena bagaimana pun Iran sangat membantu dalam perang Rusia-Ukraina dan Cina berutang kepada China dalam pemenuhan energi.
"Jadi, China tidak mau pasokan energi dari Iran bermasalah karena potensi serangan Israel dan Amerika. Maka, mereka tentu akan memberikan bantuan," ujar Yon.
Di sisi yang lain, Rusia-China juga diuntungkan dalam kompetesi dengan Amerika di kawasan Timur Tengah. Jika mereka berhasil memenangkan perang ini, kata Yon, maka sebenarnya perang Rusia dan Ukraina sudah selesai.
Kendati demikian, Yon tidak dapat memastikan apakah serangan Iran ini akan memicu perang dunia ketiga atau tidak. Untuk mengetahui hal itu, kata dia, harus menunggu dulu sikap yang akan diambil Amerika.
"Apakah ini kan menjadi sebuah perangg dunia ketiga? Maka kita bisa lihat beberapa hari ke depan bagaimana sikap Amerika Serikat sendiri, apakah akan mau terlibat atau berusaha untuk melakukan de-eskalasi terhadap potensi konflik perang dunia ketiga ini," kata Yon.
Iran menepati janjinya membalas serangan yang menewaskan dua jenderal Garda Revolusi. Iran pada Ahad (14/4/2024) dini hari WIB melancarkan serangan ke Israel dengan mengirim puluhan drone seperti dilaporkan Axios dilansir Times of Israel.
Sementara Sky News Arab mengutip media Iran mengatakan bahwa sebanyak 50 drone diterbangkan menuju Tel Aviv.
Penasihat senior Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei, mengatakan Israel panik dengan kemungkinan respons Iran atas serangan mematikan di kantor konsulat Iran di Suriah. Serangan itu menewaskan tujuh orang, termasuk perwira senior Garda Revolusi Iran.
"Pekan ini Zionis sepenuhnya panik dan dalam keadaan waspada," kata Yahya Rahim Safavi pada kantor berita ISNA seperti dikutip dari Aljazirah, Sabtu (13/4/2024).
"Mereka tidak tahu apa yang ingin Iran lakukan, sehingga mereka dan pendukung mereka ketakutan," katanya seperti dikutip ISNA.
Angkatan Darat Israel mengumumkan menangguhkan cuti unit tempurnya dan mengatakan pemerintah memutuskan meningkatkan jumlah personel dan tentara wajib militer untuk beroperasi di pertahanan udara.
"Perang politik, media, dan psikologis ini lebih menakutkan bagi mereka dibandingkan perang itu sendiri, karena mereka menunggu serangan setiap malam dan banyak dari mereka yang melarikan diri dan berlindung di tempat perlindungan," kata Safavi.
Menteri Luar Negeri Israel Israel Katz mendesak Uni Eropa menjatuhkan sanksi pada Iran dan mendeklarasikan Garda Revolusi sebagai "organisasi teroris".
“Rezim Ayatollah Khamenei adalah rezim kriminal yang mendukung kejahatan Hamas dan sekarang melakukan operasi pembajakan yang melanggar hukum internasional,” kata Katz.