Fahri Hamzah: Problem PKS tak Ada Lagi Ideloginya, yang Ada Hanya Mesin Partai

Fahri menilai yang tersisa dari PKS hanya mesin partai dan petugas partai.

Republika/Nawir Arsyad Akbar
Wakil Ketua Umum Partai Gelora, Fahri Hamzah
Red: Teguh Firmansyah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perseteruan antara PKS dan Partai Gelora belum berakhir. Dalam podcast Akbar Faizal, petinggi Partai Gelora mempertanyakan ideologi yang dimiliki oleh PKS.

Baca Juga


"Problem dari PKS itu adalah tak ada lagi ideologinya," ujar Fahri Hamzah. 

Menurut Fahri, partai politik bisa terpilih lantaran ideologi atau juga sumber daya seperti kekuatan modal, SDM (sumber daya manusia) hingga kekuatan jaringan. Bisa juga, kata Fahri, partai terpilih karena sosok figur.  

Problem dari PKS, jelas Fahri, karena tidak ada ideologinya. Kemudian ideologi itu tak ada juru bicaranya. "Kita tak tahu sebenarnya," ujar mantan petinggi PKS itu. 

Menurut Fahri yang tersisa dari PKS itu hanya mesin partai atau petugas partai. "Kalau itu membuat orang terpilih itu karena banyak faktornya ada pedagang,  ada media, uang, jaringan tradisional dan seterusnya." 

Fahri mengungkapkan, pada Pilpres 2024 kemarin,ada tiga kandidat. Dari tiga kandidat itu hanya Prabowo yang boleh terbiliang moderat. Sehingga memicu dua sisi ekstrem. Sisi ekstrem kiri ada PDIP, dan sisi kanan ada PKS. 

"Kenapa yang kanan itu gak konsolidasi gagasan kanan itu apa, jika itu partai dakwah, maka partai dakwah itu apa, tunjukkan konsep itu, sehingga berguna besar bagi bangsa, pun demikian juga partai kiri, kirinya apa, kalau simplifikasi Soekarnoisme, maka Soekarnoisme itu apa," ujarnya.   

Sebelumnya, Partai Gelora keberatan apabila PKS bergabung dalam koalisi partai politik pendukung pemerintahan Prabowo-Gibran. Pasalnya, Gelora menilai kalangan PKS kerap menyerang pasangan Prabowo-Gibran sepanjang masa kampanye Pilpres 2024. 

 

Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPP Partai Gelora, Mahfudz Siddiq menyebut, apabila PKS gabung Koalisi Indonesia Maju (KIM), akan terjadi pembelahan antara PKS dan pendukung fanatiknya yang kerap menyerang Prabowo-Gibran. Menurut dia, sikap elite dan akar rumput sangat berbeda.

 "Jika sekarang PKS mau merapat karena alasan proses politik sudah selesai, apa segampang itu PKS bermain narasi ideologisnya? Apa kata pendukung fanatiknya? Sepertinya ada pembelahan sikap antara elite PKS dan massa pendukungnya," kata Mahfudz dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu (27/4/2024).

Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera, Mardani Ali Sera, mengatakan partainya sudah siap kembali menjadi oposisi bagi pemerintah. Hal itu disebutkan Mardani melalui unggahan reela instagramnya. Dalam video itu, Mardani bersama istrinya Siti Oniah, selain menyebutkan oposisi sehat bagi pemerintah, mereka juga menyindir partai tertentu yang dianggap menjadi penghalang PKS masuk ke dalam koalisi pendukung Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.

“Proposalnya kita sama Mas Anies beda, dan visinya beda. Kalau saya, oposisi, sehat kok, sekalian kita jaga pemerintah biar betul-betul bekerja buat rakyat," kata Mardani, dikutip Senin (29/4/2024).

Sementara istrinya, Siti Oniah, melontarkan nada sindiran kepada partai yang raihan suaranya di Pemilu Legislatif kemarin hanya nol koma dan gagal lolos melewati ambang batas parlemen. “Aduh ya, dengar berita yang menolak PKS untuk koalisi. Aduh, terima kasih ya, itu partai apa ya? Nggak lolos PT gitu loh, masyaallah tabarakallah. Nol koma sekian loh," ucap Siti sambil memberi gestur jempol. 

Ada kemungkinan partai yang dimaksud Oniah adalah Partai Gelora. Partai yang berisikan tokoh-tokoh mantan politikus PKS itu merupakan bagian dari pendukung Prabowo-Gibran. Gelora diketahui hanya mendapatkan 1.281.991 suara atau 0.84 persen.

Daya tawar PKS

Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR), Ujang Komarudin, mengatakan penolakan Partai Gelora terhadap Partai Keadilan Sejahtera (PKs) untuk masuk ke koalisi partai pendukung Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, karena persoalan masa lalu.

Ujang menyebut publik sudah mengetahui bahwa Partai Gelora didirikan oleh tokoh-tokoh yang dulu merupakan kader PKS.

Sehingga dengan bergabungnga PKS di Prabowo-Gibran menurut Ujang menyebabkan ketakutan peranan Partai Gelora akan terpinggirkan. “Walau bagaimanapun sebenarnya Prabowo butuh PKS untuk memperkuat pemerintahannya. PKS pun butuh Prabowo,” kata Ujang, Senin (29/4/2024).

Ujang menyebut Partai Gelora yang berdiri sebagai bentuk antitesa dari PKS merasa telah berjuang keras untuk membantu pemenangan Prabowo-Gibran. Sedangkan PKS merupakan pendukung Anies Baswedan yang juga kerap mengkritik Prabowo-Gibran.

Meski punya jasa memenangkan Prabowo-Gibran, Ujang menilai daya tawar Partai Gelora tidak akan kuat lantaran partai tersebut gagal mendapatkan kursi di DPR. Sementara PKS justru mengalami peningkatan suara di Pileg 2024 ini sebagai dampak dari efek ekor jas mendukung Anies.

 

 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler