Pujian Sarjana Barat Eks Biarawati Terhadap Umar Bin Khattab Saat Taklukkan Yerusalem
Umar bin Khattab dikenal mempunyai banyak karamah
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA—Islam menyebut kaum non-Muslim sebagai kafir, tetapi itu sama sekali bukan sebuah izin apalagi perintah untuk mengeksekusi kaum kafir karena perbedaan agama.
Dalam surat Al-Baqarah ayat 256, Allah SWT berfirman sebagai berikut: “
لَا إِكْرَاهَ فِي الدِّينِ “Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam).”
Karen Armstrong dalam bukunya, Holy War: The Crusades and Their Impact on Today’s World, (London: McMillan London Limited, 1991), mencatat: “There was no tradition of religious persecution in the Islamic empire (tidak ada tradisi pemaksaan agama dalam kesultanan Islam).”
Dalam bukunya, A History of Jerusalem: One City, Three Faiths, (London: Harper Collins Publishers, 1997), Karen Arsmtrong mencatat kisah indah tentang penaklukan Yerusalem oleh pasukan Islam di bawah kepemim pinan Umar bin Khathab. Peristiwa terjadi pada 636 M. Armstrong menulis bahwa
Umar juga mengekspresikan sikap ideal kasih sayang dari penganut (agama) monoteistik, dibandingkan dengan semua penakluk Yerusalem lainnya, dengan kemungkinan perkecualian pada Raja Daud. Ia memimpin satu penaklukan yang sangat damai dan tanpa tetesan darah, yang Kota itu belum pernah menyaksikannya sepanjang sejarahnya yang panjang dan sering tragis.
Saat ketika kaum Kristen menyerah, tidak ada pembunuhan di sana, tidak ada penghancuran properti, tidak ada pembakaran symbol-simbol agama lain, tidak ada pengusiran atau pengambialihan, dan tidak ada usaha untuk memaksa penduduk Yerusalem memeluk Islam.
Jika sikap respek terhadap penduduk yang ditaklukkan dari Kota Jarusalem itu dijadikan se bagai tanda integritas kekuatan mono teistik, maka Islam telah memulainya untuk masa yang panjang di Jerusalem, dengan sangat baik tentunya.
Pujian Karen Armstrong pada Umar bin Khathab bukan tanpa dasar. Selama ribuan tahun, Kota Yserusalem menjadi ajang perebutan dan pertumpahan darah. Saat berada di bawah Kerajaan Judah (Yahudi), Jerusalem pernah ditaklukkan Babylonia selama dua kali.
Yang pertama pada 597 SM. Ketika itu, Judah dibawah pimpinan Raja Jehoiachin. Setelah itu, mereka memberontak lagi melawan Babylonia, dan pada 586 SM, pasukan Nebuchadnezzar, kaisar Babilonia ketika itu, kembali menaklukkan Judah.
Rajanya, Zedekiah, dibuat buta, dan dibawa ke Babylon dengan dirantai. Kota Jerusalem dihancurkan dan Solomon Temple dibakar habis. (Max L. Margolis dan Alexander Marx, A History of the Jewish People, (New York: Atheneum, 1969).
Namun, selama ratusan tahun kemudian, ketika Yahudi mengalami pembantaian di mana-mana di dataran Eropa, kaum Yahudi justru menikmati perlindungan dari kaum Muslimin di Andalusia dan kemudian di wilayah Turki Utsmani. Karen Armstrong menggambarkan harmonisnya hu bungan antara Muslim dengan Yahudi di Spanyol dan Palestina.
Menurut Armstrong, di bawah Islam, kaum Yahudi menikmati zaman keemasan di al-Andalus. Under Islam, the Jews had enjoyed a golden age in al-Andalus, tulis penulis terkenal yang mantan biarawati ini. Memang, tidak ada tradisi dan persekusi kaum kafir dalam Islam, sebagaimana ditemukan dalam konsep heretics di Abad Pertengahan Eropa.