UE Suarakan Dukungan Solusi Dua Negara untuk Palestina-Israel

Palestina akan terus mempertahankan kawasannya.

AP Photo/Jehad Alshrafi
Warga Palestina menggendong anaknya saat berjalan kaki pulang kembali menuju rumah mereka di Jalur Gaza Utara, Senin (27/1/2025). Ribuan warga Palestina untuk pertama kalinya kembali ke rumah mereka di wilayah Gaza Utara yang sebelumnya ditutup oleh Israel.
Red: Erdy Nasrul

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa, Kaja Kallas, menyuarakan dukungannya untuk solusi dua negara dalam konflik Israel-Palestina dengan menekankan bahwa warga Palestina memiliki hak untuk tetap tinggal di Jalur Gaza.

Baca Juga


"Jika Anda membaca sejarah Israel dan pendiriannya, Anda akan melihat dengan sangat jelas bahwa para pendirinya setuju akan kebutuhan untuk menggabungkan keamanan dengan keadilan. Ini berarti bahwa warga Palestina memiliki hak, dan hak-hak ini harus dihormati,” kata Kallas dalam Konferensi Keamanan Munich, beberapa waktu lalu.

“Mereka memiliki hak untuk berada di sana. Orang Israel khawatir tentang keamanan mereka, tetapi warga Palestina juga berhak memiliki negara," tambahnya.

Hal itu lah yang menjadi alasan Kallas percaya tentang perlunya mencapai keseimbangan dan juga menjadi alasan Uni Eropa mendukung solusi dua negara.

Kallas mengumumkan bahwa Dewan Asosiasi Uni Eropa-Israel akan mengadakan pertemuan pada 24 Februari untuk membahas situasi di Gaza, diikuti oleh perkembangan regional secara keseluruhan.

Berbeda dengan pertemuan sebelumnya, kali ini, selain pimpinan tertinggi Uni Eropa, perwakilan dari semua 27 negara anggota Uni Eropa akan hadir.

"Kali ini, negara anggota benar-benar ingin mengadakan diskusi yang sangat terbuka dan tulus dengan Israel. Anda tahu, inilah cara teman dan sekutu bekerja. Melalui cara ini, kita bisa benar-benar terbuka dan jujur satu sama lain, dan kita juga bisa membahas topik-topik yang sangat sulit," ucap Kallas.

 

Selama konferensi tersebut, Kallas juga menanggapi pidato Wakil Presiden AS JD Vance yang menurutnya terasa konfrontatif terhadap Eropa.

“Mendengar pidato itu, mereka mencoba memulai pertengkaran dengan kami, dan kami tidak ingin bertengkar dengan teman-teman kami,” ujar Kallas.

Dia berpendapat bahwa daripada perselisihan internal, sekutu-sekutu harus memprioritaskan ancaman yang lebih besar, khususnya agresi Rusia terhadap Ukraina.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler