BRIN Teliti Dampak Logam Seng Terhadap Rajungan dan Bandeng di Teluk Jakarta

Teluk Jakarta menjadi muara senyawa pencemar dari 13 sungai.

Republika/Putra M. Akbar
Nelayan beraktivitas di kawasan Pulau G di perairan Teluk Jakarta, Jakarta, Jumat (30/9/2022). Data 2019 menunjukkan ada peningkatan konsentrasi logam seng di Teluk Jakarta.
Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) meneliti dampak cemaran logam seng terhadap biota laut jenis rajungan dan bandeng di perairan Teluk Jakarta. Penelitian itu dilakukan mengingat kawasan Teluk Jakarta tinggi muatan polutan kimia, biologi, dan radioaktif, baik dari daratan maupun laut akibat aktivitas manusia.
 
"Daerah tersebut menjadi tempat bermuaranya berbagai senyawa pencemar dari 13 sungai yang mengalir di Jakarta," kata Peneliti Pusat Riset Lingkungan dan Teknologi Bersih BRIN Ikhsan Budi Wahyono dalam keterangan di Jakarta, Sabtu (27/4/2024).
 
Ikhsan menjelaskan, konsentrasi logam seng yang tinggi umumnya melalui proses antropogenik, yaitu kegiatan penduduk yang terbuang ke sungai sampai ke perairan laut. Hal ini berpotensi menimbulkan masalah ekologi dan kesehatan masyarakat.
 
Pada 2019, riset yang dilakukan oleh Ikhsan menemukan bahwa kandungan logam seng di Teluk Jakarta sebesar 0 sampai 0,280 miligram per liter. Penelitian setelah reklamasi mencatat cemaran logam seng mencapai 0,003 hingga 0,097 miligram per liter.

Baca Juga


Data itu menunjukkan ada peningkatan konsentrasi logam seng di Teluk Jakarta. Akumulasi logam berat dalam beberapa biota akuatik dapat dijadikan sebagai biomonitor dan bioindikator terhadap tingkat pencemaran suatu ekosistem perairan.
 
"Rajungan dan bandeng bisa dijadikan sebagai bioindikator lingkungan karena kemampuannya dalam mengakumulasi logam seng," kata Ikhsan.

Biota laut yang terpapar oleh logam seng akan mengalami beragam reaksi. Dalam 24 jam ikan akan mati dengan konsentrasi seng 60 miligram per liter, udang 0,5 sampai 50 miligram per liter, dan kerang 10 sampai 50 miligram per liter.

Dalam kondisi normal, kadar logam seng di  air laut adalah 0,002 miligram per liter. Sedangkan baku mutu yang ditetapkan oleh Keputusan Menteri Lingkungan Hidup hanya 0,05 miligram per liter.

Proyek penelitian itu menggunakan teknik radioisotop atau radiotrace. Pendekatan ini memungkinkan hewan uji tidak mengalami kematian.
 
"Teknik radioaktif adalah suatu teknik yang digunakan untuk identifikasi dan observasi pada berbagai proses fisika, kimia, maupun biologi yang terjadi. Pada penelitian bioakumulasi membutuhkan percobaan dan observasi mendalam agar memahami proses bioakumulasi secara komprehensif," kata Ikhsan.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler