KPK Tegur Dokter yang Setujui Surat Sakit Bupati Sidoarjo
Gus Muhdlor tak hadiri pemeriksaan KPK lantaran mengaku sedang sakit.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meragukan alasan ketidakhadiran Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali dalam pemeriksaan sebagai tersangka pada Jumat (19/4/2024). Gus Muhdlor beralasan sedang sakit sehingga tak bisa memenuhi panggilan KPK.
Gus Muhdlor semula diagendakan diperiksa KPK pada Jumat (19/4/2024) sebagai tersangka kasus memotong insentif pegawai BPPD Sidoarjo. Tapi, Gus Muhdlor mengaku tiba-tiba sakit jelang dipanggil KPK.
"Dirawat sejak 17 April 2024 sampai dengan sembuh. Ini memang agak lain suratnya. Sampai sembuhnya kapan kan kita enggak tahu, penyakitnya juga nggak tahu," kata Juru Bicara KPK Ali Fikri kepada wartawan di Jakarta, Jumat (19/4/2024).
KPK mengingatkan supaya dokter yang membuat surat keterangan rawat inap bagi Gus Muhdlor tak main-main. KPK mewanti-wanti dokter yang menghalangi penyidikan dapat dipidanakan.
"Dokter yang beri surat keterangan ini harus kami ingatkan karena kita tahu ada perkara juga yang dulu kemudian KPK lakukan proses penyidikan dengan alasan kesehatan dan lain-lain," ujar Ali.
KPK mengultimatum para dokter jangan coba-coba mengakali penyidikan. Sebab tindakan semacam itu dapat diganjar hukuman pidana. "Kemudian, (dokter) bisa dipersoalkan secara hukum. Misal sengaja menghalangi proses hukum," ucap Ali.
Sebelumnya, kuasa hukum Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali, Mustofa Abidin menyebut kliennya tidak bisa memenuhi panggilan KPK karena sedang tidak enak badan. "Hari ini memang Bupati Sidoarjo tidak dapat hadir memenuhi panggilan pemeriksaan oleh KPK tersebut karena sakit," kata Mustofa.
Dia menyebut, alasan sakit dari kliennya sudah dikabarkan kepada KPK. Gus Muhdlor pun meminta panggilannya dijadwal ulang. "Tadi pagi kami sudah menyampaikan surat permohonan penundaan pemeriksaan kepada KPK," ujar Mustofa.
Gus Muhdlor menjadi tersangka ketiga yang dijerat KPK dalam kasus dugaan korupsi pemotongan dana insentif. Gus Muhdlor juga telah dicegah bepergian ke luar negeri selama enam bulan.
Baca: Pakar Sebut Jadi Intel Harus Bisa Tahan Diri tidak Terkenal
Dalam kasus pemotongan dan penerimaan uang kepada pegawai negeri di lingkungan BPPD Kabupaten Sidoarjo, awalnya baru ada dua orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK. Keduanya ialah Siska Wati (Kasubag Umum dan Kepegawaian BPPD, Sidoarjo), dan Ari Suyono (Kepala BPPD, Sidoarjo).
Dalam konstruksi perkaranya, pada 2023, BPPD Kabupaten Sidoarjo memperoleh pendapatan pajak daerah sebesar Rp 1,3 triliun. Atas capaian tersebut, pegawai BPPD seharusnya berhak memperoleh insentif.
Yang terjadi, insentif yang seharusnya mereka terima, secara sepihak dipotong oleh kepala BPPD Sidoarjo. Ternyata pemotongan itu disetorkan untuk sang bupati.
Tercatat, total uang yang dipotong Siska mencapai Rp 2,7 miliar untuk periode 2023 saja. Sedangkan, laporan pemotongan yang diterima KPK sudah terjadi sejak 2021. KPK menemukan uang Rp 69,9 juta dari total Rp 2,7 miliar yang dikumpulkan dalam OTT tersebut.
Dari penelusuran KPK, Ari Suryono menyuruh Siska Wati mengalkulasi nominal dana insentif yang diterima para pegawai BPPD. Nantinya dana itu dipotong diduga diperuntukkan bagi kebutuhan Ari dan Gus Muhdlor. Besaran potongan yaitu 10-30 persen sesuai dengan besaran insentif yang diterima.
KPK menduga Ari Suryono aktif mengatur pemberian potongan dana insentif kepada Gus Muhdlor. Pemberian itu diduga dilakukan lewat orang-orang kepercayaan Muhdlor Ali.