KPK Bakal Pantau Program Makan Siang Gratis Prabowo-Gibran

KPK akan memantau program makan siang gratis pemerintahan Prabowo-Gibran.

Dok Republika
Pahala Nainggolan. KPK akan memantau program makan siang gratis pemerintahan Prabowo-Gibran.
Rep: Rizky Suryarandika Red: Bilal Ramadhan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan memantau pelaksanaan Program Makan Siang Gratis. Program itu ialah gagasan pasangan presiden dan wakil presiden pemenang Pilpres 2024, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.

Baca Juga


Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan menyebut lembaga antirasuah akan mengecek pelaksanaan program makan siang gratis. Hanya saja, pengawasan tersebut baru bisa dilakukan saat program itu bergulir. 

"Kita lihat pelaksanaannya bagaimana, kalau kita kan (kasih) rekomendasi ya, pekomendasi perbaikan. Paling enggak jalan dulu, baru direkomendasiin," kata Pahala kepada wartawan, Selasa (23/4/2024). 

Pahala menerangkan KPK dapat menelurkan kajian seperti corruption risk assesment atau CRA kalau nanti ikut mengawasi program makan siang. Nantinya, rekomendasi tersebut guna mencegah tindak pidana korupsi dalam program itu. 

"Saya lihat dulu detailnya kayak apa baru kita lihat kira-kira dimana lah ada potensi yang kita cegah korupsinya," ujar Pahala. 

Walau demikian, Pahala belum memperoleh kepastian soal program makan siang gratis. Hanya saja, Pahala menekankan perlunya pengawasan bagi setiap program pemerintah sebelum dianggarkan dalam APBN. 

"Dugaan saya kalau memang benar itu pakai pengadaan segitu, saya juga enggak kebayang siapa yang bisa ngadain makan siang tiap hari di desa-desa sana," ucap Pahala. 

Selain itu, Pahala mengatakan idealnya pembelian barang dan jasa menggunakan mekanisme digital guna menghindari korupsi. "Kita mungkin akan tetapkan misalnya digital. Atau kita bilang lebih terbuka saja siapa yang menerima, kan ada DTKS (Data Terpadu Kesejahteraan Sosial)," ujar Pahala. 

Pahala mengimbau supaya daftar penerima manfaat program makan siang gratis diambil dari Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) Kemensos. Dengan demikian, pemerintah tak membuat data baru yang rawan salah. 

"Jangan capcipcup milih orang baru, ceritanya sama tuh kalau massal se-Indonesia salah orang," ujar Pahala.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler