Alasan Sulit Mengirim Astronaut Kembali ke Bulan
Mengapa misi atronaut ke bulan saat ini tampak lambat, tersendat, dan rumit?
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pada 1969 hingga 1972, misi Apollo mengirim selusin astronaut ke permukaan bulan. Itu terjadi sebelum ledakan teknologi modern. Pertanyaannya sekarang, mengapa upaya-upaya saat ini, seperti yang diwujudkan dalam program Artemis NASA, tampak begitu lambat, tersendat-sendat, dan rumit?
Tidak ada satu jawaban yang mudah, tetapi yang jelas hal itu tergantung pada uang, politik, dan prioritas. Mengenai uang, misi Apollo sangat sukses dan sangat mahal.
Pada puncaknya, dilansir Space, Senin (22/4/2024), NASA menghabiskan sekitar lima persen dari seluruh anggaran federal, dan lebih dari separuhnya dikhususkan untuk program Apollo. Dengan memperhitungkan inflasi, seluruh program Apollo akan menelan biaya lebih dari 260 miliar dolar Amerika Serikat (AS) atau Rp 4 kuadriliun. Jika Anda memasukkan proyek Gemini dan program robotik bulan, yang merupakan pendahulu penting bagi Apollo, angkanya mencapai lebih dari 280 miliar dolar AS atau Rp 4,5 kuadriliun.
Sebagai perbandingan, saat ini NASA hanya menerima kurang dari setengah persen total anggaran federal, dengan prioritas dan arahan yang lebih luas. Selama dekade terakhir, NASA telah menghabiskan sekitar 90 miliar dolar AS atau Rp 1,5 kuadriliun untuk program Artemis. Tentu saja, dengan berkurangnya dana untuk melakukan pendaratan di bulan, kemajuan kita mungkin akan lebih lambat, bahkan dengan kemajuan teknologi.
Yang terkait erat dengan realitas-realitas keuangan adalah realitas-realitas politik. Pada 1960-an, Amerika sedang berada di tengah-tengah perlombaan luar angkasa, sebuah kompetisi dengan Uni Soviet untuk mencapai sebanyak mungkin yang pertama di luar angkasa, terutama pendaratan manusia di bulan. Masyarakat mendukung dan bersemangat dengan gagasan ini, begitu pula anggota parlemen yang mengatur anggaran NASA yang besar.
Namun pembelanjaan sebesar itu sangat tidak berkelanjutan. Begitu Amerika “menang”, masyarakat dengan cepat kehilangan minat dan pendanaan NASA anjlok. Tidak ada keinginan politik atau publik untuk menghabiskan uang sebanyak itu untuk kesempatan kedua di bulan.
Kombinasi dan kemauan politik yang lebih rendah dan sumber daya keuangan yang lebih sedikit memaksa NASA untuk mengambil beberapa keputusan penting pada akhir 1990-an dan awal 2000-an, keputusan yang masih memengaruji Artemis hingga saat ini. Yakni, ketika program pesawat ulang-alik berakhir, administrator NASA tidak tahu apa yang harus dilakukan dengan kemampuan-kemampaun industri dan kemitraan yang menghasilkan pesawat ulang-alik tersebut.
Mereka memutuskan untuk mempertahankan infrastruktur tersebut dengan menggunakan kembali banyak bagian pesawat ulang-alik, terutama mesin, dan muncul ke dalam desain Artemis. Konsep Artemis modern memiliki serangkaian prioritas yang jauh berbeda dibandingkan misi Apollo. Misalnya, toleransi risiko kita jauh lebih rendah dibandingkan pada 1960-an. Misi Apollo benar-benar berbahaya dengan kemungkinan kegagalan yang besar.
Misi Apollo menghabiskan banyak uang untuk mengirim astronaut ke permukaan bulan selama beberapa puluh jam. Mereka berangkat, mengumpulkan beberapa sampel, melakukan beberapa eksperimen sederhana, dan pergi.
Misi Artemis dirancang dengan tujuan yang sangat berbeda. Pertama, para astronaut akan menghabiskan waktu hingga satu pekan di permukaan bulan, yang membutuhkan lebih banyak makanan, air, bahan bakar, dan instrumen ilmiah.
Kedua, meskipun Apollo hanya menganggap ilmu pengetahuan sebagai sebuah hal yang hanya sekedar renungan, tujuan utamanya adalah untuk mengalahkan Soviet, penyelidikan ilmiah akan menjadi pusat perhatian dalam program Artemis, yang berarti program ini memerlukan rancangan misi yang lebih panjang dan lebih kompleks. Terakhir, tujuan program Artemis bukan hanya mengembalikan manusia ke bulan; mereka akan mulai membangun infrastruktur untuk mempertahankan keberadaan manusia secara permanen di sana.