Erick Thohir: Pupuk Harus Amankan Rantai Pasok Bahan Baku

BUMN pun tetap melakukan cukup banyak aksi korporasi.

ANTARA/Maria Cicilia Galuh
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir.
Red: Lida Puspaningtyas

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir mengimbau kepada seluruh BUMN untuk antisipatif dan adaptif dalam menghadapi tantangan akibat kondisi geopolitik dan ekonomi global. Erick tak ingin BUMN sekadar berdiam diri di tengah situasi geopolitik saat ini, melainkan harus bisa mencari peluang.

Baca Juga


Salah satu peluang yang bisa dimanfaatkan mengamankan pasokan bahan baku khususnya yang berasal dari luar negeri. Pasalnya, gejolak geopolitik timur tengah seperti perang Iran dengan Israel tidak hanya berdampak pada sektor keuangan dan komoditas di Indonesia, tetapi berdampak terhadap ketahanan pangan Indonesia dalam hal ini berpotensi mempengaruhi pasokan bahan baku pangan, salah satunya pupuk.

"Supply chain (rantai pasok) untuk pupuk, kita harus tingkatkan. Yang namanya kebutuhan bahan pasok untuk pupuk itu seperti potash, phospat, dan lain-lainnya. Nah itu kita kearah sananya iya. Dan kita sendiri sudah hampir dua tahun untuk mencari investasi di bidang bahan baku ini. Jadi lebih ke bahan baku securitynya," ujar Erick di Jakarta, Sabtu (20/4/2024).

Erick mengambil contoh saat BUMN berjibaku membantu pemerintah dan masyarakat mengatasi pandemi covid-19. Kala itu, ucap Erick, BUMN pun tetap melakukan cukup banyak aksi korporasi, melalui konsolidasi holding, merger, hingga mencari mitra strategis.

"Justru dengan situasi seperti ini saya sudah ingatkan kita jangan slowing down, justru kita harus agresif. Siapa tahu di tengah kondisi seperti ini ada opportunity karena Indonesia dilihat salah satu negara yang stabil secara pertumbuhan ekonomi dan juga politik," sambung Erick.

Erick mengatakan potensi pembangunan pabrik pupuk di tanah air masih besar guna menjaga ketersediaan dan kebutuhan pertanian. Saat ini, pabrik pupuk sudah beroperasi di pulau Jawa, Sumatera, Kalimantan, dan masih dalam pembangunan di wilayah Indonesia Timur.

Dinamika global yang terjadi membuat menguatnya dolar AS terhadap rupiah dan tentunya kenaikan harga minyak WTI dan Brent yang masing-masing telah menembus 85,7 dolar AS dan 90,5 dolar AS per barel. Situasi ekonomi dan geopolitik tersebut sudah dan akan berdampak kepada Indonesia melalui Foreign Outflow dana investasi yang akan memicu melemahnya rupiah dan naiknya imbal hasil obligasi. Kemudian juga semakin mahalnya biaya impor bahan baku dan pangan karena gangguan rantai pasok.

Ketahanan pangan ada kaitannya dengan ketersediaan pupuk dalam negeri. Sementara beberapa bahan baku pupuk berasal dari Timur Tengah dan Kawasan timur Eropa. Oleh karena itu, Erick mendorong BUMN dapat melihat secara cermat potensi peluang yang ada pada saat ini, termasuk untuk BUMN sektor pangan. Erick menilai upaya membangun ketahanan pangan melalui ketersediaan bahan baku menjadi sebuah keharusan.

”Jangan sampai ketika kita terjebak, oh situasi geopolitik akhirnya kita diam saja. Nggak boleh. Justru kita di tengah situasi geopolitik ini kita harus agresif," kata Erick.

sumber : ANTARA
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler