Penjualan Starbucks dan McDonald’s Lesu, Masih Terdampak Boikot?
Imbas perang di Timur Tengah akan menekan semua merek dari AS secara internasional.
REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK – Penjualan jenama ternama dunia McDonald’s dan Starbucks lesu. Starbucks pada Selasa (30/4/2024) memangkas perkirana penjualan tahunannya setelah melaporkan penurunan penjualan untuk pertama kalinya dalam hampir tiga tahun terakhir.
Lesunya penjualan terjadi di pasar terbesar Starbucks yaitu di AS yang turun tiga persen dan Cina 11 persen. Nilai saham mereka turun 12 persen pada perdagangan Selasa. Selain itu, target keuntungan kuartalan di Timur Tengah tak tercapai akibat situasi geopolitik.
Ini terkait serangan Israel ke Gaza dan boikot konsumen di negara-negara Muslim terhadap jenama Barat termasuk Starbucks dan McDonald’s yang dianggap mempunyai keterkaitan dan memberikan dukungan kepada Israel.
Baik Starbucks maupun McDonald's merasakan dampak boikot di Timur Tengah dan negara-negara lain terkait serangan militer Israel terhadap Gaza. Padahal, Starbucks berharap penjualan tumbuh baik secara global dan AS. Paling tidak sama dengan sebelumnya 4-6 persen.
CFO Starbucks Rachel Ruggeri menyatakan kuartal kedua nanti akan sangat menantang. ‘’Kondisi menantang selama kuartal lalu mendorong kami untuk mengubah rencana aksi dan respons untuk meningkatkan permintaan,’’ katanya.
Di AS, Starbucks mengalami perlambatan permintaan akibat cuaca dingin pada Januari dan kondisi makro ekonomi yang bergejolak, berdampak pada penjualan produk kopinya. ‘’Kami melihat penjualan lebih lambat dari yang diharapkan,’’ kata CEO Laxman Narasimhan.
Data perusahaan riset M Science menunjukkan, penjualan month-over-month melambat lebih jauh pada Februari dan belum juga membaik, termasuk pada kuartal saat ini. Margin operasional pada kuartal ini turun 240 basis poin menjadi 12,8 persen.
Pada saat bersamaan, Starbucks bergelut dengan pasar tenaga kerja yang lebih ketat dan meningkatnya aksi serikat buruh. Di sisi lain, mereka menambah alokasi dana untuk promosi guna meningkatkan penjualan.
Target keuntungan kuartalan McDonald's juga meleset untuk pertama kalinya dalam dua tahun, seiring pengaruh pengalihan bujet konsumen dan konflik Timur Tengah yang memicu boikot dan berdampak pada penjualan.
Pada Maret lalu, CFO McDonald's Ian Borden memang telah mewanti-wanti atas potensi lesunya penjualan pada kuartal pertama, terutama karena tekanan penjualan di Timur Tengah akibat konflik di sana serta kondisi ekonomi Cina, pasar terbesar kedua setelah AS.
Penjualan kuartal pertama di AS 2,5 persen, lebih rendah dari target 2,55 persen, bahkan turun tajam diandingkan tahun lalu yang mencapai 12,6 persen. Penjualan dari franchise internasional turun 0,2 persen. Tahun lalu, menyumbang 10 persen dari total pendapatan.
‘’Konsumen sangat memilih dalam membelanjakan dolar mereka,’’ ujar CEO McDonald's Chris Kempczinski. Terkait kinerja penjualan dua jenama internasional ini, kuartal lalu Starbucks memangkas prakiraan penjualan tahunan mereka.
Penyebabnya, tingkat penjualan yang lebih rendah dan kunjungan di gerai-gerai mereka di Timur Tengah. Sedangkan McDonald's, menghadapi boikot di negara-negara Muslim setelah gerai di Israel memberikan makanan gratis ke tentara Israel.
Awal bulan lalu, McDonald’s membeli 255 gerai dari pemegang franchise di Israel, Alonyal Ltd. Desembar lalu, McDonald's Malaysia menggugat gerakan yang mendorong boikot yang dianggap berdampak buruk terhadap bisnis mereka.
‘’Imbas perang di Timur Tengah akan menekan semua merek dari AS secara internasional,’’ kata analis dari Northcoast Research, Jim Sanderson.