Perang Internet AS-China Meningkat Saat AS Sahkan Larangan TikTok
ByteDance diminta menjual TikTok dalam waktu satu tahun.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam pertarungan teknologi selama bertahun-tahun antara Amerika Serikat dan China, AS telah memberikan pukulan besar. Pemerintah AS dengan mudah meloloskan rancangan undang-undang yang akan memaksa penjualan atau pelarangan TikTok, yang dimiliki oleh ByteDance yang berbasis di China.
Hal itu semakin mewujudkan undang-undang yang dapat menghapus aplikasi populer tersebut dan memperdalam kesenjangan internet antara kedua negara. Keputusan itu akan memberi ByteDance waktu hingga satu tahun untuk menjual aplikasi tersebut (bertambah enam bulan dari usulan rancangan undang-undang sebelumnya).
Jika ByteDance tidak dapat menemukan pembeli dalam jangka waktu tersebut, TikTok (yang memiliki 170 juta pengguna di AS) akan dilarang. Senat dapat memberikan suara pada RUU tersebut dalam beberapa hari mendatang. Presiden Joe Biden sebelumnya mengatakan bahwa dia akan menandatangani rancangan undang-undang tersebut menjadi undang-undang.
TikTok mengulangi pernyataan yang diberikannya ketika aturan tersebut diperkenalkan. “Sayangnya Dewan Perwakilan Rakyat menggunakan kedok bantuan asing dan kemanusiaan yang penting untuk sekali lagi menghalangi RUU pelarangan,” kata mereka dalam pernyataannya, Sabtu (20/4/2024).
TikTok mengatakan undang-undang tersebut sebenarnya merupakan larangan, karena akan sulit untuk mencapai kesepakatan. Di tengah drama yang terjadi di Washington, menurut catatan internal yang ditinjau oleh The Wall Street Journal, penasihat umum untuk TikTok dan ByteDance, Erich Andersen mengatakan, dia berencana untuk meninggalkan TikTok.
Garis waktunya masih belum pasti, namun Andersen akan membantu mencari penggantinya. Andersen menggambarkan pengunduran dirinya dengan cara baik. “Saat saya mulai merenungkan beberapa bulan lalu mengenai tekanan yang terjadi dalam beberapa tahun terakhir dan tantangan generasi baru yang ada di depan, saya memutuskan bahwa ini adalah waktu yang tepat untuk menyerahkan tongkat estafet kepada pemimpin baru,” kata dia dalam catatannya, Ahad (21/4/2024).
Pemerintah China telah memberi isyarat bahwa mereka tidak akan mengizinkan penjualan paksa perusahaan tersebut. TikTok mengatakan pihaknya tidak pernah diminta untuk memberikan data pengguna AS kepada pemerintah Tiongkok, dan tidak akan memberikannya jika diminta.
Untuk diketahui, AS bukanlah negara pertama yang mencoba melarang TikTok, aplikasi milik China yang digunakan oleh jutaan orang Amerika setiap hari. Melansir WSJ, Rabu (24/4/2024), dipaparkan seperti apa larangan TikTok dan cara kerjanya dalam praktik.
Pengesahan undang-undang....
Pengesahan undang-undang di AS, yang menargetkan aplikasi China yang paling sukses secara internasional, terjadi ketika China meningkatkan kampanyenya yang sudah lama menentang AS dan layanan pesan serta media sosial asing lainnya.
Awal pekan ini, Beijing memaksa Apple untuk membantu menutup celah yang telah dieksploitasi oleh beberapa pengguna China untuk mengakses layanan yang sudah dilarang, termasuk dua aplikasi Meta, WhatsApp dan Threads.
Bagi beberapa ahli, hal ini dipandang sebagai langkah kecil (mengingat negara tersebut telah melarang banyak layanan media sosial dan aplikasi pengiriman pesan dari luar) namun merupakan indikasi niat Tiongkok untuk semakin mendorong perusahaan asing keluar dari pasar.
“Arahnya jelas, dindingnya akan semakin naik,” kata peneliti tamu di Tsai China Center di Yale Law School, Dan Wang.
Media sosial dan aplikasi perpesanan menjadi sasaran utama, karena mereka memiliki kemampuan yang sangat kuat untuk menyebarkan informasi secara luas dan mempengaruhi opini publik, serta berpotensi mengumpulkan data tentang penggunanya.
Beberapa anggota parlemen yang mendukung RUU TikTok berpendapat bahwa melarang aplikasi tersebut adalah hal yang wajar, karena aplikasi media sosial Amerika Serikat dilarang di China.
China lebih dari satu dekade lalu melarang Facebook, Google, Twitter, YouTube, dan sebagian besar situs lain di internet arus utama Barat. Orang-orang di China menyiasati larangan tersebut dengan menggunakan jaringan pribadi virtual, untuk membuat ponsel mereka bisa mengakses internet dari negara yang situs dan aplikasinya tidak diblokir.
Selain larangan TikTok, ketegangan mengenai ketergantungan dan pengaruh teknologi telah terjadi antara AS dan China selama beberapa waktu, dan kedua belah pihak secara berkala mengambil tindakan untuk menjauhkan diri satu sama lain.